Bab 28 - Dating

32.9K 3K 56
                                    

SESUAI dengan apa yang dikatakan Rafandra di Whatsapp, ada taksi yang menunggu dirinya di depan hotel. Sopir taksi itu berkata bahwa seorang lelaki bernama Rafandra menyewa taksi ini untuk menjemput gadis yang bernama Lingga. Meskipun agak ragu, Lingga memutuskan untuk tetap menaiki taksi tersebut.

Lingga sudah bersusah payah meninggalkan kamar hotel agar tidak menimbulkan kecurigaan teman-temannya, ia beralasan bahwa dirinya ingin jalan-jalan sendiri. Awalnya Dessy ingin ikut dengannya, tapi setelah Lingga menjelaskan panjang lebar bahwa ia ingin menikmati malam di Jepang sendirian, akhirnya Dessy pun tidak mendesaknya lagi.

Kalau boleh dibilang, Jepang itu sangat indah. Entah itu pagi, siang, maupun malam. Lingga ingin berada di tempat ini agak lebih lama.

"Wah, itu bianglala," gumam Lingga begitu pandangan matanya menangkap sebuah bianglala yang berbentuk seperti permata dan bunga. Lampu berbagai macam warna juga tampak membuat bianglala itu terlihat dua kali lipat sangat indah.

Tiba-tiba saja taksi yang ditumpanginya berhenti di depan dekat Kasai Rinkai Park.

"Stop here?" tanya Lingga pada sopir taksi itu. Sang sopir taksi mengangguk sebagai jawaban. Lingga baru menyadari bahwa dirinya belum membayar taksi tersebut.

"How much?" tanyanya.

Sopir taksi itu rupanya tidak begitu fasih berbahasa Inggris, ia hanya mengibas-ngibaskan tangannya sambil berkata, "Your friend already... already em... paid, yes paid," katanya.

"Oh okay, thank you."

Lingga keluar dari taksi tersebut, ia menoleh ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan Rafandra. Ia mengambil ponselnya dari tas selempang yang ia pakai berniat menghubungi Rafandra.

"Kamu udah sampe? Ayo kita masuk ke dalem." Entah muncul dari arah mana, Rafandra tiba-tiba datang dan langsung menggenggam tangannya.

"Pak saya—" Lingga tidak sempat melanjutkan perkataannya karena agak susah payah menyamakan langkahnya dengan Rafandra. Ia bahkan tidak bisa melepaskan tangannya digenggam seenaknya oleh Rafandra.

"Katanya kalau ke Jepang selain ngeliat bunga sakura, kita juga harus naik bianglala," ucap Rafandra pada Lingga. Pria itu melepaskan genggaman tangan Lingga sebentar untuk membeli tiket bianglala, lalu tak lama ia pun kembali menggenggam tangan Lingga.

Gadis itu menatap genggaman tangan itu sambil berpikir bagaimana caranya ia melepaskan tangannya. Kenapa pula Rafandra harus menggenggam tangannya seperti itu? Mereka kan bukan pasangan. Apa jangan-jangan laki-laki itu sudah berpikir mereka pasangan sekarang? Oh tidak! Ia harus segera menjelaskan kepada Rafandra mengenai 'kesalahpahaman' kemarin malam.

Rafandra dan Lingga ikut mengantri menaiki bianglala, anehnya malam itu tidak begitu banyak pengunjung. Padahal masih pukul tujuh malam.

"Arigatou." Rafandra membungkuk kepada penjaga yang membukakan pintu bianglala untuk mereka. Lingga merasa genggaman tangan Rafandra makin erat begitu pria itu membimbing dirinya memasuki bianglala tersebut.

"Oh? Kok langsung ditutup? Kayaknya di belakang kita masih ada orang," kata Lingga bingung. Sebelumnya ia melihat satu kapsul bisa dimasuki lima sampai enam orang, lalu kenapa pas bagian mereka hanya dirinya dan Rafandra saja.

"Aku beli enam tiket," sahut Rafandra ringan.

"Hah?"

"Aku beli enam tiket supaya bisa berdua aja di sini sama kamu," ulang Rafandra menambahkan.

Dada Lingga berdebar keras mendengar perkataan itu, ia semakin waswas. Jadi hanya ada mereka berdua di sini?

"Emang kita bisa begitu?" Lingga bertanya dengan nada pelan namun pandangannya ke arah lain, ia tidak sanggup melihat mata pria itu secara langsung.

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now