Bagian 5

630 45 9
                                    

05

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

05. Apakah Pertemanan Ini Tulus?

“Kalian ngapain?” Pertanyaan dari adik kelas bernama Mia. Mia sebenarnya takut masuk ke dalam kelas kakak tingkatnya. Namun, mendengar suara yang tak pantas didengar, dia asal masuk, tak mempedulikan rasa takut lagi.

Seluruh pandangan anak kelas menatap Mia. Mia yang ditatap seperti itu langsung gugup dan memberanikan diri untuk bertanya kepada kakak tingkatnya dan mencoba membantu menenangkan Auberron.

“Kalian ngapain, Kak? Kok ada yang megang kepalanya seperti itu. Kalian ngebully ya?” tanya Mia. Mia melihat nama yang ada di seragam dan Mia terkejut karena orang itu adalah Auberron.

“Kak Auberron, bangun yuk! Udah aman kok.” Auberron masih memegangi kepalanya. Kepalanya sangat sakit, bahkan sekarang ia sudah tak sadarkan diri.

“Tolongin dong, Kak. Kenapa cuma pada diem aja!” Tak ada yang bergerak untuk membantu Auberron.

“Cih! Cari muka!”

“Ogah amat gue bantuin si gila.”

“Ck! Drama banget sih!”

“Dek, kalau mau cari muka jangan sama kakak kelas dong.”

“Berani banget dia!”

“Fix, habis ini dia bakalan viral seantero sekolah.”

Mia yang ingin menolong pun ikut terkena hinaan. Bukankah menolong merupakan perbuatan yang terpuji? Bukankah pula menolong tanpa harus melihat siapa orang yang akan kita tolong?

Rahman yang kebetulan lewat depan kelas Auberron dan melihat kondisi sekitar, dia menemukan Auberron yang akan diangkat oleh seorang gadis. Namun, gadis itu tak kuat mengangkat bobot tubuh Auberron.

“Sini, gue bantu.”

-A U B E R R O N-

Auberron dipapah menuju UKS. Saat sudah sampai di UKS, mia langsung mengambil minyak kayu putih untuk dioleskan ke bawah hidung Auberron.

“Ron, bangun woy!” Rahman menggoncang-goncangkan tubuh Auberron, Mia yang melihat hal itu langsung menegur Rahman. “Jangan digoncang-goncang juga kali, Kak.”

“Hehe, iya, Adik Manis.”

Mereka menunggu petugas PMR datang dan menunggu di luar saat Auberron ditangani.

“Auberron udah sadar. Kalau gitu, gue pamit ke kelas ya,” ucap anak PMR itu. Mia dan Rahman langsung masuk ke UKS.

Saat di dalam UKS, mereka menemukan Auberron tengah menatap hampa langit-langit UKS. Seperti orang yang bosan hidup.

“Ron,” panggil Rahman pada Auberron.

“Apa saya beneran gila? Kenapa kalian tetap ada disamping orang gila seperti saya?” tanya Auberron kepada Mia dan Rahman.

Rahman yang awalnya di samping Auberron memegang bahu Auberron dan berkata, “Gue sama lo kan temen. Jadi, gue bakal tetep ada di samping lo. Meskipun, lo gila,” ucap Rahman tanpa melewati tahap filtrasi.

“Kamu yakin? Apa pertemanan ini tulus?” Auberron bertanya lagi.

Of course.”

“Kalau kamu?” Auberron menghadap kepada Mia dan bertanya, “Apa kamu juga teman saya?” Mia bingung, kenapa malah menjadi seperti ini?

Sepertinya menjadi teman Auberron bukan hal yang salah, Mia mengangguk dan berucap, “Iya, Mia mau kok jadi temennya Kak Aube.”

Auberron tersenyum. Senyum itu tampak tampan di wajahnya yang penuh lebam. Mia sesaat terpesona dengan senyuman itu.

“Lo ganteng juga kalau senyum, kalau gitu, gue pesen sama lo. Tetep tersenyum dan jangan lepas senyum menawanmu itu, Kawan.” Rahman merangkul bahu Auberron meski harus sedikit menunduk karena posisi Auberron yang masih berbaring.

Meski saya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja?”

Bersambung....

👇Jangan lupa pencet bintangnya ⭐

AuberronWhere stories live. Discover now