Bagian 19

428 29 13
                                    

19. Mohon Maaf

Kondisi Arthur sangat memrihatinkan. Wajahnya banyak lebam dan luka. Arthur menyesal karena telah menyakiti Auberron. Dia akan meminta maaf pada Auberron.

Arthur mencoba berjalan walau masih tertatih. Dia menghampiri kamar Auberron dan mengetuk pintunya. “Auberron,” panggilnya.

Auberron yang tengah bergelung dibawah selimut karena cuaca dingin malam ini pun menyembulkan kepalanya untuk melihat siapa yang memanggilnya.

Auberron yang melihat wajah kakak sulungnya penuh luka pun menghampiri Arthur dan bertanya, “apa ini sakit?”

Arthur yang melihat wajah khawatir Auberron pun langsung memeluk Auberron sembari berkata, “maafkan aku, aku sungguh menyesal menyakiti hatimu.”

Auberron balik memeluk erat kakaknya. Auberron kini tersentuh karena kakak sulungnya yang pertama ia lihat bermuka datar kini mau memeluknya dan mungkin menyayanginya.

Pundak Auberron terasa basah, Arthur menangis tanpa suara. “Sudah Kak, aku sudah memaafkanmu.”

Arthur melepas pelukan yang dirasa nyanan itu lalu mengusap air mata di pipinya. Itu semua ternyata disaksikan oleh Andrew, Alex, dan Devan.

Mereka tersenyum menatap si sulung yang hatinya mulai lembut karena Auberron. Sebelumnya, bila Arthur melakukan kesalahan dan dihukum oleh ayahnya, dia tetap tak meminta maaf. Kehadiran Auberron merubah itu.

“Udah dong nangisnya, hehe,” kekeh Auberron diikuti manusia lain yang berada di tempat itu.

Mereka lantas berpeluka seperti Teletubbies. Auberron merasakan kenyamanan yang sudah lama ia impi-impikan.

***

“Makan yang banyak,” ucap Arthur sembari menambahkan makanan serta sayuran dan lauk di piring Auberron. Pipi Auberron yang menggembung karena penuh dengan makanan menjadi objek kegemasan di keluarga itu.

“Udah, Kak. Udah kenyang,” ucap Auberron setelah menelan makanannya dan menepuk-nepuk perutnya yang sedikit buncit karena kenyang.

“Habiskan yang ada di piringmu dulu, Son. Itu hanya tinggal sedikit,” ucap Devan diangguki Auberron.

Pagi ini mereka semua berkumpul di meja makan dengan pakaian dinasnya masing-masing. Hanya Auberron yang memakai pakaian rumahan. Dia akan bertanya, kapan ia akan pergi ke sekolah.

“Dad, apa aku akan sekolah lagi?”

“Ya, tapi kau harus homeschooling.” Aubrreon yang mendengar itu pun senang, tetapi jika dia sekolah di rumah, dia tidak akan memiliki teman. Benar begitu bukan?

Akan tetapi, Auberron juga masih trauma dengan sekolah di sekolah umum. Dia akan menerima homeschooling ini saja. Daripada dia dirundung saat kecemasannya terganggu.

“Terima kasih, Daddy.” Devan tersenyum dengan perkataan Auberron.

“Sama-sama,” ucap Devan sembari mengacak rambut Auberron.

Auberron senang berada di sini sekarang, setidaknya dia tidak mendapat kekerasan. Makanannya pun juga terpenuhi tanpa harus bekerja keras melakukan pekerjaan rumah. Auberron sangat bersyukur pada Tuhan, karena Tuhan-lah yang telah menempatkannya di tempat yang nyaman tanpa gangguan.

Bersambung ...

AuberronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang