Bab 9 - Next Step

34.4K 3.1K 69
                                    

KEESOKAN harinya, Lingga datang ke kantor dengan wajah lesu, kusut, dan suram. Padahal hari ini ada rapat mengenai produk Sweet Honey, tapi semangat empat lima untuk menjatuhkan Rafandra mulai mengendur. Ia tidak bisa melakukan balas dendam sendirian seperti ini, terlalu menguras tenaga dan menguji mental. Bukannya membuat Rafandra stress, ia malah membuat dirinya sendiri makin stress.

Pagi itu kantor masih lumayan sepi, belum banyak karyawan datang. Lagipula Lingga memang datang kepagian, soalnya semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan rencana cadangan jika rencana-rencana sebelumnya tidak menciptakan hasil yang memuaskan.

Lingga memutuskan untuk pergi ke dapur untuk menyeduh secangkir teh hijau agar pikirannya tenang, kalau pikirannya tenang, pasti banyak ide-ide brilian yang berdatangan. Setelah selesai menyeduh teh, ia menghirup aroma teh itu dalam-dalam. Ia lalu menyesap tehnya perlahan sambil menghitung beberapa orang yang sudah terhasut olehnya untuk membenci Rafael, dan menghitung berapa ratus orang yang perlu ia hasut.

"Astaga, kerongkongan gue bakal seret, bibir gue doer, dan otak gue bakal konslet karena kebanyakan mikir. Susah amat hidup begini..." gumamnya lirih.

"Apa yang bisa bikin bibir kamu doer?"

Lingga tersentak saat suara itu menghancurkan tatanan lamunannya yang suram. Ia mengangkat kepala, dan melihat seorang lelaki mengenakan kemeja berwarna biru langit tanpa dasi berjalan mendekatinya. Gadis itu sedikit tercengang begitu melihat si mimpi buruk yang sangat dibencinya. Apalagi senyum sok tampannya itu, aduh, ingin rasanya Lingga merobek habis bibirnya agar tidak bisa lagi tersenyum.

"Selamat pagi, Pak Rafandra." Meskipun begitu ia harus tetap menyapa karena keterbatasan keadaan. Andaikan Rafandra bekerja sebagai bawahannya, Lingga sudah pasti akan menindas lelaki itu sampai babak belur. Ah sangat disayangkan, si berengsek itu terlahir di keluarga yang kaya.

Dahi Lingga sedikit berkerut ketika melihat Rafandra membawa kotak transparan berisi roti, dan botol madu yang tinggal setengah. Melihat dari penampilannya, sepertinya lelaki itu sering mengonsumsi madu tersebut.

"Kamu udah sarapan, Li?" tanya Rafandra seraya mengambil sendok dari rak piring yang posisinya cukup dekat dengan Lingga. Gerakan kecil itu membuat Lingga secara tak sengaja mencium bau parfum pria itu.

Wangi parfum mewah, pikirnya dalam hati. Parfum yang dipakai Rafandra sepertinya seharga satu sampai empat juta dari merek terkenal. Kira-kira berapa gaji yang ia terima sebagai direktur ya sampai sanggup membeli parfum semahal itu?

Oh astaga! Kenapa ia malah memikirkan hal yang tidak penting itu, buang-buang waktu saja. Ketimbang menebak apa merek parfum yang dipakainya, lebih baik mencari cara untuk melanjutkan pergerakan balas dendamnya yang saat ini terbilang cukup lemah.

"Udah, Pak," jawab Lingga.

"Pake apa?" Rafandra kembali bertanya. Lingga harus mati-matian menahan dirinya agar tidak mendesis sebal. Kenapa sih pria ini penasaran dengan apa yang ia makan?

"Pake nasi uduk langganan, Pak," jawabnya lagi.

"Enak ya pasti nasi uduknya, Li? Di mana itu belinya?"

Pertanyaan macam apa pula itu? Sabar, Lingga, sabar, jangan sampai tanganmu terjun bebas di pipi laki-laki itu.

"Enak dong, Pak. Belinya juga deket, di depan kosan saya," serunya semangat. "Beuh pokonya beli sepuluh rebu udah dapet nasi, bihun, gorengan, apalagi dikasih kerupuknya lumayan banyak, sampe lumer-lumer keluar piring. Gak perlu beli dua bungkus juga udah kenyang. Oh iya belum lagi teh anget tawar yang mantap jiwa, ditambah lagi nih ya Pak, gosip dari tetangga kosan sebelah yang aduhai hebohnya. Pokoknya sarapan saya asoi geboi," kata Lingga panjang lebar tanpa sempat mengambil napas. Alasan dirinya memberikan jawaban lengkap agar Rafandra berhenti mengganggunya dengan pertanyaan-pertanyaan tidak berguna. Memangnya apa niatnya ingin tahu nasi uduk yang dimakannya enak atau tidak? Membuat suasana paginya buruk saja. Oh Tuhan, lelaki itu selalu saja membuat Lingga jengkel setengah mati.

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now