Bab 28. Hari pernikahan

778 54 0
                                    

Sebelum berbicara, Sulis menatap sebentar Elli yang juga menatapnya penasaran. Lalu dia mengalihkan lagi perhatiannya pada Rudy. "Sebenarnya saya malu sebagai mamaknya. Liya ini punya sipat yang minuuuuuuus banget."

Rudy diam, namun sebelah alisnya terangkat menandakan menunggu kelanjutan ucapan sang calon ibu mertua.

"Mamak." Elli mendelik memperingati sang ibu karena sudah bisa menebak apa yang akan dikatakannya.

Sulis cuek saat Elli memperingatinya, dia malah tetap melanjutkan ucapannya. "Saya harap Nak Rudy tidak menyesal di masa depan karena Liya ini punya sipat ceroboh, jorok, dan pemalas. Saya bahkan sudah sering ngasih wejangan agar Liya tidak menaruh sembarangan barang penting seperti peralatan ngampusnya. Eh, tetap saja dia selalu naruh sembarangan. Dan yang paling bikin saya kesal, masa ada anak gadis yang jarang mandi dan suka sembarangan naruh baju kotor dari kaos kaki, seragam, hijab, bahkan bra dan cd. Malu kan jadi mamak?"

Elli menggertakan bibirnya kesal. Kenapa Mamaknya ini malah buka kartu di depan calon mertua dan suami? Citranya kan jadi buruk.

Menyebalkannya Supriyadi dan Pak Lurah Groho ikut mengangguk membuat Elli makin kesal saja.

Rudy menelan saliva susah payah begitu pandangannya mengarah ketubuh Elli seakan melihat kuman ada di mana-mana. Dia paling anti dengan orang yang jorok. Apa sekarng sudah terlambat kalau meminta pembatalan pernikahan? Rudy rasa tidak, yang mungkin terlambat kalau dia meminta pembatalan pernikahan adalah statusnya sebagai anak seorang Nyonya Devi Saswito si Direktur utama Rumah sakit Kasih ibu akan dipecat.

Diam-diam Nyonya Devi melirik anaknya yang mendadak berwajah suram. Dia tau kalau Rudy begitu terobsesi dengan yang namanya kebersihan. Bukan, Rudy tidak punya Mysophobia. Hanya saja kelebihan steril, Nyonya Devi menyebutnya.

"Bu Sulis tenang saja, saya akan berusaha merubah Elli dari gadis seperti yang bu sulis katakan menjadi wanita yang bertanggung jawab terhadap dirinya." Rudy berkata sambil menatap Elli sungguh-sungguh. Pokonya kalau sampai dia dan Elli besok jadi menikah, Rudy harus bisa membuat Elli menjadi orang yang suka kebersihan. Rudy ingin menikah sekali seumur hidup dan apa jadinya bila Elli tetap memiliki sipat jorok dan mereka harus hidup berdampingan seumur hidup. Oh tidak, Rudy sampai tidak bisa membayangkannya.

Sulis bertepuk tangan senang, bahkan senyumnya begitu lebar sampai membuat Elli yang duduk di sampingnya takut kalau sampai bibir mamaknya robek. "Memang, Nak Rudy ini menantu idaman para orang tua. Udah ganteng, baik, punya niat baik lagi."

Elli tersenyum masam sendiri. Apa-apaan ini, kenapa malah membahas hal pribadinya? Mending kalau yang baik, ini malah yang buruk menjerumus ke aib.

Nyonya Devi melihat arlojinya sebentar sebelum meringis ke arah semua orang. "Sepertinya saya dan Rudy harus balik ke penginapan, soalnya ada pekerjaan."

"Oh, kalau begitu sekalian bareng dengan saya saja. Kebetulan saya juga mau pulang ke kantor Kelurahan. Gak enak, solanya sudah ninggalin Kelurahan terlalu lama." Pak Lurah Groho menoleh ke arah Supriyadi. "Saya kasih cuti kamu sampai besok. Ingat, jangan jadi orang yang makan gaji buta."

Supriyadi mendelik kesal karena lagi-lagi masalah gaji buta di bahas, mana di depan istrinya lagi. "Saya mengerti Pak Lurah Groho Nugroho bin Sugroho."

Pak Lurah Groho mengangguk puas.

"Kalau Pak Lurah Groho tidak keberatan, boleh." Nyonya Devi menjawab ramah atas pertanyaan Pak Lurah Groho tadi yang menawarinya tumpangan.

"Saya juga ikut pamit." Rudy berdiri mengikuti Nyonya Devi dan Pak Lurah Groho yang sudah duluan berdiri.

Sulis, Elli, dan Supriyadi juga berdiri.

"Untuk penghulu dan saksi serta mas kawin, biar saya yang siapkan dibantu Pak Lurah Groho. Bisa kan Pak?" Rudy menoleh ke arah Pak Lurah Groho meminta jawaban kesediaannya.

Pak Lurah Groho tertawa ramah. "Oh, tentu bisa. Sebagai Lurah di Kampung Asih ini, saya tentu harus membantu warganya. Nak Rudy tenang saja, selama ada saya, urusan mengenai kantor Desa pasti berjalan lancar."

"Karena ini pernikahan mendadak, bagaimana kalau kita adakan hanya akad nikah saja tanpa resepsi. Acara resepsi mungkin akan diselenggarakan nanti setelah Elli lulus koas dan benar-benar tinggal bersama Rudy." Nyonya Devi memberi usul.

"Itu juga yang saya mau katakan." Sulis menimpali senang karena sepemikiran dengan calon besan dadakannya.

Supriyadi menghela napas pasrah. "Mau bagaimana lagi, pernikahan ini diadakan juga demi membungkam para mulut warga. Jadi, jika diadakan langsung resepsi, selain waktunya tidak akan cukup juga akan menimbulkan banyak orang yang tau. Bukankah demi kemaslahatan bersama, pernikahan ini harus disembunyikan dulu minimal sampai Elli lulus koas?"

"Benar sekali. Jadi kita deal untuk hari esok. Elli tak perlu dandan berlebihan, cukup riasan tipis dan baju kebaya." Nyonya Devi menoleh ke arah Rudy. "Kalau Rudy cukup pakai kemeja dan peci."

"Ok, kita sepakat." Sulis mengulurkan tangannya yang langsung disambut baik oleh Nyonya Devi Saswito.

Wajah Elli makin masam, sedangkan wajah Rudy hanya pasrah.

"Kami pergi, Assalamualaikum." Nyonya Devi melambaikan tangannya begitu keluar dari rumah Elli.

Sulis balas melambaikan tangan. "Waalaikum salam. Hati-hati di jalan!"

Begitu mobil melaju, berkali-kali Elli menepuk pipi lalu melihat ke arah jam yang tertempel di dinding kamarnya. Dia bertanya-tanya, kenapa hari begitu cepat berganti? Padahal waktu Nyonya Devi masuk kedalam mobil hanya beberapa menit, dan kini dia malah sudah didandani oleh Mamaknya dengan make up tipis yang diserasikan dengan kebaya sederhana berwarna kream.

"Elli, cepat turun! Ijab qobulnya sudah selesai. Sekarang kamu sudah sah menjadi istrinya Nak Rudy." Sulis memanggil dari ambang pintu.

"Hah?" Elli hanya bisa melongo bodoh.

***

Status Rahasia Where stories live. Discover now