Bab 20 - If not Me, Then Who?

28.1K 2.9K 61
                                    

AWALNYA Rafandra tidak menyangka kalau Lingga akan mengiyakan tawarannya. Namun melihat gadis itu duduk di hadapannya sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sendiri, Rafandra tahu bahwa ia tidak bermimpi. Gadis itu benar-benar sedang memakan makanan yang ia beli, dan menyantapnya bersama.

"Kata Bu Fifi, calon karyawan yang bakal gantiin kamu mau dateng besok." Rafandra membuka pembicaraan dengan ringan, seolah-olah Lingga akan senang mendengar kabar itu.

Mereka berdua tengah duduk kursi di ruangan Rafandra yang biasanya dipergunakan pria itu untuk berdiskusi dengan karyawannya. Bahkan di sebelah kiri terdapat papan tulis putih yang masih terdapat tulisan-tulisan yang belum dihapus.

Lingga menatap Rafandra dengan mulut sedikit terbuka, tapi ia cepat-cepat menutup mulutnya dan mencoba memusatkan pandangannya pada makanan di depan mata.

Karena tidak mendapatkan respons apa pun dari mulut Lingga, Rafandra mengangkat kepalanya.

"Kok gak jawab apa-apa?" tanyanya.

"Emang harus jawab apa? Kalau dia mau datang, ya datang aja. Emang dia raja yang harus disambut dengan suka cita," sahut Lingga acuh tak acuh. Rafanda yang melihat respons itu hanya terkekeh kecil tanpa suara.

"Kenapa ketawa?" Lingga menautkan sebelah alisnya heran. Pria ini kenapa sih suka senyum-senyum dan ketawa tidak jelas? Kepribadiannya aneh sekali.

Rafandra menggelengkan kepala. "Emang gak boleh ketawa?" sahutnya. Lingga menatap Rafandra dengan menyipitkan mata, jelas-jelas pria menyebalkan ini menertawakannya.

"Boleh, tapi harus ada alasannya," balas Lingga.

"Kamu," jawab Rafandra langsung.

"Hah?"

"Kamu itu lucu, makanya aku suka ketawa," jelas Rafandra dengan nada suara sungguh-sungguh.

Lingga terdiam dengan tanggapan Rafandra yang tiba-tiba itu, tapi kemudian ia mendengus pelan dan kembali melahap makanannya. Bisa-bisanya Rafandra memakai gombalan yang suka dipakai jamet-jamet.

"Apaan sih," gumam Lingga.

"Apaan sih," gumam Rafandra ikut meniru nada suara Lingga.

"Gak lucu!" sentak Lingga sebal.

"Lucu kok," balas Rafandra tidak mau kalah. Lingga memutar bola matanya sebal namun memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa lagi, atau jika tidak pria di depannya ini malah semakin menjadi-jadi meledeknya.

Hening sejenak, namun Rafandra sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari Lingga, sampai ketika...

"Tipe cowok yang kamu suka itu kayak gimana sih, Li?" Pertanyaan yang dilayangkan secara tiba-tiba itu hampir membuat Lingga tersedak. Gadis itu mengangkat kepala sembari masih mengunyah makanannya dengan pelan.

"Ini di kantor lho Pak, gak boleh nanya-nanya hal pribadi," ujar Lingga enggan menjawab.

"Kan udah di luar jam kerja, berarti boleh dong aku nanya-nanya hal pribadi," kata Rafandra seraya mengangkat bahunya.

Lingga sebenarnya sudah punya jawaban pasti untuk pertanyaan si Rafandra, bahwa tentu saja tipe idealnya bukan pria itu. Namun ia tidak berani mengatakannya karena situasinya yang tidak memungkinkan.

"Kita kan bertemen. Bukannya temen boleh nanya-nanya hal pribadi kayak gitu?" Rafandra melanjutkan ucapannya karena tidak melihat tanda-tanda Lingga akan menjawab pertanyaannya.

Gadis itu menghela napas, pria itu sungguh tidak mau berhenti mencecarnya. Memangnya kalau Lingga jawab, pria itu akan langsung mendapatkan uang satu koper apa? Pemaksaan sekali.

Spring Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang