Bab 24 - Karma Does Exist

31.6K 2.9K 91
                                    

MUNGKIN kemarin Lingga tidak bisa benar-benar menikmati keindahan Jepang karena tragedi 'salah merangkul lengan' yang dilakukannya di bandara, tapi tentu itu tidak akan terjadi pagi ini.

Entah sudah berapa Lingga berdecak kagum melihat interior hotel tempat mereka menginap, apalagi pelayanannya juga sangat baik. Sudah lama sekali Lingga ingin seperti orang-orang Jepang yang suka membungkuk sopan kepada sesama. Rasanya benar-benar berada di tempat yang berbeda, walaupun memang benar adanya.

Setelah semua karyawan selesai sarapan, tour guide perempuan yang memiliki nama Chan membagikan jadwal untuk perjalanan mereka selama di Jepang.

Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah Shinjuku Gyoen Park karena jaraknya yang tidak begitu jauh dari hotel mereka menginap. Untung saja Lingga sudah membawa kamera, jadi ia bisa mengabadikan setiap detik momen-momen dirinya menghirup udara Tokyo, Jepang.

"Woah, bener-bener indah banget," gumam Lingga sambil melihat keluar jendela bus mini yang mengantar mereka menuju Gyoen Park.

Rafandra menoleh ke arah Lingga yang daritadi fokus merekam, dan mengambil foto pemandangan Tokyo dari kamera yang dibawanya. Gadis itu sangat terlihat bahagia.

"Bapak pernah ke Jepang sebelumnya?" Rafandra menoleh ke sampingnya, tepatnya kepada Icha yang kebetulan duduk di sebelahnya.

"Belum," jawab Rafandra dalam senyum.

"Tapi pernah jalan-jalan ke luar negeri?" tanya Icha lagi.

"Pernah, dulu sama keluarga pernah ke Singapura sama Thailand," balas Rafandra.

"Ooh. Gak pernah jalan-jalan sama pacar gitu, Pak?"

Rafandra tersenyum lalu menggelengkan kepala. "Saya udah lama gak punya pacar," katanya.

Icha memekik kaget. "Lho, bukannya waktu acara seminar itu Bapak bilang punya cewek yang disuka?"

"Punya cewek yang disuka, belum tentu bisa jadi pacar lho, Bu Icha."

"Iya sih, Pak. Tapi kenapa Bapak gak pacaran sama dia?" tanya Icha penasaran. Perempuan mana pula yang berani-beraninya menolak pria setampan ini?

Rafandra mengangkat bahunya. "Gak tau, tuh. Menurut Bu Icha, cewek tuh suka cowok-cowok yang kayak gimana sih?"

"Tergantung ceweknya, Pak. Ada yang suka cowok act of service, physical touch, dan yang lain-lain. Tapi sih kebanyakan cewek suka sama cowok yang peka," jelas Icha.

"Pekanya yang kayak gimana? Saya ngerasa cowok yang peka kok. Terus kenapa dia tetep gak suka sama saya?"

Icha menggaruk tengkuk belakangnya tampak berpikir. "Mungkin Bapak gak sepeka itu? Maksud saya, mungkin Bapak itu kurang bisa baca situasi. Siapa tau Bapak terlalu suka maksain kehendak Bapak sendiri, misalnya si ceweknya lagi gak mau diganggu, tapi Bapak ganggu terus. Jadi ceweknya ilfeel deh," balas Icha yang seketika membuat Rafandra termenung di tempatnya.

"Kayaknya saya emang cukup sering ganggu dia sih," gumam Rafandra membenarkan. Rafandra memusatkan pandangannya pada Icha. "Jadi menurut kamu, saya perlu ngapain ya?"

"Bersikap biasa aja, Pak. Coba deh jangan terlalu nunjukin kalau Bapak ngebet banget sama dia. Tanya-tanya hal biasa, deketin sewajarnya, pokoknya bikin dia nyaman sama Bapak. Kalau dia udah nyaman, percaya deh, dapetin hatinya juga bakal jauh lebih gampang," ujar Icha yang terdengar sangat meyakinkan di telinga Rafandra.

"Makasih banget atas sarannya ya, Bu Icha. Saya sangat respect," kata Rafandra memuji. Icha mengibaskan tangannya malu-malu.

"Ah, biasa aja itu," sahutnya tersipu. Beberapa detik kemudian, senyum Icha menghilang tergantikan dengan kerutan di dahi. Kok dia jadi membantu Rafandra mendekati gadis lain sih?

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now