Bab 7. Bumbu Micin dan garam ala Elli.

1.5K 91 2
                                    

"De, lo tau gak?" Elli memulai aksinya. Dalam hati dia meminta seribu kali maaf pada Mande karena tengah mempermainkannya. "Bokap gue baru keluar dari rumah sakit. Dia sakit karena tertimpa reruntuhan tanah waktu disawah. Sehari semalam emak nyariin sampai nangis berbanjir air mata karena tak menemukan abah. Pas ditemukan sore hari, Abah udah lemas. Sekarang Abah baru aja keluar dari Rumah Sakit. Jadi, uang transferan gue mogok. Alhasil, gue suka minta makan ama para Sohib gue yang paling baek dan berhati mulia.  Dan lo," Elli menunjuk Mande. "termasuk salah satunya. Lo, beneran baik deh. Suer". Elli mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya keatas.

Elli memang tidak berbohong tentang musibah yang menimpa Abahnya dikampung. Cuma hanya sedikit menambah bumbu micin dan garam saja tentang bagian tertimpa reruntuhan dan dirawat dirumah sakit, serta perihal transferannya yang dia bilang mogok padahal lancar jaya tanpa hambatan. Enak, tapi merugikan. Elli berdoa dalam hati semoga ucapannya barusan tidak sampai kenyataan.

Mande melirik Elli sengit. Sialan hati dan jiwa suka menolongnya berkobar ketika mendengar curhatan Elli. Padahal dia sendiri sadar, Elli sering memanfaatkan kelemahannya yang satu ini. Dasar kampret.

Mande menghembuskan napas tak berdaya. Dia sendiri juga tidak tau apa yang terjadi pada dirinya,  sehingga setiap kali Elli mengeluh hatinya menjadi ikut simpatik. "Gue kasih keringanan deh, masakin gue makan malam selama sebulan aja. Kalau loe tetep kagak bisa, ya gue nolak."

Elli bersorak dalam hati. Tak sia sia jurus lidah pandai bersilatnya dia keluarkan. Mande mah memang baik, demen banget Elli sama orang kayak gitu.

"Ok, deal."

Ke esokan harinya Mande sudah puluhan kali mengucap istigfar dalam hati, walau dikenyataan dia tetap tersenyum ramah menghadapi perempuan bohay didepannya. Bermake up tebal, pewarna bibir merah cabai. Mande saja tidak bisa membedakan yang ada dibibir perempuan itu lipstik atau cat. Baju berenda rendah sehingga memperlihatkan bongkahan besar didalamnya. Rok yang hanya sejengkal menutupi pahanya. Astagfirullah Mande mengusap kasar wajahnya. Kenapa juga di khilaf memperhatiakan.

Perempuan itu tak henti hentinya mengajak Mande berbicara ini itu seolah mereka kawan lama yang baru jumpa, lalu menanam benih cinta yang tumbuh subur memukau.

"Ih, Saya suka deh sama badanmu, pelukable banget. Walau kulitmu agak coklat, tapi menurutku itulah yang jadi pesonamu. Wajahmu juga, adu du duh pengen banget nyubit nih pipi. Chubby banget sih." Dia terkikik diakhir kalimat.

Mande meringis mendengar celoteha wanita yang lebih layak dia sebut tante itu. Kurang ajar memang si Elli. Kalau ketemu kubuat perhitungan sampai gadis itu menyesal sesesal- sesalnya karena sudah menyodorkannya pada tante girang kurang belaian yang sekarang tengah duduk manis  disebrang mejanya.

"O iya, nama kamu siapa? Maaf ya saking asyiknya ngobrol sampai melupakan perihal nama."

Bahkan perempuan itu baru ingat menanyakan namanya setelah berceloteh ria sampai sejam lamanya. Sungguh Mande ingin bertepuk tangan.

"Mande, Tante." Mande masih mempertahankan kesopanannya. Bagaimanapun tante girang didepannya umurnya jauh diatas Mande.

"Adu-du-duh kuping saya rasanya mau copot kamu panggil tante. Aku gak setua itu ya harus dipanggil tante. Panggil aja Rita. Biar lebih akrab gitu." Rita sengaja mengedipkan sebelah matanya.

Mande bergidig melihat itu. "Mohon maaf tante, takutnya gak sopan. Tantekan memang lebih tua dari saya." Mande berusaha sekuat tenaga menormalkan suaranya agar tidak terdengar seperti orang ingin muntah.

Rita menggeser kursi hingga beradu dengan kursi yang diduduki Mande. Mande berjengkit kaget ketika tangan si janda bohay mengusap pelan perutnya.

Mande buru-buru menggeser kursinya bahkan sampai satu meter jaraknya. 'Gila ini si tante agresip banget'. Kalau bukan karena Elli yang mewanti-wantinya agar menahan si janda sampai Elli datang sudah dia minggat dari lama. Elli kampret, kenapa waktu itu dia dapat terbujuk rayunya?

Flashback

"Memangnya gue harus bantuin apa? " Mande sepenuhnya memperhatikan Elli.

"Gampang. Loe cukup nahan satu orang perempuan suapaya tidak datang nyamperin anaknya sewaktu gue nemenin Dokter pembimbing gue ngisi seminar disekolah."

Mande mengerutkan dahi bingung " sampai kapan."

Elli tersenyum misterius "sampai gue datang. Pokonya loe sebisa mungkin jangan biarkan itu perempuan datang."

"Kenapa emangnya? Dan siapa orang itu?"

"Udah loe jangan banyak tanya. Masalah orangnya nanti gue tunjukin. Pokonya kita nanti ketemuan di SMA Bakti."

Mande mengangguk mengerti " ok."

Kan dia juga pernah bilang berurusan sama Elli sama dengan berurusan sama musibah.

Namun, musibah yang baru di katakan Mande seketika berubah menjadi berkah dalam sekejap ketika kedatangan seorang perempuan.
Seorang wanita cantik berhijab warna merah datang menyelamatkan Mande dari kecentilan Rita. Mande, melihat perempuan itu menuntun seorang anak perempuan berkisaran umur 10 tahun. Seketika mata Mande serasa dicucuran air dingin, segar.

Perempuan itu tersenyum kearah Mande." Oh, ini temen tante yang mau dikenalin ke aku itu?"

"Bukan, yang mau dikenalin ke kamu itu Dokter gebetan tante. Sekarang dia lagi ngisi seminar di sekolahnya Rima." Rita menjelaskan dengan lesu. Sedetik kemudian senyum cerahnya datang kembali seiring matanya melirik Mande "kalau yang ini cadangan tante" Rita tersenyum genit. "Brondong loh, Sani!"

Sani tersenyum maklum dengan kelakuan tante dari pihak ibunya ini yang selalu lupa daratan kalau sudah bertemu laki-laki tampan, Bagaimana pun dia sudah mengetahui watak tantenya itu.

"Tante katanya mau nemenin Rima ambil Rapot. Mungkin dia sudah menunggu tante dikelasnya."

Rita melihat Mande sedih. "Maaf, ya. Aku harus nemuin anakku dulu. Lain kali kita ngobrol lagi." Rita berdiri meninggalkan Mande yang tengah gerogi ditinggal berdua dengan Sani.

'Jantung, loe tau aja kalau entu perempuan bening. Bisa aja loe tong jedag jedugnya.'

Sedangkan di tempat lain, Elli tengah memperhatikan Rudy yang tengah presentasi didepan Anak SMA Bakti sebagai pengisi seminar di acara akhir tahunan. Dia duduk menopang dagu mengagumi paras rupawan sang Dokter. Tak ayal karena Rudy terlihat berbeda dari  kebanyakan orang, membuatnya jadi bahan perhatian yang menarik.

Tepuk tangan orang-orang mengakhiri presentasi Rudy. Rudy melangkah turun dari panggung setelah selesai berjabat tangan dengan para Guru Sekolah SMA Bakti.  Ketika ingin menghampiri Elli, seorang Siswi SAM mengajaknya mengobrol sebentar. Begitu dia menengok kembali kearah Elli,  gadis itu sudah menghilang. Rudy mencarinya kesegala arah, namun gadis itu tak kunjung di temukan.

Selagi Rudy mencarinya kemana-mana, Elli sendiri tengah haha hihi bersama Ray mantan pasien sisa bunuh diri yang ia rawat waktu di Rumah Sakit. Mereka kini berada didepan warung bakso mengobrol sembari makan bakso yang tentu saja ditraktir Ray.

***

Status Rahasia Où les histoires vivent. Découvrez maintenant