Bab 30. Tentang Amelia

1K 82 2
                                    

Setelah Nyonya Devi keluar, Rudy kembali mengingat ucapannya. Sebenarnya Rudy juga sudah berencana untuk memberitahukan Elli mengenai Amelia, tapi dia bingung harus memulainya dari mana. Salahnya sendiri karna tidak jujur adari awal.

Setelah mengutak atik ponselnya sebentar, seseorang dari negri kincir angin menjawab. "Yo, bro. Tumben nelpon?"

"Bagaimana tentang Amelia?"

"Ya, masih gitu-gitu aja gak ada perubahan." Terdengar hembusan napas kasar. "Mending lo lupain aja si Amel! Lagipula perempuan banyak, si Amel mah lewat kalau dibandingkan sama perempuan-perempuan yang antri ingin dijadikan istri olehmu. Secara perempuan-perempuan itu bening plus bahenol. Kalau diajak one night stay, beuh pasti memuaskan dahaga seorang perjaka tua kayak lo."

"Sialan." Terdengar kekehan dari orang yang dia telpon membuat Rudy mendengus kesal. "Tobat, yon! Hidup di dunia hanya singgah, hidup kita yang sebenarnya di akhirat. Sebelum terlambat, mending sekarang lo lakukan shalat tobat."

"Pak Ustad ceramah lagi, nih. Iya, entar gue tobat. Tapi, untuk saat ini gue belum siap. Takutnya entar tobat, eh malah ngelakuin dosa lagi. Kan, sayang tobatnya."

Rudy mendengus tak percaya dengan apa yang sahabatnya barudan ucapkan. "Pokoknya gue udah ngingetin. Mau lo terima atau enggak, ya itu urusan lo." Rudy melirik arlojinya yang sudah menunjukan waktu bekerja. "Ini udah jam masuk kerja gue. Kalau ada apa-apa tentang Amelia, segera kabarin gue. Gue tunggu, mau sekecil apapun informasinya."

"Eh, tunggu-tubggu. Gue baru ingat. Kata salah satu mata-mata yang gue simpan di rumah utama keluarga Parabuana, katanya dia sempat mendengar kalau si Amel itu bukan menghilang. Namun, sengaja di asingkan untuk mengundur pernikahan kalian. Gue sih belum tau apa motip keluarga Amel ngelakuin hal itu, tapi yang pasti dengan sengajanya pernikahan kalian diundur pasti membawa keuntungan bagi keluarga Parabuana. Mereka licik. Demi memperkuat kekuasaan, apapun akan mereka lakukan termasuk anakpun rela jadi alat."

Rudy menyugar rambut putihnya. Ini yang dia takutkan. Keluarga Parabuana akan melakukan apapun demi mencapai keinginannya dan Rudy takut kalau sampai hubungannya dengan Elli tercium oleh keluarga itu.

Rudy bukannya tidak mamapuh melacak keberadaan Amelia dan lebih memilih sahabatnya yang bernama Leon Bagaskara yang mewakilinya. Itu semua Rudy lakukan demi membuat namanya bersih dari endusan keluarga Parabuana agar tidak sampai mencium Elli.

Elli, maafkan saya yang sudah membawamu kedalam masalah. Rudy membatin penuh penyesalan. Andai dulu dia tidak terbawa perasaan, pasti hidup gadis malang yang kini berstatus istrinya itu tidak akan dalam bahaya.

"Ok. Gue tutup telponnya." Leon mengakhiri panggilannya.

Rudy menyimpan kembali Handphonnya kedalam laci meja kerjanya. Setelah mengambil berkas data pasien, Rudy keluar untuk memeriksa pasien.

***

Elli melihat tampilannya di depan cermin. Dia tidak percaya bahwa perempuan dalam cermin itu dirinya. Bagaimana tidak, perempuan dalam cermin itu begitu manis dengan riasan pas pada wajah mungilnya diserasikan dengan gaun sederhana berwarna gading, tapi begitu pas melekat di badannya.

Nyonya Devi yang berdiri di belakangnya hanya menggeleng geli.

Elli nyengir luda begitu mendapati Ibu mertuanya memandang geli dirinya. "Cantik banget, ya?"

"Bukan cantik," Nyonya Devi menggeleng membuat Elli menoleh heran. "tapi manis. Kamu manis, dan perempuan manis itu biasanya menarik. Beda dengan cantik, kalau dipandang terlalu lama pasti bosan. Dan apa kamu tau kenapa mamah berbicara seperti itu?"

Elli menggeleng karena memang benar tidak tahu.

Senyum Nyonya Devi tampak begitu manis dan di matanya ada kilat kerinduan begitu dalam. "Dulu papanya Rudy, Tuan Saswito pernah berkata seperti itu. Perempuan yang dapat menggetarkan hati seorang suami adalah yang ketika tersenyum begitu lembut, ketika tertawa begitu menularkan bahagia, ketika sedih menarik untuk di dekap, ketika memandangnya maka sejuk serta teduhlah hati."

"Lalu yang cantik?"

"Sini duduk dulu! Gak pegel kamu dari tadi berdiri mulu. Kalau mamah sih sudah pege." Nyonya Devi menghampiri sopa yang terdapat dalam ruang ganti.

Elli menghampiri Nyonya Devi dan mendudukan tubuh di samping Ibu mertuanya itu. "Pegel, sih." Elli nyengir.

"Makanya mamah ajak duduk." Nyonya Devi tertawa. "Jadi, kata cantik menurut versi Fuan Saswito Adijaya adalah orang manis beda dengan orang cantik."

"Terus!"

"Hm ... katanya sih karena orang cantik tidak menarik dan hanya menang di wajah saja. Kalau untuk main-main memang wanita cantik lebih banyak menarik perhatian para laki-laki, tapi kalau untuk yang serius seorang laki-laki pasti mencari yang manis sesuai definisi manis ala Tuan Saswito. Begitu, paham kan?"

Elli mengangguk-anggukan kepalanya. "Oh, gitu. Paham, kok." Elli meneliti pitur wajah Nyonya Devi. "Berarti perempuan manis ala Tuan Saswito itu mamah."

Sontak pipi Nyonya Devi terasa panas. Menantunya ini, entah sadar apa tidak sudah menggoda ibu mertuanya ini. "Kamu ini." Nyonya Devi melengos malu.

Terdengar dering handphon. Sontak Nyonya Devi membuka tas lalu mengeluarkan handphon dan melihat nama yang tertera di layar. Sebelum mengangkatnya, Nyonya Devi melirik Elli sebentar yang tengah memandangnya penasaran. "Hallo, Assalamualaikum. Ada apa?"

"Mamah bawa Elli belanja ke mana? Kenapa lama sekali?"

Terdengar dengusan dari arah sebrang telponnya membuat Nyonya Devi berdecak. "Posesif banget, sih. Baru juga kali ini mamah bisa ajak Elli keluar bareng, udah di tanyain aja. Kan jarang-jarang tuh mamah ada kesempatan gini bareng Elli. Kalau bukan mamah yang sibuk, pasti Elli yang gak bisa. Masa kau tega udah nyuruh mamah anterin Elli lagi?"

"Bukan itu masalahnya, mamah. Elli itu lagi koas, kan kita udah sepakat tidak akan mengganggunya selama masa itu. Mamah lupa?"

Nyonya Devi mendelikan mata. "Mana ada lupa. Kamu ini, mentang-mentang mamah udah tua main seenaknya saja nuduh lupa."

"Ya ampun, mamah. Please deh, ngertiin Rudy. Kalau sampai abah dan mamak tau, pasti mereka marahnya ke Rudy."

"Kalau marahnya ke kamu sih bodo amat, asal jagan ke mamah saja." Nyonya Devi menjawab acuh.

"Mah, Rudy gak main-main loh. Antar Elli sekarang juga atau Rudy bakar Rumah mamah yang di Yogya."

"Heh, sinting kamu main bakar-bakaran aja. Itu rumah peninggalan eyang kamu, mau mamah sunat dua kali kamu."

Di sebrang sana Rudy langsung memegang miliknya sambil meringis ngilu. Mamahnya ini memang susah sekali diancam, malah balik ngancam.

Elli pun yang duduk di sampingnya juga meringis. Kalau punya Rudy dipotong lagi, habis dong. Entar kalau mau main sama Elli, gimana cara masuknya?

"Sekarang mamah di mana? Biar Rudy jemput."

Nyonya Devi benar-benar kesal dengan anaknya ini, baru keluar sebentar dengan menantunya ini sudah diganggu saja. "Di mall Sari sempurna."

"Kenapa, mah?" Elli memandang heran Nyonya Devi yang misuh-misuh sambil memasukan kembali handphon-nya kedalam tas jinjing dari kulit buaya yang dia bawa.

"Rudy katanya mau nyusul kesini. Sebel, kan?"

Elli diam. Namun, hatinya diam-diam menghangat.

Selang beberapa menit kemudian Rudy tiba dengan tampilan acak-acakan. Bahkan jas senolli yang selalu melekat pada badannya sudah raib entah kemana. "Ayo, buruan kita keluar dari mall ini!"

Melihat anaknya berantakan dan terburu-buru mengajaknya pergi menimbulkan keresahan dalam hatinya. "Apa mereka melihat kita?"

Rudy mengangguk membuat Nyonya Devi segera menarik tangan Elli mengikuti Rudy yang menunjukan di mana letak mobilnya.

"Ada apa?" Disela larinya, Elli bertanya khawatir. Dia tidak dapat menerka apa yang sebenarnya terjadi. Namun, kebisuan Nyonya Devi dan Rudy malah semakin memperparah kekhawatirannya.

***

Status Rahasia Where stories live. Discover now