12. Perdebatan Sengit

69.1K 4.7K 59
                                    

Rea sudah berdiri di depan ruang meeting lantai 2, tapi ruangan itu di tutup rapat dan sepertinya tidak ada orang di dalam. Apa Pak Kelvin hanya mengerjainya saja kali ini?

"Ini aku masuk atau enggak ya, kayaknya gak ada orang juga di dalam," gumam Rea sembari menatap ke kanan dan ke kiri.

Rea malah terus berdiri di depan ruang meeting tanpa berniat untuk melihat ke dalamnya.

"Sutt!!"

Tiba-tiba ada suara seseorang, padahal area ruang meeting ini kan sepi karena berada di pojokan dan ada lorong sepi pula. Rea panik, dia berusaha untuk menemukan sumber suara itu.

"Rea!"

Lagi-lagi apa suara, bahkan suara itu tampak memanggil namanya. Bulu kuduk Rea jadi berdiri karena hal ini, rasanya Rea ingin segara kabur saja dari tempat ini.

"Dalam hitungan ketika kamu harus kabur, Rea. Pasti tadi hantu yang manggil kamu. Ngeri banget siang bolong kayak gini ada hantu berkeliaran," gumam Rea di dalam hati.

Rea benar-benar menghitung dalam hati sekarang.

"Satu ... Dua ... Tig —"

"Rea, sini cepetan, lihat ke arah jendela!" Karena suara ini, membuat Rea belum sempat meneruskan hitungannya.

Dengan ketakutannya, Rea tetap mengikuti perintah suara itu untuk melihat ke arah jendela. Seketika Rea terlonjak kaget saat melihat wajah Pak Kelvin berada di jendela. Pak Kelvin melambaikan tangan kepadanya, menyuruh dia agar segera masuk ke dalam ruang meeting ini.

Rea menurut dan melihat ke kanan dan ke kiri, saat dirasa sudah aman maka dia langsung masuk ke dalam ruang meeting ini untuk menemui Pak Kelvin.

"Pak, kenapa manggil saya ke sini?" tanya Rea langsung, dia tidak mau basa-basi.

"Nih buat kamu." Pak Kelvin memberikan nasi bungkus untukknya.

Rea melongo, jadi dia sudah datang ke sini hanya untuk menerima nasi bungkus ini? Kenapa Pak Kelvin tidak memberikannya saja saat dia di ruangan tadi? Lagian dia tadi di ruangan juga hanya sendirian bukan, jadi tidak ada yang akan melihatnya.

"Jadi, Pak Kelvin mengajak saya mojok karena ingin memberikan nasi bungkus ini?" tanya Rea sembari mengangkat nasi bungkusnya.

Mana ruang meeting ini gelap karena lampunya tidak di hidupkan oleh Pak Kelvin lagi.

"Iya, sekaligus kita makan siang bersama. Memangnya kamu tidak senang? Kamu tidak menghargai saya yang sudah membelikan kamu nasi?" tanyanya sembari mengangkat nasi bungkus satunya lagi.

Pak Kelvin mendudukan dirinya di salah satu kursi, membiarkan Rea tetap berdiri sembari menatapnya heran. Baik juga sih sebenarnya Pak Kelvin, tapi apa iya harus banget dengan cara seperti ini?

"Kunci pintunya, Rea, takutnya nanti kalau ada orang yang masuk."

"Harus banget gitu? Lampu gak di nyalain, jendela di tutup gorden semua, sekarang pintu juga harus di kunci. Jangan bilang Pak Kelvin mau macam-macam sama saya, ya." Rea menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Lagian kalau saya mau macam-macam sama kamu juga sudah halal," ujarnya membuat Rea kalah telak.

Pak Kelvin kembali berdiri dan berjalan ke arah pintu, mengunci pintu itu dan membuat mereka berdua benar-benar berdua di ruang yang gelap ini. Hanya ada sedikit cahaya yang masuk dari celah-celah jendela yang tidak tertutup dengan gorden secara rapat. Orang pasti tahunya jika ruang meeting itu kosong, tidak ada mereka berdua di dalamnya.

"Sini duduk, jangan berdiri seperti itu." Pak Kelvin menarik tangannya dan mendudukan dia di kursi yang bersebrangan dengannya.

"Kamu tuh makan, biar gak tambah kurus." Pak Kelvin membuka nasi bungkusnya dan mulai makan.

Rea melakukan hal yang sama, lagian cacing-cacing di perutnya juga sudah berdemo sedari tadi. Mereka tidak makan pakai tangan, melainkan memakai sendok plastik.

"Makasih Pak," ujar Rea tulus.

Pak Kelvin hanya membalasnya dengan deheman saja. Mereka kembali makan bersama siang hari ini. Tidak ada percakapan yang terjaga saat mereka sedang makan seperti ini. Hingga akhirnya, acara makan mereka pun selesai. Rea rasanya ingin minum, karena tenggorokannya seret.

"Kalau mau minum, di pojokan saja itu kan ada galon," ujar Pak Kelvin seolah-olah tahu apa jalan pikiran Rea.

Benar, di ruangan ini ada galon, bahkan sudah ada pula gelasnya. Rea segera mengambil minum untuk dirinya sendiri dan juga Pak Kelvin.

"Kenapa tadi kamu gak ke kantin atau ke pantry? Kenapa kamu malah sendirian di ruangan? Padahal jelas-jelas kamu juga lapar bukan." Pak Kelvin langsung mengajukan pertanyaan kepadanya.

"Ya gak papa, saya pengen aja sendirian di ruangan," jawab Rea acuh.

"Tapi, saya juga sering lihat kamu makan sendirian di ruangan. Kenapa gak ke panty? Di sana juga banyak kok karyawan yang memakan bekal mereka. Setidaknya jika kamu ke panty maka kamu tidak kesepian. Atau beli makan di kantin, di sana pasti juga banyak karyawan yang lain, kamu bisa kenalan dengan mereka. Kamu di sini seperti tidak pernah bersosialisasi."

Perkataan Pak Kelvin menang tampak biasa, tapi tidak untuk Rea yang notabennya adalah introvet. Rasanya sakit sekali ketika mendengar perkataan Pak Kelvin barusan.

"Pak Kelvin bisa dengan mudah berkata seperti itu karena memang Pak Kelvin gampang bergaul dan bersosialisasi. Tapi tidak dengan saya, Pak, ada banyak hal yang selalu saya pikirkan ketika berusaha untuk bersosialisasi." Rea menjeda kalimatnya.

"Saya takut kalau nantinya mereka tidak bisa menerima kehadiran saya. Takut jika kalau saya di anggap sok kenal, sok akrab, atau apalah itu. Saya juga bingung harus memulai pembicaraan dan perkenalan dari mana. Takutnya mereka malah membicarakan saya di belakang karena saya tidak bisa bergaul dengan mereka. Dan masih banyak lagi ketakutan yang saya pikirkan," ujar Rea lirih.

"Itu kan hanya ketakutan kamu semata, tapi bisa saja tidak terjadi, kan." Pak Kelvin masih saja meremehkannya.

Rea tersenyum tipis menanggapinya, tidak tahu saja apa yang telah terjadi dengan dirinya di masa lalu. Pasti jika Pak Kelvin tahu dia tidak akan berbicara seperti sekarang.

"Bagi orang ekstrovert seperti Pak Kelvin, kata sosialisasi memang mudah, tapi sudah saya tekankan kalau itu sangat sulit untuk saya lakukan. Kecuali memang orang itu yang berusaha untuk akrab lebih dulu dengan saya." Rea sudah jengah dengan situasi ini, emosinya benar-benar terpancing untuk keluar.

"Rea, saya meminta kamu untuk belajar bersosialisasi agar kamu tidak kesepian nantinya. Saya tahu, dalam diri kamu sekarang ini, kalau kamu itu juga pengen bisa kayak orang lain bukan. Punya banyak teman dan gampang diterima di sekitar. Tapi kalau kamu ingin semua itu terjadi, kamu harus bisa mengupayakannya. Terkadang keluar dari zona nyaman memang harus di lakukan."

Pak Kelvin berbicara seperti itu sembari memegang tangan Rea yang berada di meja. Pak Kelvin berbicara sangat lembut kepadanya, mungkin karena takut dia tersinggung jika berbicara keras.

"Tapi sayangnya, saya sudah terlalu nyaman dengan zona ini, Pak. Terima kasih atas makannya." Rea menarik tangan Pak Kelvin dari tanganya dan dia langsung pergi dari ruang meeting ini, meninggalkan Pak Kelvin sendirian di dalam ruangan.

"Rea, padahal saya hanya ingin mengupayakan yang terbaik untuk kamu," gumam Kelvin dengan senyum lirihnya.

My Boss Is My Secret Husband [END]Where stories live. Discover now