Bab 2 - Same Person

50.1K 4.7K 49
                                    

KIRA-kira berapa persen seseorang memiliki nama yang sama?

Di Indonesia, banyak sekali orang memiliki nama yang sama. Lingga sudah beberapa kali menemukan seseorang yang memiliki nama seperti mantan kekasihnya, entah itu nama kurir Shopee Food, anak kecil ingusan yang mengikutinya di Instagram, bahkan nama dosennya. Tetapi masalahnya, nama mantan kekasihnya memang terbilang pasaran, bahkan nama depannya sering muncul di buku mata pelajaran Bahasa Indonesia.

"Rafandra..." Lingga tak henti-hentinya menggumamkan nama yang sama sejak jam makan siang selesai.

"Eh, gak mungkin," katanya menggelengkan kepala. Kebetulan memang bukan hal aneh, tapi Lingga tidak yakin kalau kebetulan semacam itu terjadi di dunia nyata. Dulu saja ia hampir sport jantung saat melihat nama kurir Shopee Food sama persis dengan nama mantannya, membayangkan mereka akan bertemu di situasi semacam itu saja sudah membuat kepalanya pening. Untung saja yang datang pria paruh baya yang lebih cocok menjadi ayahnya.

"Sst, Des!" Lingga memanggil Dessy yang sedang berdiskusi dengan Icha mengenai periklanan produk dan impact yang mereka dapatkan dari strategi promosi tersebut.

"Ada apa, Li?" tanyanya berjalan mendekati kubikel Lingga.

"Alasan promosi produk madu premium ditunda gara-gara kursi direktur kosong, kan? Kalau tuh kursi udah diisi, kira-kira ada perombakan lagi gak ya? Gue udah stress kalau ada strategi yang diubah atau semacamnya," kata Lingga mengeluhkan bagian lain yang kemungkinan bisa terjadi.

"Pasti ada rapat buat diskusi, Li. Satu divisi udah hampir gila gegara promosi peluncuran produk baru ditunda, gue yakin mereka gak bakal setega itu. Lagian semuanya udah gak ada masalah juga kan, masalahnya cuma ditunda aja buat periklanan. Tenang aja lah," ujar Dessy ringan dan terdengar menjanjikan.

Lingga mengangguk-ngangguk. "Kapan kita bakal ketemu sama direktur marketing baru itu?" Lingga kembali bertanya. Di satu sisi, ia penasaran apakah dugaannya benar. Di satu sisi lagi, ia berharap bahwa kemungkinan itu terlalu mustahil untuk terjadi.

"Besok, hari Selasa."

***

"Berapa Banyak Nama Rafandra di Indonesia?"


Nama Rafandra tak henti-hentinya mengganggu pikiran Lingga hingga membuatnya gencar mencari informasi, sekalipun dirinya harus melakukan penelitian. Sayangnya tidak ada hasil penelusuran yang ia harapkan. Isinya sungguh mengecewakan, seperti:


"Arti Nama Bayi Rafandra"


"Ini Dia Arti Nama Rafandra yang Populer Untuk Nama Bayi Laki-Laki..."


"320 Nama Bayi Laki-laki Sansekerta, Modern dan Unik – Hot"


Lingga mendengus kesal. Apakah sekarang ia seperti memiliki waktu luang untuk mengetahui arti nama Rafandra? Oh yang benar saja. Ia menghabiskan waktu tidur berharganya demi mencari tahu hal-hal yang tidak berguna seperti ini.

Kesal karena tak kunjung menemukan jawaban, Lingga menutup laptopnya dengan kekuatan ekstra, lalu langsung mengempaskan bokongnya di kasur kosannya yang nyaman.

Sebenarnya Lingga bukan orang yang pendendam, kecuali tentang seseorang yang telah mengambil waktu berharganya sebagai anak SMA selama dua tahun. Karena orang itu, ia tidak bisa menikmati masa mudanya seperti kebanyakan remaja lainnya, dan merasa tersiksa setiap kali datang ke sekolah.

Andai kata jika orang itu tidak memulai, mungkin para senior tidak akan mengenali Lingga hingga mereka lulus.

"Rafandra..." Lingga menggumamkan nama itu dengan khidmat.

***

"Perkenalkan nama saya Rafandra Devan Alexander, mulai hari ini saya akan menggantikan Pak Yudi mengisi Direktur Marketing untuk sementara waktu. Semoga kita semua diberi kesempatan bekerja sama dengan baik. Terima kasih."

Kepala Lingga terangkat dengan perlahan, menatap seorang lelaki mengenakan kemeja berwarna putih tanpa dasi dipadu dengan jas berwarna abu-abu pekat. Ia berdiri di depan para pegawai Divisi Pemasaran untuk memberikan sepotong kalimat perkenalan sebagai tanda bahwa ia resmi menduduki kursi direktur marketing yang baru.

Semua para pegawai bertepuk tangan memberi sambutan meriah, terutama para pegawai perempuan yang tidak bisa mencegah reaksi naluriah setiap kali melihat lelaki berwajah rupawan.

Dessy yang berdiri di belakang Lingga, menepuk pelan bahu gadis itu. "Heh, Li! Keajaiban macam ini anjir? Cakep banget gila! Jauh banget sama Kiwil versi pemutih," pekik Dessy tertahan. Wajahnya sampai memerah saking antusiasnya karena bayangan mengenai wajah direktur marketing yang baru sangat diluar ekspektasi.

Lelaki di hadapan mereka ini bukan sekadar tampan, tapi juga memesona. Ia memiliki daya tarik yang luar biasa kuat. Tubuhnya jangkung dan ramping. Rambutnya berwarna hitam berpotongan rapi, matanya kecil, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis. Yang lebih menarik hati adalah penempatan tahi lalat di pinggir leher bagian kanan. Tipikal seorang lelaki yang mudah mendebarkan hati siapa pun yang melihatnya untuk pertama kali.

Tetapi Lingga masih terdiam, ia tidak bereaksi apa pun selain memandang wajah orang di depannya dengan pandangan datar. Ia tidak bisa menyanggah bahwa lelaki di depannya ini memang membuat dadanya berdebar, walaupun alasannya sangat jauh berbeda seperti para perempuan di ruangan ini.

Lelaki bernama Rafandra memutar kepalanya memandang para pegawai selagi kepala bagian HRD menjelaskan singkat informasi singkat mengenai Divisi Pemasaran, dan rencana apa yang akan mereka lakukan selama masa promosi produk baru yang tertunda. Sampai ketika pandangan Rafandra terhenti ke arah seorang gadis. Ke arah Lingga Paramitha yang juga sedang menatapnya. Namun tak lama gadis itu langsung mengalihkan tatapannya.

Rudi Hernawan yang merasa bahwa Rafandra tidak begitu mendengar perkataannya, sontak ikut memandang seseorang yang sedang ditatapnya. Sepertinya beliau ingin mengenal posisi-posisi yang berada di Divisi Pemasaran, pikir Rudi.

"Oh kalau begitu, saya perkenalkan nama-nama pegawai di Divisi Pemasaran. Ini Lingga Paramitha, Pak, dia di sini sebagai content specialist," kata Rudi sembari membaca ID card yang terpasang di leher Lingga.

Rafandra mulai menggerakkan kakinya, berjalan mendekati posisi Lingga berdiri. Hal itu membuat para perempuan di ruangan ini menjerit tertahan.

"Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, Lingga," kata Rafandra seraya mengulurkan tangannya di depan gadis itu. Ia menyunggingkan seulas senyum lebar yang membuat Lingga semakin tertekan dengan situasinya sekarang.

Lingga sadar betul bahwa semua orang tengah memusatkan perhatian kepadanya, terutama menunggu tangannya membalas uluran sang direktur marketing yang baru.

"Iya," gumam Lingga kemudian. Dengan berat hati, ia mengangkat tangan kanannya lalu menjabat tangan direktur yang terulur. "Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, Pak Rafandra," katanya setengah hati.

"Semoga," bisik Rafandra masih dalam senyum lebar yang tersungging di kedua belah bibirnya.

Lingga mengerjap-ngerjapkan matanya, sebelah tangannya yang bebas tampak meremas ujung pakaian yang ia kenakan. Ini jelas bukan pertemuan yang menyenangkan. Sama sekali tidak menyenangkan.

"Em, kalau ini Muhammad Alif, Pak. Dia di sini sebagai..." Rudi segera mengenalkan pegawai yang lain. Alhasil jabatan tangan antara Lingga dan Rafandra pun harus terlepas.

Rafandra beralih pada seorang lelaki yang berdiri di sebelah, ia memberikan senyum sopan dan menjabat tangan orang itu dengan ramah.

Tepat setelah itu, Lingga mengembuskan napasnya yang ternyata sudah ia tahan sejak Rafandra berada di hadapannya tadi. Ia tidak menyangka bahwa apa yang ia takutkan benar-benar terjadi. Oh sial...


To Be Continued...

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now