Bab 33. Ungkapan perasaan Rudy

1K 80 4
                                    

"Sebelumnya aku mau tanya dulu. Apa Dok. Udin bisa mencintaiku?" Elli menatap Rudy sendu. Pertanyaan ini sebenarnya lebih kearah dirinya sendiri. Apa Dok. Udinnya bisa mencintai Elli bila tetap melanjutkan pernikahan ini?

Elli tersenyum miris. "Dok. Udin pernah berkata, kalau suatu saat jatuh cinta itu jelas orangnya bukan aku. Apa orang yang Dok. Udin cintai itu Amelia?"

"Elli, sa--,"

"Apa jaminan yang Dok. Udin berikan pada aku bila tetap melanjutkan pernikahan ini?" Setetes air mata Elli menyapa pipi, sengaja memotong perkataan Rudy lantaran ingin melihat sejauh mana Rudy akan menjawab pertanyaannya.

"Elli, saya bisa--," perkataan Rudy terputus kembali saat Elli bicara.

"Padahal dari awal aku udah cinta sama Dok. Udin. Ha ha lagian siapa sih yang bisa nolak pesona laki-laki setampan dan sekeren Dok. Udin? Kalau ada, pasti orang itu matanya udah siwer. Iya, kan?" Elli membelai pipi putih pucat Rudy yang terasa panas di telapak tangannya.

Elli melanjutkan, "jatuh cinta ternyata bisa menyakitkan." Dalam tangisannya, Elli tersenyum kecil. Senyum yang sangat tidak Rudy sukai karena ada jejak kesedihan di dalamnya.

Rudy menangkap tangan Elli yang mengusap-usap pipinya. Kilat emosi tergambar jelas pada pupil pucatnya. "Dengarkan kata-kataku! Karena saya hanya akan mengatakannya sekali." Rudy menatap Elli lekat. "Pertama, kamu bertanya. Apa saya bisa mencintaimu? Jawabannya, ya. Kenapa tidak? Kamu istriku, sudah sewajarnya saya memberikan hatiku pada kamu."

Rudy membawa tangan Elli kedepan bibir, lalu mengecupnya perlahan dan hati-hati. "Kedua, kamu bertanya siapa orang yang saya cintai. Apakah itu Amelia?" Rudy menaikan dagu Elli dengan jari telunjuk hingga mendongak ke arahnya. "Kapan saya bilang cinta sama Amelia? Tapi saya juga memang tidak mencintai kamu."

Rudy melihat pupil mata Elli yang bergetar. Dia menyunggingkan senyuman yang menawan. "Karena rasa yang saya punya dari awal bukan cinta, melainkan rasa kasih sayang seorang suami untuk istrinya. Cinta hanya sebatas ungkapan, sedangkan kasih sayang adalah prilaku yang meliputi cinta itu sendiri."

Rudy menundukan wajah hingga bibirnya hanya berjarak satu senti di depan bibir Elli. "Terim kasih ungkapan cinta dan pujiannya, saya suka."

Elli terbelalak begitu merasakan sentuhan dingin di area manisnya. Dia dapat melihat mata Rudy yang berjarak sangat dekat dengannya sedang terpejam. Dalam diamnya, Elli dapat mendengar suara detak jantungnya yang beradu cepat dengan detak jantung Rudy. Apa artinya ini? Mendadak pikiran Elli kosong, bingung mengartikan kejadian yang sedang terjadi.

Hanya sapuan ringan bibir selama tiga detik, tapi itu sudah lebih dari cukup bagi Rudy membuktikan perasaannya pada Elli. Rudy harap, Elli mengerti kalau saat ini ia tengah menyatakan perasaannya.

"A-apa yang Dok. Udin lakuakan?" Elli tergagap karena shock. Dia memegang dada kirinya saat merasakan lonjakan cepat jantungnya. Hei, apa baru saja keperawanan bibirnya hilang? Elli berteriak dalam hati.

Rudy tidak menjawab, dia hanya menyunggingkan senyuman kecil yang menawan dengan tatapan mata lembut. Perlahan, Rudy kembali menunduk untuk menyatukan kembali bibirnya dengan bibir hangat milik Elli. Rudy memejamkan mata untuk lebih meresapi rasa manis dari area bibir mungil yang dia lumat pelan saat ini. Tidak terburu-buru, tapi cukup menuntut.

Ciuman itu terhitung lebih lama dari yang pertama. Rudy cukup menikmatinya walau tidak ada balasan dari lawan ciumannya. Namun, terpaksa Rudy kemabali membuka matanya saat merasakan ada cairan hangat dan kental yang mengalir dari atas bibirnya. Itu darah, Rudy terbelalak begitu menyadari sumber darah itu dari hidung Elli.

"Kamu berdarah, Elli." Rudy segera membantu Elli agar duduk dengan benar.

"Tegakan badanmu, lalu condongkan kedepan agar darahnya tidak masuk ketonggorokan!" Rudy terus menyeka darah yang mengalir dari hidung Elli tanpa ada rasa jijik sama sekali.

"Bernapaslah lewat mulut, ok!" Rudy memencet hidung Elli agak lama, sekitaran 10-15 menit. Setelah pendarahannya reda, Rudy kembali mengambil tisu untuk membersihkan darah dari sekitaran bibir dan hidung Elli.

"Terima kasih, tapi aku bisa sendiri." Elli mengambil tisu bersih dan mulai mengelap darah dari sekitaran hidungnya yang meleber kemana-mana. Namun, karena tidak sedang berkaca, darah itu tidak bersih.

"Ya, udah. Saya kedapur dulu mau ambil es batu buat kompres hidung kamu."

Setelah mendapat anggukan dari Elli, Rudy bergegas mengambil es batu dari kulkas. Saat dia membuka kulkas, Nyonya Devi kebetulan datang. Dia bertanya penasaran karena melihat anaknya tengah mengambil es batu lalu menaruhnya di atas kain bersih.

"Untuk apa?"

Rudy menoleh sebentar kearah Nyonya Devi, jejak geli kembali hadir saat mengatakan alasannya. "Elli, dia mimisan." jelasnya.

"Mimisan?" Nyonya Devi menaikan sebelah alisnya heran. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk mengerti saat melihat tidak ada raut khawatir saat mengatakan strinya mimisan, malah terkesan geli bercampur senang.

"Ya. Mamah pasti paham, soalnya pernah muda." Rudy mengedipkan sebelah matanya genit. Dia berlalu dari hadapan Nyonya Devi membawa sebungkus es batu di tangannya.

"Sejak kapan putraku yang serius bisa mengedipkan mata begitu?" Nyonya Devi menggeleng heran.

Saat Rudy masuk, Elli masih membersihkan hidung karena darahnya lumayan banyak. "Sini!  pendarahannya berhenti."

Elli membiarkan Rudy mengompres hidungnya sampai darahnya benar-benar berhenti.

"Darahnya masih ada." Rudy mengambil tisu penuh darah di tangan Elli dan menggabungkannya bersama tisu-tisu yang sudah banyak darah. Rudy mengambil tisu baru, menyeka darah yang tersisa di atas bibir Elli.

Mata Rudy turun kebibir yang beberapa menit lalau menyatu dengan bibirnya. Sebagai lelaki normal dan di tambah libidonya yang sedang naik, tentu Rudy tergoda untuk mengecupnya lagi. Namun, saat mengingat Elli baru saja mimisan, Rudy kembali menelan keinginannya demi kenyamanan istri polos-polos menyebalkannya.

"Kok, malah melamun?"

"Kenapa mimisan?" Bukannya menjawab, Rudy malah mengajukan pertanyaan bernada geli yang langsung dihadiahi cubitan maut di pinggangnya oleh Elli. Bukannya marah, Rudy malah tertawa karena mendapati wajah merengut malu milik gadisnya.

"Nyebelin. Kalau aja Dok. Udin tidak nyosor-nyosor, mana ada aku akan mimisan. Terkejut dong aku, emangnya Dok. Udin tidak tau kalau itu first kiss-nya aku." Elli manyun. Bibirnya yang maju dan mengerucut sedikit itu malah makin menambah tawa Rudy makin keras.

"Tau, kok. Kan emang sengaja, udah halal ini. Mau lebihpun juga boleh, sunah malah. Ayo, kita ibadah sama-sama." Rudy makin gencar menggoda Elli.

"MESUUUUUM!" Elli berlari keluar kamar mencari Nyonya Devi untuk mencari perlindungan karena takut dengan Rudy yang tidak seperti biasanya.

Di belakangnya Rudy tertawa terbahak-bahak. Sudah dikatakan bukan, hidupnya lebih berwarna bila Elli di sampingnya. Jadi, mana bisa Rudy melepaskan pelangi yang baru dia sadari selalu ada di sekitarnya.

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang