Bab 7 - Rafandra The Bastard

41.1K 3.8K 93
                                    

"LI, lo hari ini kenapa dah?"

Lingga menoleh ke sampingnya sambil mendekap tablet di dada. Ia tersenyum selugu mungkin di depan Dessy, seolah tidak paham maksud dari pertanyaan teman kantornya tersebut. Mereka berdua kini tengah berdiri di depan lift, menunggu pintunya terbuka.

"Gue kenapa?" tanyanya tidak paham.

"Lo serem," cetus Dessy jujur. "Gue tau lo orangnya suka bacot, cuma masalahnya tadi lo bacotnya di depan direktur baru kita. Mana semangat banget lagi," lanjutnya menggelengkan kepalanya, merinding jika mengingat keberanian Lingga saat rapat tadi.

"Masa sih?" Lingga belaga tidak sadar. "Perasaan biasa aja tuh," sahutnya sambil lalu.

Dessy berdecak tidak percaya. "Biasa aja? Di saat semua orang satu divisi tegang setengah mati?" pekiknya.

"Kok mereka tegang? Emang gue kenapa?" Lagi-lagi Lingga bersikap santai seakan-akan ia memang tidak melakukan kesalahan selama rapat berlangsung.

"Li, kenapa ya gue liatnya kayak lo gak suka sama Pak Rafandra dari pertama kali dia dateng ke kantor kita? Jujur aja, gue jarang liat lo begini. Apa sih yang buat lo gak suka sama dia?"

Lingga menunjuk dirinya sendiri. "Gue gak suka sama Pak Rafandra? Gak ah, gue gak ngerasa begitu. Gue cuma males aja kerja sama orang baru yang minim pengalaman, dan ngandelin koneksi doang. Mereka itu cenderung idealis, karena gak terbiasa terjun ke lapangan langsung," jawabnya sama sekali tidak menjawab pertanyaan di benak Dessy. Kalau alasannya begitu, apa bedanya dengan Icha yang baru masuk divisi mereka? Lingga tidak terlihat membenci Icha yang 'minim' pengalaman.

Sayangnya Dessy tidak bisa membalas ucapan Lingga lagi karena teman-teman kantornya mulai berjalan menuju ke arah lift, salah satunya sang Direktur Marketing yang tampak mengobrol dengan Tari.

Rafandra menghentikan langkahnya tepat di belakang Lingga. "Ini udah jam makan siang, kalian mau langsung pergi ke kantin?" tanya pria itu kepada para bawahannya.

"Iya, Pak. Kayaknya kita mau langsung ke kantin, soalnya udah laper banget," jawab Dessy sembari menepuk perutnya pelan.

"Kalau gitu, saya boleh gabung lagi gak sama kalian?" kata Rafandra menawarkan diri. Kontan para pegawai perempuan yang mendengar itu berseru girang, kecuali para pegawai laki-laki yang saling melirik dengan tatapan tidak suka.

Rafandra menoleh ke belakang. "Kalian juga, ayo ikutan. Kita makan siang bareng-bareng," ajaknya pada pegawai laki-laki.

"Oh iya, Pak. Siap, siap!" ujar mereka lugas. Kalau atasan sudah berkata begitu, mau tak mau mereka harus menurut, bukan? Kekuatan kekuasaan memang tidak main-main.

Arah pandang Rafandra teralih pada Lingga yang masih setia berdiri di depan pintu lift tanpa sama sekali menoleh ke arahnya. Mulutnya gatal ingin menegur gadis itu, tapi ia tidak mungkin melakukannya ketika semua mata sedang memandanginya saat ini. Karena Lingga pasti tidak menyukainya.

Tak lama terdengar bunyi dentingan halus tanda pintu lift terbuka. Lingga nyaris mengumpat ketika melihat lift cukup ramai, situasi yang paling membuatnya malas. Baru saja ia hendak menyuruh orang yang di belakangnya masuk lebih dulu, namun tidak jadi begitu tahu yang berdiri di belakangnya adalah Rafandra.

"Li, ngapain lo? Ayo masuk," titah Dessy pada Lingga.

Lingga berdecak kesal, lalu ia pun berjalan lebih dulu untuk masuk ke dalam lift, sedangkan Rafandra mengikutinya dari belakang. Karena ruang lift tidak cukup untuk menampung semua tim pemasaran, alhasil yang berhasil masuk hanya Lingga, Rafandra, Dessy, dan Tari. Sisanya harus menunggu. Dan yang lebih sialnya lagi, ia harus berdiri berdempetan dengan Rafandra Devan Alexander. Penyiksaan macam apa ini?

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now