32. LUKA MANDA

76.6K 10.8K 8.3K
                                    

"MANDA MAUNYA SEKARANG! NGGAK MAU TAU, POKOKNYA MANDA MAU TUNANGAN SAMA AGA SEKARANG JUGA!" Manda menghentak kakinya keras-keras.

"DIAM KAMU!" Gio ikut meninggikan intonasi bicaranya.

"PAPA KAN UDAH JANJI SAMA MANDA!" Air mata Manda berderai, namun netranya masih berani menatap sang Papa. "MANDA MAU AGA--"

PLAK! Tamparan dasyat itu berhasil mengenai kepala Manda hingga gadis itu terlempar ke lantai. Nita yang baru saja memasuki ruang kerja Gio itu segera menghampiri Manda yang terisak.

"Papa nampar Manda, Mah. Hikss, sakit--" Manda semakin terisak manakala Nita membantunya berdiri.

Nita mengajak Manda ke kamarnya, mendudukan gadis itu di bibir ranjang, lantas memeluknya hingga tangis Manda mereda.

Nita menyelipkan anak rambut Manda ke belakang telinga. "Sekarang Papa lagi banyak pikiran, Sayang."

Manda menggeleng. "Papa nampar Manda, Mah! Dia nampar Manda!"

"Itu nggak sengaja, Sayang--"

"ENGGAK!" bentak Manda menepis tangan sang Mama. "Papa udah nggak sayang lagi sama Manda!"

"Manda, jangan manja. Papa itu sayang sama kamu, tapi sekarang lagi banyak masalah, laboratoriumnya kebakaran--"

"Manda cuma pengen tunangan sama Aga, apa susahnya sih?! Kemarin Papa udah setuju, dia udah janji kan mau bilang ke Tante Sabita!"

"MANDA!" sentak Nita merasa lelah sendiri dengan tingkah putrinya.

"MANDA MAU AGA, MAH! MANDA MAU MILIKI AGA! POKOKNYA MANDA MAU AGAAAA--"

PLAK! Lagi-lagi yang Manda dapatkan hanyalah sebuah tamparan, kali ini dari Mamanya.

Rasanya begitu menyakitkan, bukan pipinya, tetapi perasaannya. Selama bertahun-tahun Nita belum pernah melakukan itu padanya, dan kini Manda semakin terisak.

"Jangan buat masalah bisa?" tanya Nita dengan nada tegas dan sedikit marah. "Mama pusing hadepin kamu, Mama puusssiiiingggg!"

"Harusnya dari awal Mama bawa Sea, bukannya kamu!" Nita mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Manda.

"Kalau nggak bisa berguna buat Mama, setidaknya jangan bikin masalah!" sentak Nita di akhir kalimat.

"Kamu tau?!" Nita memelankan ucapannya agar tidak terdengar hingga luar. "Yang bikin Mama bersandiwara kalau Papa kamu udah meninggal juga kamu sendiri!"

"Kebohongan kamu itu bikin Mama capek, selama bertahun-tahun Mama nggak bisa ketemu sama Sea karena takut ketahuan Papa!"

Manda mengerjapkan mata, kemudian menghapus jejak air mata di pipinya. "Emang itu yang Manda mau."

Sepasang mata Nita melebar, ia cukup terkejut dengan pengakuan Manda.

"Dari dulu yang Mama peduliin cuma Sea, Sea, Sea, dan Sea. Manda nggak pernah, hiks...," Manda kembali terisak.

"Manda emang ada di samping Mama, tapi pikiran Mama selalu aja Sea! Tiap kali Manda beli baju, Mama selalu nanya ini cocok nggak buat Sea, itu cocok nggak buat Sea. Sementara Manda? Mama nggak peduli!"

"Tiap kali makan, tiap kali tidur, yang ada di bayangan Mama cuma Sea. Gimana kalau seandainya Sea yang ini, gimana kalau seandainya Sea yang itu. Manda nggak pernah dianggap ada!"

"Manda sakit, Mah. Hiiiiks," Manda memukuli dadanya sendiri. "Dada Manda sakit tiap kali Mama ngomongin Sea sambil senyum,"

"Mama selalu bangga-banggain Sea! Mama selalu bilang ke Manda biar Manda bisa pinter kayak Sea! Biar Manda bisa mandiri kayak Sea! Biar Manda bisa--hikss."

RAGASEA (END)Where stories live. Discover now