⊳⊰ LIMA ⊱⊲

123K 13.1K 573
                                    

!18!
———

Keputusan Fazura sudah bulat.
Fazura harus pergi dari apartemen besar ini.
Ia harus pergi dari Bumi dan keluarga Bumi yang terlalu baik.

Dimalam yang seharusnya dijadikan waktu istirahat orang normal, Fazura gunakan untuk melarikan diri lagi.

Walau satu kamar dengan Bumi, tidur keduanya tetap memisah. Kali ini Bumi tidur di atas karpet berbulu lembut dengan selimut yang menutupi tubuh besar lelaki itu.

Fazura perlahan terduduk tanpa menimbulkan decitan pada ranjang. Ia melirik pintu yang nampak jauh dalam kegelapan, kamar Bumi selalu gelap karena lelaki itu hanya bisa tidur didalam kegelapan.

Mengeluarkan kaki dari dalam selimut, Fazura menepakkan kaki diatas karpet berbulu yang menjadi alas lantai dingin. Seingatnya, pintu tidak dikunci oleh Bumi tadi, jadi aman.

Fazura melirik Bumi.
Sebelum berdiri, Fazura menyempatkan diri untuk berjongkok disamping kepala Bumi. Meski keadaan remang remang, ia masih bisa menatap wajah tegas Bumi yang sangat tenang saat tidur.

Telunjuknya bergerak menekan pipi tirus Bumi dengan sangat lembut dan pelan, bibirnya melengkungkan senyum. Senyum yang entah memiliki arti apa.

"Kamu manusia baik, keluarga kamu juga baik. Aku orang jahat yang kotor gak pantes ada diantara kalian. Aku pergi, ya? Makasih banyak, banyak banget. Jangan cari aku, kamu harus fokus sekolah. Titip maaf ke Mami kamu. Selamat tinggal." kata kata perpisahan yang panjang namun itu diucapkan dengan suara lembut yang sangat pelan seperti berbisik tanpa suara.

Fazura menarik kembali tangannya dan berdiri.

Fazura menggigit bibir bagian dalam nya lalu melangkah menjauh menuju pintu.

Menoleh lagi, ia benar benar merasa belum cukup dengan kata terimakasih yang ia sampaikan untuk Bumi.

"Kapan kapan aku balas kebaikan kamu. Selamat tinggal, Bumi."

Kali ini Fazura benar benar keluar dari kamar Bumi. Seraya melangkah menuju pintu keluar, matanya menelisik beberapa sudut ruangan apartemen Bumi yang terawat. 1 hari di tempat ini saja sudah membuat Fazura merasa nyaman.

Ah, ia jadi berat melangkahkan kaki.

Tidak, tidak.
Ia harus tahu diri.

Fazura melangkah cepat menuju pintu lalu membuka nya namun kegiatan itu ada yang lebih cepat menahannya.

Fazura melotot melihat tangan dengan urat menonjol menahan pintu hingga tertutup kembali. Ia menelan saliva dengan sulit, sangat sulit. Ia kena lagi, ya?

"Nakal." suara bass serak khas bangun tidur terdengar di belakangnya.

Jantung Fazura berdetak cepat. Ia takut, bukan jatuh cinta. Atau mungkin belum.

Tubuh Fazura di putar balik kan hingga berhadapan langsung dengan tubuh tinggi Bumi.
Bumi dengan mata sayu tajam, rambut hitam berantakan, muka bantal yang berubah memerah karena marah membuat Fazura menunduk takut.

Kegiatan itu ditahan Bumi.
Bumi mengangkat dagu Fazura agar mata perempuan itu tetap bersitatap dengannya.

"Apa lagi sekarang, hm?" tanya Bumi dengan nada dingin sembari ia terus maju hingga punggung Fazura menabrak pintu. "Alasan apa lagi? Lo beban, udah pernah dipake. Lo pengaruh buruk buat gue, itu juga udah pernah dipake. Sekarang apa?"

Fazura meremas hoodie besar Bumi yang dipakainya. "Tapi aku emang beban dan pengaruh buruk buat kamu. Aku gak pantes jadi bagian keluarga kamu." cicit nya masih terdengar Bumi.

BUMI [Terbit]Where stories live. Discover now