Bab 16 - Proposal

30.2K 3.3K 280
                                    

"RAFANDRA bilang sama gue, katanya dia suka sama lo."

Lingga berusaha keras untuk tidak berpikir seperti itu ketika dirinya begitu banyak menerima bantuan dari Rafandra. Ia terus-menerus meyakinkan diri sendiri kalau Rafandra bersikap baiknya karena Lingga memiliki hubungan dekat dengan Dewi. Tapi kenapa tiba-tiba Dewi mengatakan hal itu?

"Dia suka sama gue?" tanya Lingga dengan dada berdebar-debar. Ia merasa tidak enak mendengar pernyataan itu dari mulut Dewi, disaat gadis itu sangat menyukai Rafandra.

Dewi tersenyum pada Lingga seolah-olah itu bukan masalah besar. "Iya, dia bilang sama gue di kelas. Katanya juga dia mau minta nomor hape lo, kalau boleh," kata Dewi tidak terlihat sakit hati atau semacamnya.

"Jangan kasih nomor gue sama dia," sahut Lingga menolak.

"Kenapa?"

Lingga mendesah kasar. "Pertama, gue gak suka sama dia. Kedua, dia cowok yang lo suka. Udah pernah gue bilang, kan? Gue gak bakal ngambil cowok punya temen gue sendiri. Gak ada begitu-begituan," cetus Lingga emosi.

"Yaaa kalau dia suka sama lo, gakpapa, Li. Gue dukung kok lo sama Rafandra," sahut Dewi riang.

"Kalau gue gak suka?" tanya Lingga sangsi. "Udahlah, jangan bahas kek gini lagi. Gue gak peduli dia suka atau kagak sama gue," ujarnya ingin berhenti membahas persoalan Rafandra. Dewi menganggukan kepala, ia pun akhirnya berhenti membahas mengenai Rafandra kepada Lingga.

Dua minggu bersekolah di sana, Lingga mengetahui kalau Dewi tidak berbohong saat mengatakan bahwa dirinya berteman dengan geng penguasa sekolah. Itu pertama kalinya ia melihat Dewi sebagai sosok berbeda dari Dewi yang ia kenal di rumah. Gadis itu terlihat disegani banyak orang, dan paling ditakuti oleh adik-adik kelas.

Sudah dua kali Lingga menonton pertunjukan aksi labrak-melabrak yang dilakukan Dewi bersama teman-temannya. Target yang menjadi korban biasanya perempuan yang memiliki wajah yang cantik, atau yang tidak bersikap sopan kepada mereka. Lingga tidak menampik aksi jagoan seperti itu pasti terjadi di setiap sekolah, karena ia juga melihat hal yang sama saat SMP. Selama dirinya bukan salah satu korban, selama dirinya bersikap sopan kepada kakak kelas, ia akan baik-baik saja. Tapi ternyata tidak begitu.

Hari itu Lingga berjalan menuju gerbang sekolah bersama teman-teman satu kelasnya. Seseorang dari lantai atas berteriak dengan lantang.

"Heh jablai!" serunya entah kepada siapa. Lingga dan teman-temannya menoleh ke atas, ia melihat perempuan berwajah cantik bernama Nemi tengah melihat ke bawah. Gadis berkulit putih langsat itu salah satu teman Dewi, ketua geng penguasa sekolah.

Lingga dan teman-temannya menoleh ke lain arah, mencoba mencari siapa target yang dibilang 'jablai' oleh Nemi. Karena terlalu banyak orang yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah, Lingga tidak bisa menebak Nemi menunjukkan perkataan itu kepada siapa. Ia pun berusaha mengabaikannya.

Tindakan-tindakan kecil yang dilakukan Nemi mulai menunjukkan kejelasan hari demi hari. Gadis itu sering berteriak hal demikian setiap Lingga masuk ke dalam gerbang sekolah maupun keluar. Ia mulai berpikir, apakah ia pernah secara tidak sengaja melakukan kesalahan pada Nemi? Sejujurnya ia mulai ketakutan, namun ia yakin bahwa itu tidak mungkin karena ia percaya Dewi akan melindunginya. Mereka tidak akan menganggunya selama Dewi bersamanya.

Sampai saatnya waktu mengerikan itu datang dalam hidupnya. Nemi dan teman-temannya menyuruhnya keluar dari kelas ketika jam istirahat. Salah satu dari teman-temannya itu adalah Dewi.

"Ak-ku salah apa ya, Kak?" Lingga bertanya dengan terbata-bata pada Nemi dan teman-temannya. Dua belas orang perempuan penguasa di sekolah ini berdiri di depannya dan menatapnya dari atas sampai bawah. Anggota ketiga belas yaitu Dewi, ia malah berdiri di sampingnya sambil menyentuh bahunya. Entah apa maksudnya melakukan itu disaat ia membiarkan teman-temannya menghabisi Lingga seperti makhluk mengerikan.

Spring Romance (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora