Bab 35 - Resolving conflicts

31K 3.3K 81
                                    

TAK terasa hari sudah senja saat Rafandra terbangun dari tidur singkatnya. Setelah memakan bubur yang dibelikan Lingga untuknya, ia pun langsung minum obat lalu tertidur. Pria itu sempat meminta Lingga agar jangan pulang dulu, tapi menyadari apartemennya begitu sunyi dan sepi ketika dirinya terbangun, sepertinya gadis itu sudah pulang.

Rafandra mengubah posisinya menjadi duduk di atas ranjang dan memandang ke depannya dengan tatapan kosong. Kenapa disaat dirinya memiliki banyak kesempatan menghabiskan waktu bersama Lingga, ia malah dalam keadaan yang tidak berdaya. Rafandra bahkan tidak bisa menahan kantuknya meski sebentar saja. Ah, dasar pria lemah.

Perlahan pria itu mulai bangkit berdiri dan berjalan dengan langkah diseret-seret menuju dapur. Namun dalam perjalanan menuju dapur, langkahnya kontan terhenti saat matanya menangkap sosok yang sangat dikenal tengah berdiri di balkon apartemennya.

Lingga belum pulang? Bagaimana bisa?

Ekspresi wajah Rafandra berubah sumringah, ia pun cepat-cepat berjalan mendekati gadis itu.

"Kamu belum pulang?" tanya Rafandra tanpa basa-basi. Lingga agak terlonjak mendengar teguran itu. Ia menoleh ke belakang dengan mata yang mengerjap-ngerjap bingung.

"Kamu udah bangun? Gimana? Badan udah enakan?" Bukannya menjawab pertanyaan Rafandra, Lingga justru mengkhawatiran keadaan laki-laki itu.

"Agak mendingan, cuma masih sedikit pusing," kata Rafandra beralasan. Kalau ia bilang bahwa dirinya sudah sembuh, Lingga pasti ingin cepat-cepat pulang.

"Ooh gitu," gumam Lingga mengangguk-ngangguk. "Kayaknya kamu perlu banyak istirahat," katanya.

"Kamu lagi liat apa?" tanya Rafandra mengalihkan pembicaraan.

"Langit," sahut Lingga sambil menunjuk warna langit yang mulai berubah oranye. Cuaca hari ini sedang bagus, mereka berdua bahkan bisa merasakan angin sore yang terasa sejuk menyentuh kulit wajahnya.

Rafandra mengikuti arah pandang Lingga, namun secara tak sengaja matanya menangkap sesuatu yang lain. Pria itu melihat papan iklan LED berukuran besar yang kadang memperlihatkan iklan-iklan film, iklan makanan, dan sebagainya. Tepat saat itu juga Rafandra melihat sebuah iklan film yang dibintangi aktor tampan. Siapa pun pasti mengenalnya, meskipun sepertinya Lingga mengenal aktor itu dengan cara yang berbeda.

"Li, apa kamu punya ketakutan tentang sesuatu?" tanya Rafandra memecah keheningan di antara mereka berdua.

Lingga menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga. "Punya," sahutnya.

"Apa itu?"

Gadis itu terdiam sejenak. "Jadi pusat perhatian," jawabnya lagi.

"Tsk, aneh banget. Pekerjaan kamu sebagai content specialist tapi gak suka jadi pusat perhatian. Gimana caranya kamu bisa ngelawan rasa takut itu?"

Lingga mengangkat bahunya acuh tak acuh, pandangannya masih fokus ke depan. "Jadi pusat perhatian karena promosiin produk, sama jadi pusat perhatian karena diri sendiri, itu beda. Mungkin itu sebabnya aku lebih suka nyeritain cerita orang lain ketimbang cerita aku sendiri. Aku ngerasa orang lain punya cerita yang lebih baik daripada aku," ujarnya.

Rafandra tersenyum kecil. "Ooh itu sebabnya Bu Fifi bilang kalau kamu itu tukang gosip," komentarnya.

Kepala Lingga kontan menoleh cepat ke arah Rafandra. "Bu Fifi bilang aku tukang gosip?"

"Kayaknya bukan cuma Bu Fifi doang deh, tapi semua karyawan di Xavier mikir kayak gitu. Katanya kamu itu dikenal sebagai biang gosip paling ngetop. Apa kamu tau kagetnya aku pas denger itu? Orang pendiem kayak kamu tiba-tiba jadi tukang gosip," balasnya.

Spring Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang