24. PANTAI SELATAN

78K 11.4K 4.6K
                                    

Kepalan tangan Sea terus dipererat hingga kulit telapak tangannya mengelupas karena kuku kuku panjang Sea menekannya.

Ivy, gadis yang tengah mengobati luka Sea itu memegang tangan Sea pelan. Hal itu membuat Sea sedikit lebih tenang dan mengendurkan kepalan tangannya.

"Maaf, gue telat manggil Pak Jerom." Ivy berucap dengan nada tenang, gadis itu memang cukup sulit dibaca.

"Sistem sekolah ini aneh banget, gue dibully nggak ada yang lerai atau gimana gitu. Gurunya buta semua!" gerutu Sea pelan.

"Emang. Di sekolah ini, semua guru cuma fokus ke akademi. Apa lagi bonyok Lika punya kedudukan tinggi di sekolah ini, makanya dia bisa bebas ngelakuin apa aja."

"Stress," umpat Sea terlihat sangat kesal. Gadis itu menoleh ke arah Ivy dan baru sadar jika Ivy kini sedang mengobati lukanya.

Sea merebut kapas di tangan Ivy, berusaha mengobati diri sendiri. "Gue bisa sendiri!"

"Sea--"

"Nggak perlu pura-pura baik, Ivy! Dari awal lo duluan yang kasar sama gue!" gertak Sea sarkas.

"Gue nggak bermaksud kaya gitu."

Ivy sedikit menunduk, atensinya beralih pada luka-luka lebam di kaki Sea. "Lo tau, gue juga punya kembaran."

Sea berhenti menempelkan kapas di sikunya yang terluka, rungunya menajam demi mendengarkan suara Ivy yang mengisi ruangan UKS sore ini.

"Mama gue juga benci sama gue, katanya gue bawa pengaruh buruk buat kembaran gue sendiri sampai dia meninggal."

Sea memutar kepalanya, menatap Ivy yang mulai bercerita. Sea tidak tahu apa maksud dan tujuan Ivy mengatakan hal itu, tetapi sepertinya ia harus mendengarkannya sampai akhir.

"Meninggal?"

"Hm, dia kenal sama seseorang lewat akun sosial media gue, setelah beberapa bulan gue baru tau kalau kembaran gue kecanduan, gue berusaha buat bawa dia ke pusat rehabilitasi, tapi kecanduannya malah makin parah."

"Lo tau? Dia meninggal karena teler, terus jatuh ke kolam." Ivy beralih menatap Sea. "Sejak saat itu gue benci sama pecandu,"

"Dan setelah tau Papa lo pecandu, gue juga mulai benci sama lo. Padahal, lo sendiri nggak salah apa-apa."

Netra Sea mengerjap samar, mendengarkan informasi Ivy sudah mampu menjelaskan segala tingkah Ivy yang cukup menyebalkan.

"Iya, lo nggak ngotak, lampiasin semuanya ke gue gitu aja," ceplos Sea.

"Maaf," ucap Ivy sekali lagi. "Gue nggak seharusnya bersikap egois kayak gitu, seseorang nggak bisa milih mereka mau terlahir di keluarga yang kayak gimana."

Ivy meletakkan kapas di atas meja, sudah selesai mengobati luka Sea. Lalu, Sea mulai mengambil perban panjang. "Lo, tau dari mana kalau Papa gue pecandu?"

"Oza, semua Anak Lavegas tau, dan karena itu lo dibully habis-habisan sama mereka."

"Jadi, gue dibully sama anak-anak Lavegas cuma gara-gara itu?"

Ivy mengedikkan bahu. "Sebenernya, itu cuma 10%. Sisanya, cuma Raga yang tau kenapa dia bisa sekeras itu sama lo."

"Manda juga ada hubungannya, kan?"

"Gue ga terlalu tau, yang pasti Manda sama Raga udah kenal sejak lama. Raga juga selalu lindungin Manda seolah dia punya janji," Ivy menggeleng. "Tapi gue ga tau yang sebenernya kayak gimana."

Sea berdiri dari brankar UKS, sembari memasang perban sendiri di tangannya. "Besok, anak-anak Rothes bakalan diserang. Mendingan lo jangan dateng ke sekolah."

RAGASEA (END)Where stories live. Discover now