Bab 37 - Like Us

28K 2.7K 46
                                    

SEJUJURNYA Rafandra tidak bisa tidur sama sekali. Ia menonton televisi tapi pikirannya berterbangan kemana-mana. Kalau saja gadis itu tidak ada di apartemennya sekarang, Rafandra mungkin sudah bersorak girang. Kebaikan apa yang sudah ia lakukan sampai bisa mencium bibir gadis yang dicintainya? Seorang gadis yang sudah ia impikan sejak dulu. Seorang gadis yang berharap bisa menjadi miliknya meskipun harus menunggu sampai waktu yang tidak diketahui.

Yang membuat Rafandra sangat bahagia adalah bahwa ciuman ini bukan kesalahan atau keterpaksaan. Lingga dan dirinya sama-sama menginginkannya. Walaupun pria itu masih belum tenang sampai Lingga benar-benar mengatakan kalau ia juga menyukai Rafandra. Well, ia yakin suatu hari nanti waktu itu akan tiba. Ia sangat percaya diri saat ini.

Tapi selain merasa senang karena ciuman itu, ada sesuatu lain yang harus Rafandra lakukan. Karena ia sudah mendapatkan jawabannya secara rinci, sudah sepantasnya ia mulai bergerak alih-alih mengulur waktu lebih lama lagi. Dengan begitu, ia dan Lingga tidak memiliki jarak lagi untuk bersama.

Rafandra menempelkan ponselnya ke telinga, nampak tengah menelepon seseorang. "Halo, apa kabar? Ini gue Rafandra.... Haha iya nih, udah lama banget gak ketemu.... Masih kontekan sama yang lain? Gue udah lama enggak sih... Nah makanya karena udah lama banget gak ketemu, gimana kalau kita ngadain reunian?... Angkatan kita aja... Oke sip, kabarin gue ya." Setelah berbincang dengan seseornag di ujung sana, Rafandra pun mematikan sambungan telepon itu dan menaruh kembali ponselnya di atas meja.

Semoga ini jalan yang baik untuk menyelesaikan semuanya.

***

Keesokan paginya, Lingga terbangun karena mendengar suara yang berasal dari luar kamar. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan memandang ke seluruh ruangan. Oh benar, semalam kan dirinya menginap di apartemen Rafandra. Tidak biasanya ia merasa nyaman tidur di tempat orang lain.

Mendadak ia jadi teringat apa yang mereka lakukan semalam. Lingga memejamkan matanya sambil menghela napas berat. Wajahnya mulai memanas, dan sejujurnya ia mulai bingung harus bersikap bagaimana di depan laki-laki itu sekarang. Pertama, ia tidak mungkin mengungkit ciuman semalam. Kedua, ia juga tidak mau mengabaikan hal itu. Ketiga, ia baru menyadari kalau dirinya adalah manusia yang paling memusingkan.

Ah, sudahlah! Memangnya apa yang salah dengan itu? Lagipula Rafandra dan Lingga bukan anak kecil lagi. Ciuman seperti itu bukanlah hal besar dan bukan hal yang perlu penjelasan. Maka dari itu Lingga akan bersikap biasa-biasa saja seolah ciuman yang terjadi semalam bukanlah hal besar.

"Kamu udah bangun?" sambutan manis itu berasal dari Rafandra yang tengah berada di dapur rumahnya. Ia tampak sedang memasak sesuatu.

"Duduk, Li." Ia menyuruh Lingga duduk di salah satu kursi meja makan. Gadis itu menurut. Ia agak menengadah untuk melihat apa yang sedang Rafandra lakukan.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Lingga agak kikuk. Oh ayolah Lingga kau harus bersikap sesantai mungkin. Lihatlah pria itu! Ia tidak terlihat canggung sama sekali. Kalau hanya dirinya yang menanggapi dengan cara yang berlebihan, itu akan sangat memalukan.

"Lagi bikin sarapan buat kita," sahutnya riang. "Kamu mau dibuatin apa buat piknik?" tanyanya. Dalam situasi seperti ini, biasanya para perempuan yang akan menyiapkan makanan dan sebagainya. Rafandra dan Lingga justru kebalikannya.

"Tapi Fan, aku pengen pulang dulu ke kosan," katanya.

Rafandra menganggukan kepala seraya menaruh piring berisi makanan yang sudah matang di hadapan Lingga. "Oke. Nanti kalau udah beres, aku jemput," balasnya.

"Oh iya, ini sendoknya." Ia memberikan sendok kepada Lingga.

Gadis itu menatap makanan nasi goreng ditambah telur dadar di atasnya dengan senyum tipis. Rafandra sangat paham cara membuat seorang perempuan terkesan. Seperti sudah ahli berkencan dengan banyak perempuan.

Spring Romance (END)Where stories live. Discover now