33. PERI KECIL?

78.9K 11.5K 7.1K
                                    

"Cokelat tapi warna putih, mana ada yang pink lagi." Raga berkomentar, menatap gadis yang ia temui di rooftop.

Dengan bibir cemong cokelat pink, Sea menyodorkan cokelat putih yang masih baru. "Kalau pengen ya bilang aja. Kenapa? Belum pernah makan cokelat kayak gini ya?"

"Gak, Mama nggak bolehin gue makan sembarangan, apa lagi pemberian orang asing."

"Ini nggak ada racunnya. Liat! Aku juga makan."

Raga akui, dia memang sangat ingin mencicipi makanan itu. Apalagi cara makan gadis mungil di hadapannya yang terbilang sangat lahap dan menikmatinya.

"Oke," Raga beralih duduk di samping Sea, mereka sedang berada di taman dekat parkiran rumah sakit. "Dikit aja tapi."

"Serah," Sea membuka cokelat putih dan memberi cowok itu beberapa potong.

"Lagi," Raga menyodorkan tangannya untuk yang kesekian kalinya.

Sea menyipitkan mata. "Tadi katanya mau dikit aja?"

Raga menunduk lesu. "Kan ngga tau kalau enak."

"Ini, kamu makan semua aja." Sea menyodorkan sisa cokelat putih dan pink miliknya.

Raga ikut tersenyum melihat lengkung tipis di bibir gadis itu, dia mengambil cokelat putih. "Yang pink buat lo aja."

"Kenapa bisa masuk sini?" tanya Sea membuat topik pembicaraan baru.

"Ah, yaa sakit lah." Sea dan Raga sama sama menikmati cokelat di masing-masing tangan mereka.

"Sakit apa?"

Ada jeda sesaat, sebelum Raga kembali melanjutkan penjelasannya. "Katup mitral gue bocor."

"Katup metal?" ulang Sea mengerutkan keningnya.

"Emm," Raga juga bingung harus menjelaskannya seperti apa, mana paham bocah berusia sembilan tahun tentang diagnosis medis seperti itu.

"Pokoknya jantung gue aneh, kadang ada darah yang nggumpal di sini." Raga memegang dada kiri, bagian jantung yang sering kali membuatnya kesakitan.

Sea mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kenapa, kok bisa?"

Raga mengedikkan bahu. "Ga tau."

"Lo sendiri, kenapa masuk rumah sakit? Lo sakit parah ya? Gue tadi liat ada banyak barang-barang di ruangan lo, kayak udah lama banget di sini?"

"Enggak," Sea menggelang. "Aku cuma, nggak suka aja di rumah."

"Kenapa?"

"Papa sama Mama ribut terus tiap hari, capek dengerinnya."

"Tapi lo beruntung masih punya Papa, sedangkan Papa gue udah ga ada."

"Apa bedanya? Kata kakak aku, mereka juga bakalan pisah."

Laki-laki yang belum Sea ketahui namanya itu hanya mengangguk-angguk mendengar cerita singkat Sea.

Kini, suasana berubah hening. Raga fokus memakan cokelat, sementara Sea terus menatap Raga dengan teliti, kebiasaan yang ia lakukan ketika mengenal orang baru.

"Mama kamu suka mukul ya?" tanya Sea melihat tangan Raga yang memiliki lebam di sana sini.

"Iya, gitu." Raga menarik lengan seragam pasiennya turun agar lukanya tertutupi. "Tapi, yang ini masih termasuk ringan."

RAGASEA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang