Bagian 9

450 33 9
                                    

09

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

09. Hidup Untuk Menderita

"Sudah berani pulang malam ternyata. Apa kau tak tahu adab sebagai anak?" tanya Mario.

"Saya bekerja bukan bermain." Auberron menjawab dengan tenang, meskipun Auberron kesulitan menahan emosinya. Anxiety miliknya kini menyerang pada amarahnya.

Auberron takut dia tidak sapat mengendalikan emosinya dan berakhir hukuman. Saat ini pun, Auberron sudah menduga akan ada hukuman.

"Cih, bekerja? Anak umur enam belas tahun mana yang bekerja sampai larut malam?" tanya Mario dengan nada ketus.

"S-saya beneran bekerja, tidak b-bermain," ucap Auberron sembari meremas jari jemari tangannya.

Plak!

Tamparan melayang begitu ringannya. Tak ada rasa bersalah dari sang tersangka. Amarah menguasai Mario. Matanya menggelap, tak ada binar kecerahan.

"Hei! Jangan bohong kamu sama saya, kamu kira saya bisa kamu bohongi, hah?!" tanya dengan bentakan Mario.

"Saya tidak bohong. Jika Anda tidak percaya, Anda bisa bertanya kepada istri Anda, karena istri Anda lah yang meminta saya untuk bekerja. Sampai sini, masih ada yang Anda sebut saya berbohong?" ucap Auberron dengan pikiran yang berkelana, berpikir agar dapat mengenyahkan rasa cemas yang semakin mendera.

"Hm, baiklah. Sekarang, kamu masuk ke dalam gudangmu itu dan jangan lupa besok pagi, kamu harus hengkang dari rumah ini."

Apa ini? Dirinya diusir? Huh, seberapa banyak dosa Auberron sampai-sampai dia harus pergi dari rumah orang tuanya sendiri.

Auberron pun masuk ke dalam gudang dan menata beberapa pakaian yang jumlahnya tak seberapa.

-A U B E R R O N-

Pagi buta, Auberron sudah keluar dari gudangnya. Dia menemukan Mario menatap angkuh dan tiada rasa bersalah karena mengusir anak tirinya. Ibunya Milly pun tak menahan kepergiannya. Seolah-olah, kepergiannya adalah keinginan yang sangat ingin mereka realisasikan.

"Auberron pamit." Auberron hendak bersalaman kepada Milly namun urung karena tangannya langsung ditepis begitu saja.

Ibu mana yang tega kepada anaknya? Terlebih Auberron adalah anak kandungnya. Tak adakah sedikit rasa kasih sayang? Auberron juga bingung, lebih baik dia pergi.

Tanpa ada uang saku sedikit pun. Dia mengembara jalanan subuh. Hawa sejuk membangkitkan bulu kuduk. Auberron harus kemana? Coba jawab.

"Tuhan ... kenapa Engkau hidupkan aku, jika tak ada yang mau menganggap keberadaanku?" Auberron bergumam kecil.

"Apa sekarang aku harus tinggal dipelataran toko? Tak ada makanan sisa dan uang sepeser pun." Memangnya dia sanggup hidup?

"Memang hidup ini hanya untuk menderita. Tak ada rasa suka melainkan hanya duka."

-A U B E R R O N-

Hiduplah seperti yang kau inginkan sesungguhnya, kau pun akan mati bila tiba waktunya. Pertanyaannya, jika ingin hidup sesuka hati, kenapa tidak difasilitasi?

Auberron berangkat sekolah namun dengan pakaian yang belum rapi. Dia pun pergi sekolah tanpa mandi. Mau bagaimana lagi?

"Ya Tuhan ... anak siapa ini berangkat sekolah tidak rapi, tidak mandi, bau lagi." Pak Satpam sekolah memegang hidungnya.

"Maaf, Pak. Saya mau pakai seragam di sekolah saja. Tidak apa-apa kan?" tanya Auberron.

"Iya, tidak apa-apa. Asalkan itu tidak membuatmu bau badan, haha." Pak Satpam terkekeh. Auberron pamit dan segera ke kamar mandi sekolah.

"Kalau aku bisa, aku akan pergi ke surga tanpa sakaratul maut."

Bersambung....

👇Jangan lupa pencet bintangnya ⭐

AuberronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang