MGMH 42

85.9K 9.8K 1.7K
                                    

Hai pren, up lagi nih.

Gimana kabar kalian? Puasanya gimana? Masih lancar dong.

Gimana sama chapter kemarin? Apakah kalian emosi? Nangis? Kesal? Atau gimana?

Mau tau dong kalian dari daerah mana aja, coba komen, siapa tau kita satu kota gitu.

Bentar lagi ending nih, siap pisah sama Gus Maulana gak?

Kalau gak mau, nabung ya supaya bisa beli versi novelnya:)

Udah tau kan dimana MGMH terbit?

Jadi thr nanti jangan dijajanin dulu ya😌

{HAPPY READING}

🌹🌹🌹

Ditengah perjalanan menuju rumahnya, Gus Maulana berpapasan dengan Kang Adam dan Ustadz Naseh. Kang Adam yang melihat Gus Maulana dan pun langsung menghampirinya.

"Assalamu'alaikum Gus," ucap Kang Adam sambil memegang bahu Gus Maulana.

"Wa'alaikumussalam warohmatulloh," jawab pelan Gus Maulana.

"Kenapa Gus?" tanya Ustadz Naseh.

Gus Maulana hanya menggelengkan kepalanya, setelah itu ia pun kembali berjalan pulang kerumah. Kang Adam dan Ustadz Naseh hanya saling tatap, mereka sebenarnya tahu jika Gus muda mereka sedang mendapat ujian.

Kang Adam dan Ustadz Naseh pun tadi sudah berusaha membantu keringanan waktu untuk mencari bukti Gus muda mereka, tapi Kiayi Hasan tetap kekeh pada pendiriannya.

Melihat Gus Maulana yang berjalan lesu, Kang Adam pun langsung ikut membantu mencari bukti. Bukan hanya Kang Adam, Ustadz Naseh pun ikut serta membantu.

Kang Adam berjalan menuju ruang CCTV, saat ia mencari rekaman CCTV itu, sayangnya Diana sudah menghapus semuanya. Kang Adam mengacak rambutnya prustasi, ia pun menelpon Mba Zahra untuk meminta bantuan agar ikut menyelidiki kasus Diana dan Gus Maulana ini.

Setelah menelpon Mba Zahra, Kang Adam pun mengajak Ustadz Naseh untuk beristirahat. Mereka akan melanjutkan mencari bukti besok.

Sesampainya dirumah, Gus Maulana pun langsung masuk dan menutup pintu rumahnya. Gus Maulana tidak langsung masuk ke kamar, ia duduk di sofa ruang keluarga dengan tangannya yang masih memegang kotak tadi.

"Gimana kalau aku gak bisa nemuin bukti itu, sayang?" tanya lirih Gus Maulana sambil menatap foto istrinya yang ada di ponsel miliknya.

"Aku lebih rela dicambuk seribu kali, daripada aku harus menikahi perempuan itu," ucap Gus Maulana dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Aku gak pernah menyentuh dia, sayang, hiks," isak Gus Maulana pun terdengar.

Gus Maulana terus terisak dalam diamnya, ia juga memukul-mukul dadanya, berharap rasa sesak itu akan hilang. Namun semakin ia memukul dadanya, rasa sesak itu semakin menjadi.

"AARGGH," teriak Gus Maulana sambil menjambak rambutnya sendiri.

"Disaat kabar gembira akan datang, tapi kenapa masalah yang lebih dahulu menyapa?" tanya lirih Gus Maulana.

Sedangkan ditempat lain, Nazwa sudah membersihkan dirinya. Ia duduk di kasur milik Gus Maulana, ia sebenarnya khawatir dengan keadaan suaminya, namun Nazwa juga harus menenangkan dirinya terlebih dahulu.

Memang sedari tadi Gus Maulana mencoba menelponnya, namun tidak Nazwa jawab sama sekali. Karena Nazwa ingin menenangkan dirinya, jadilah Nazwa mematikan handphonenya untuk sementara agar sang suami tidak bisa menelponnya.

My Gus My Husband [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang