Bab 32 - Date

26.8K 2.6K 96
                                    

SAAT kita jatuh cinta, kita memikirkan masa depan. Saat kita bahagia, kita juga memikirkan masa depan. Apalagi saat sedih, kita juga tetap memikirkan keindahan masa depan untuk sekadar menghibur diri sendiri.

Itulah yang sering dilakukan Lingga.

Ketika Arsena datang ke dalam hidupnya, Lingga merasa bisa melupakan masa lalu dan fokus pada masa depan mereka berdua. Tapi terkadang manusia itu menjengkelkan, bukan? Mereka merasa menjadi manusia paling terluka, dan mengabaikan apa yang dirasakan orang lain. Sepertinya itu yang Lingga lakukan kepada Arsena. Ia lebih mementingkan rasa sakit yang sudah berlalu, kemudian meninggalkan pria itu serta angan-angan masa depan mereka berdua.

Lingga mencoba menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskannya dengan tersedat-sedat. Kepala gadis itu mendongak menatap langit-langit kamarnya. Sudah jam tiga pagi, namun gadis itu masih belum bisa tidur. Sesekali ia akan membuka ponselnya untuk melihat artikel berita maupun melihat akun Instagram Arsena.

Tidak seperti saat bersamanya, hubungan percintaan kali ini mendapat banyak dukungan dari banyak orang. Pria itu mendapatkan banyak ucapan selamat di kolom komentar Instagramnya, begitu pun dengan Instagram Eliza. Hubungan dua orang itu direstui oleh banyak orang.

Bukankah sungguh dramatis kisah ini? Andaikan dulu Lingga tidak mementingkan ego, mungkin hatinya tidak akan sesakit ini dan Arsena kemungkinan tidak bertemu perempuan lain yang menarik baginya.

Dan pada akhirnya, satu-satunya orang yang hidupnya berantakan tetap Lingga Paramitha. Gadis itu tidak bahagia seperti yang ia bayangkan ketika meninggalkan Arsena. Gadis itu justru banyak mendapatkan banyak masalah karena penyakit hatinya sendiri. Entah itu hampir membunuh Rafandra, hampir tidak punya pekerjaan, menjadi olok-olok satu kantor, dan sekarang harus menjalani hubungan bersama laki-laki yang dibencinya. Semua itu terjadi karena rasa takut yang tidak beralasan.

"Gue bener-bener capek..." gumamnya lebih kepada dirinya sendiri.

Berbicara mengenai Rafandra, Lingga teringat bagaimana Rafandra memperlakukannya begitu tulus malam ini. Tangan gadis itu terangkat menyentuh keningnya yang tadi dikecup lembut oleh Rafandra sebelum pria itu pergi meninggalkan kosannya.

Pria itu sangat baik. Hangat dan menyenangkan. Oh lucu sekali Lingga baru benar-benar menyadarinya sekarang.

Tetapi... apakah ini waktu yang tepat untuk lebih mengenal Rafandra lebih baik? Ia tidak ingin pikiran semacam ini datang karena dirinya sedang patah hati, itu bisa membuat Rafandra seperti pelampiasan. Terlebih lagi, hubungannya dan Rafandra terbilang hanya sementara. Kemungkinan benar-benar bisa berakhir hanya dalam tiga bulan saja.

Lingga kembali menghela napas. Tidak ada salahnya dicoba, bukan? Mencoba menyukai dan menerima Rafandra dalam hidupnya. Siapa tahu? Lingga bisa benar-benar berdamai dengan masa lalunya jika mau membuka hatinya untuk pria itu.

***

Lingga merasa kepalanya berdenyut-denyut nyeri setelah menangis semalaman. Bahkan ada lingkaran hitam di bawah matanya, alhasil selama tiga puluh menit ia bergelut dengan riasan untuk menutupi lingkaran hitam. Berharap dalam hati bahwa pagi ini orang-orang kantor sibuk agar tidak perlu memerhatikan penampilannya.

Tidak seperti biasanya, Lingga juga terlihat jauh lebih tenang selama di kantor. Ia mengerjakan pekerjannya, mengajari Rosa, dan berbicara seperlunya kepada rekan-rekan yang lain. Pokoknya hari itu Lingga terlihat seperti perempuan idaman di kantor.

"Li, lo masih sakit ya?" tanya Alif saat mereka semua sedang makan bersama di kantin.

"Kenapa emang?" Lingga balik tanya sambil menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now