Bab 13 - Almost Kill Someone

29.8K 2.9K 81
                                    

SATU per satu pegawai yang menumpang di mobil Rafandra turun begitu sampai di persimpangan jalan dekat rumahnya, hingga kini hanya menyisahkan Fifi dan Lingga di dalam mobil.

"Pak, saya berhenti di sini aja," kata Fifi tiba-tiba. Rafandra pun meminggirkan mobilnya ke bahu Jalan.

"Lho, bukannya kata Bu Fifi rumahnya belok pertigaan sana?" tanya Rafandra bingung.

"Iya, Pak, tapi tadi saya liat ada penjual martabak yang masih buka. Saya mau beliin buat Mama saya, sekalian buat sarapan besok," katanya menjelaskan.

"Oh kalau gitu saya tungguin aja," kata Rafandra tanpa berpikir. Fifi pun segera menoleh ke arah Lingga yang duduk di kursi belakang, hal itu langsung membuat Rafandra tersadar.

Lingga yang menyadari kalau keberadaan dirinya di mobil ini menjadi masalah langsung berkata, "Kalau Bu Fifi mau beli martabak dulu gakpapa kok, saya bisa nunggu," ujarnya cepat-cepat.

Fifi menggelengkan kepala. "Mbak Lingga pasti udah capek banget, kalau nunggu saya beli martabak pasti lama lagi. Jadi gakpapa saya turun di sini aja," katanya bersikukuh. Sebelum Rafandra dan Lingga kembali berbicara, Fifi sudah lebih dulu keluar dari mobil.

"Sampai nanti di kantor ya, Pak, Mbak. Terima kasih atas tumpangannya," ujarnya lagi.

"Iya, Bu Fifi. Nanti pulangnya hati-hati ya," seru Rafandra agak merasa tidak enak. Fifi melambaikan tangannya sebelum akhirnya ia berjalan untuk menyeberang menuju penjual martabak itu berada.

Sejenak di dalam mobil itu tampak hening. Kini hanya tinggal mereka berdua.

"Aku kayak sopir taksi online ya jadinya?" kata Rafandra berusaha menutupi rasa gugupnya dengan candaan. Sayangnya candaan yang dilontarkan Rafandra langsung disalahartikan oleh Lingga. Gadis itu mengira kalau Rafandra tidak mau Lingga duduk di belakang seperti majikan, sedangkan Rafandra berperan sebagai sopir pribadi. Lebai banget, gerutu Lingga dalam hati.

Tanpa mengatakan apa-apa, Lingga membuka pintu mobil tersebut kemudian mengubah posisi duduknya menjadi di samping Rafandra.

"Udah gak kayak sopir taksi online kan, Pak?" tanyanya setengah menyindir.

Rafandra menyeringai lucu, namun ia memilih untuk tidak berkomentar banyak. Lagi pula ia memang ingin Lingga duduk di samping kemudinya.

Laki-laki itu pun mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang terbilang pelan, berbeda dari sebelumnya yang kecepatannya cukup normal.

"Kamu mau dengerin lagu, Li?" Rafandra memecahkan keheningan di dalam mobil itu dengan menawarkan media player miliknya. Panggilan profesional yang biasa dilakukannya seketika luntur saat hanya ada dirinya dan Lingga.

"Terserah Bapak aja," gumam Lingga acuh tak acuh. Ia memilih fokus melihat jalan raya, ketimbang mengobrol dengan si berengsek Rafandra.

"Oke." Rafandra menyalakan media player miliknya, ia menyetel sebuah lagu yang dari dulu tidak pernah bosan ia dengarkan.

Lagu berjudul Creep dari penyanyi Radiohead mengalun lembut. Lingga sedikit tersentak, kepalanya bergerak ke arah Rafandra yang tampak menikmati alunan lagu tersebut.

"Aku masih inget dulu kamu nyanyiin lagu ini pas MOS," kata Rafandra pada Lingga. Spontan gadis itu memutar bola matanya.

"Oh iya? Kok saya gak inget ya," kata Lingga sambil lalu. Ia tidak mau terlihat terpengaruh hanya karena Rafandra berniat menyentuh cerita masa-masa dahulu yang tidak ingin Lingga ingat lagi.

Rafandra tersenyum sedih. "Kamu keliatan cantik hari itu," bisik Rafandra yang lebih seperti bicara kepada dirinya sendiri. Ia masih ingat saat ia menjadi anggota OSIS kala itu disuruh mengurus kelas 10-3, kelas Lingga. Gadis itu selalu tersenyum kepada semua orang, selalu menunduk jika ada yang bicara padanya karena ia tidak berani menatap mata lawan jenisnya. Lingga juga selalu hati-hati dengan apa yang hendak ia ucapkan, ia tidak mau ucapannya sampai menyinggung seseorang. Meskipun mereka dulu tidak memiliki kesempatan untuk jauh lebih dekat, entah mengapa Rafandra merasa sudah mengenal gadis itu setengah hidupnya.

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now