18. Kelainan pigmen dalam tubuh

1K 62 1
                                    

"Assalamualikum Pak Lurah Groho. Assalamualaikum. Yuhuuuuu." Sulis berteriak dari depan pintu kantor Desa. Di belakangnya Elli dan Supriyadi diam-diam memutar bola matanya karena melihat kehebohan Sulis.

Tidak lama pintu Kantor Desa terbuka. Pak Lurah Groho datang dan langsung menyambut baik keluarga Elli. Saat Supriyadi melewati Groho, seketika dia nyengir kuda karena di tatap ganas oleh Pak Lurah Groho.

"Cenah asam urat maneh teh kambuh, naon eta lempangna biasa wae. Lalagaan wae menta cuti samingu. (Katanya asam uratmu kambuh, kok jalannya normal-normal saja. Laganya saja minta cuti seminggu.)" Pak Lurah Groho berbisik agak keras sampai membuat Supriyadi mendelikan mata karena takut Istri dan anaknya mendengar ucapan Pak Lurah Groho.

"Ulah tarik-tarik teuing ngomong teh! Enggke pamajikan jeung anak kuring ngadenge. Asam urat kuring emang kambuh, tapi pan geus nginum jamu ti Bok Kiyeum. Pak Lurah mah, kuring cuti samingu wae ge di hehese. (Jangan kenceng-kenceng bicaranya dong! Nanti Istri dan anakku dengar. Asam urat saya memang kambuh, tapi kan sudah meminum jamu dari Bok Kiyeum. Pak Lurah ini, saya cuti seminggu aja di bikin repot.)" Supriyadi geleng-geleng kepala heran.

Supriyadi memang bekerja di kelurahan sebagai Sekretaris Kelurahan. Dia tidak berbohong soal cutinya dengan alasan asam urat kambuh, kemarin memang dia sempat memakai daun singkong, jadi asam urat yang dideritanya selama bertahun-tahun ini kambuh kembali.

"Halah, alasan wae. Maneh ukur hayang enak-enakan leupas tina tanggung jawab di kalurahan. Hayang nhopi gaji buta maneh? (Halah, alasan saja. Kamu pasti cuma mau enak-enakan lepas dari tanggung jawab di Kelurahan. Mau makan gaji buta kamu?)"

Supriyadi mendecakan lidah karena greget pada Lurah Desa Asih sekaligus sahabat dari oroknya ini. "Gaji buta naon. Salila iyeu kuring ges berbakti ka Kampung Asih ges puluhan tahun. Maenya madih keneh kurang bukti bahwa kuring teh sakitu tauladan jeung disiplin. Mana aya anu ngarana ngopi gaji buta pikeun kuring. (Gaji buta apaan. Selama ini saya sudah berbakti pada kampung Asih selama puluhan tahun. Apakah masih kurang bukti kalau saya ini begitu bersikap tauladan dan disiplin. Mana ada yang namanya makan gaji buta bagi saya.)"

"Abah, Pak Lurah Groho. Nanaonan maraneh haharewosan di lawang panto. Buru asup! (Abah, Pak Lurah Groho. Ngapain kalian bisik-bisik di ambang pintu. Cepat masuk!)" Sulis memelototkan matanya pada Supriyadi dan Pak Lurah Groho.

Sulis, Pak Lurah Groho, dan Supriyadi memang teman masa kecil. Mereka tumbuh bersama sampai jenjang sekolah menengah atas. Setelah lulus SMA, masing-masing melanjutkan kuliah di tempat berbeda.

Mereka dipertemukan kembali setelah lima tahun berlalu. Sulis dengan Gelar Gurunya, Groho dengan Gelar Rt nya, dan Supriyadi dengan Gelar penganggurannya.

Seiring pertemuan teman kecil ketemu gede yang rutin mereka lakukan, akhirnya benih-benih cinta tumbuh di hati Sulis dan Supriyadi.

Walaupun pada saat itu Supriyadi masih dengan status penganggurannya, namun tak menyurutkan sedikitpun niatnya untuk meminang Sulis.

Karena keadaan ekonomi yang pas-pasan, Ibu Sulis yang sekarang telah menjadi nini Elli menentang hubungan anatara anaknya dan Supriyadi. Nini takut anaknya kalau sampai menikah dengan Supriyadi yang pengangguran akan mempunyai pernikahan tak bahagia dan hidup melarat.

Keinginan besar Supriyadi terhadap Sulis membakar semangat dalam dadanya untuk menjadi orang sukses. Kebetulan, Ayahnya Supriyadi mempunyai tanah seluas 350 meter persegi. Dengan modal pepaya satu buah, Supriyadi membibitnya hingga tumbuh memenuhi seluruh tanah. Akhirnya tanah 350 meter persegi itu menjadi kebun pepaya yang menghasilkan buah berkualitas dan banyak sesudah selang satu tahun.

Tak cukup sampai di sana perjuangan Supriyadi untuk mendapatkan restu sang calon Mertua, dia juga nekat mencalonkan diri menjadi Lurah Desa Asih. Karena waktu pemilihan suara milik Supriyadi kalah jumlah dari milik Groho, akhirnya dia hanya bisa menjadi Sekretaris kelurahan saja.

Berhubung Supriyadi sudah terlihat mapan dan punya pangkat, restu calon  Mertua pun lengser. Tidak lama dari itu, acara pernikahan antara Sulis dan Supriyadi pun Digelar.

"Perkenalkan ini Ibu dan bapaknya Elli, Nyonya Devi." Pak Lurah Groho menunjuk Supriyadi yang sudah duduk di samping Sulis. "Ini Supriyadi, dan yang di sebelahnya Sulistiawati."

Pak Lurah Groho menunjuk Sulis dan Supriyadi yang baru saja mendudukan pantatnya di kursi yang berhadapan dengan Nyonya Devi dan Rudy.

"Salam kenal bu Sulistiawati dan Pak Supriyadi. Saya Devi Saswito," Nyonya Devi menunjuk Rudy yang duduk di sampingnya. "dan ini anak saya Rudy Hoerudin."

"Oalah, ini anaknya bu Devi. Besarnya tampan kaya pangeran, alamat kecilnya kaya boneka berjalan." Sulis heboh sendiri karena kagum dengan penampilan Rudy yang beda dari kebanyakan orang. "Nak Rudy ini punya kelainan dalam pigmen warna ya? Kok bisa kulit, rambut, dan iris matanya pucat gitu?"

Rudy sudah sering ditanyai begitu, lantas setelah Sulis menanyainya begitu Rudy hanya tersenyum tipis tanpa ada rasa sakit hati sama sekali karena dikatai pinya kelainan. "Benar, pigmen warna dalam tubuh saya tidak senormal hal layak orang punya. Jadi kulit, rambut, dan mata saya bisa sepucat sekarang karena kadar melanin dalam tubuh saya kurang atau bisa di sebut penyakit Albino." Dengan baik hati Rudy menjelaskan keadaan tubuhnya pada Sulis yang terlihat begitu menyukai tampilan Albinisme miliknya.

Supriyadi yang duduk di sampingnya mendelikan mata kesal. Istrinya ini, kenapa malah muji-muji laki-laki yang sudah melecehkan anak gadisnya.

Tapi, sekali lagi Supriyadi meneliti penampilan Rudy yang memakai jas senolli. Dia jadi berpikir, apa iya laki-laki sekeren ini bisa mempunyai sipat tercela seperti mengintip orang yang sedang mandi? Apa di sini terjadi kesalah pahaman?

"Liya, iyeu lalaki anu ngintip maneh teh?  (Liya, ini laki-laki yang mengintipmu?)" Supriyadi berbisik di depan telinga Elli yang duduk agak menyamping dari dirinya.

"Heueuh Abah. (Iya, Abah.)" Elli balik berbisik dengan mencondongkan tubuhnya ke arah Supriyadi.

Setelah mendengar pengakuan dari anak gadisnya, emosi yang Supriyadi tahan dari tadi meledak. Dia berdiri mengeluarkan golok dari dalam bajunya dan langsung menodongkannya pada Rudy membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkesiap kaget.

"Kasep-kasep boga kalakuan goreng. Kadieu siah geulut jeung aing lamun wani! (Ganteng-ganteng punya kelakuan buruk. Sini berantem sama saya kalau berani!) "

"Tenang pak, tenang. Saya bisa menjelaskan kalau di sini itu ada kesalah pahaman saja. Jadi, tolong turunkan dulu senjata yang bapak todongkan itu." Rudy menahan dua tangannya di udara dengan telapak tangan mengarah ke arah Supriyadi.

"Jadi begini asal muasalnya saya bisa tiba-tiba ada di pemandian para warga itu."

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang