⊳⊰ DELAPAN BELAS ⊱⊲

89.2K 9.6K 243
                                    

Tiga hari sudah terlewatkan.
Tepat di tiga hari itu, Fazura tak kunjung membuka mata.
Tepat di tiga hari itu, Fazura tertinggal berita duka pula.

Di sore menjelang malam ini, lelaki berperawakan tinggi tegap terlihat kacau baru memasuki ruang rawat inap VIP tempat istrinya tertidur.

Bumi dengan hoodie hitam nya mendudukkan diri di kursi samping brankar. Mata berkantung hitam itu menatap lurus pada wajah Fazura yang sudah tak terlalu pucat, tangannya ia angkat untuk mengusap pipi dengan suhu normal Fazura.

"Tiga hari, sayang." suara rendah khas Bumi terdengar.

"Bangun, cantik. Aku gak bisa tanpa kamu."

"Jangan tinggalin aku kayak bayi kita." kepala Bumi tertunduk merasa sedih.

Ia teringat lagi pada kalimat yang diutarakan Mami nya tiga hari lalu. Bahwa janin yang dikandung Fazura sudah tidak bernyawa akibat kecelakaan tersebut. Bumi hancur mendengarnya, ia yang menantikan bayi nya lahir tetapi ternyata Tuhan lebih dulu mengambilnya, Tuhan lebih menyayangi bayi nya. Di tiga hari yang lalu pula, Bumi lah yang mengubur janin kecil tak bernyawa itu.

Bumi hancur.
Janin kesayangannya pergi dan istri tercintanya tak kunjung membuka mata selama tiga hari. Sedangkan kasus kecelakaan ini masih dalam penyelidikan Arzelion yang merasa marah pada si pembuat onar ini.

"Aku takut sendirian, Zura." tangannya kini berpindah pada tangan Fazura. Ia menggenggamnya lalu mengecupnya.

Mesin EKG diseberangnya berbunyi nyaring tiba tiba. Bumi mengangkat kepalanya terkejut melihat mesin perekam detak jantung tiba tiba mengeluarkan bunyi beep cepat. Tangannya tergesa gesa menekan tombol bel pasien diatas kepala Fazura.

Jantungnya berdetak cepat karena takut.
Ia kembali menggenggam tangan Fazura yang mendingin. Ia menggeleng kuat.

"Gak. Aku gak ngizinin kamu buat pergi."

"Bertahan, Azura."

"Bertahan buat aku!"

Seorang dokter dan beberapa perawat memasuki ruangan Fazura. Bumi diminta pergi keluar demi kelancaran penanganan Fazura.

"Bantu istri saya, suster. Saya mohon." kedua telapak tangan nya menyatu memohon pada seorang perawat perempuan yang ada didepannya.

"Kami akan berusaha, bantu doa nya ya, Mas." pintu ruangan Fazura ditutup rapat.

Bumi langsung terjongkok menutupi tangis panik nya.

•••

"Pasien telah sadar dari masa koma tiga hari nya. Sekarang tinggal tunggu keinginan pasien sendiri untuk membuka mata." ucap Dokter yang menangani Fazura tadi masih teringat di otak Bumi.

Bumi menggenggam tangan Fazura yang kembali hangat, matanya menatap lurus pada wajah Fazura.

"Kamu bisa denger aku, kan?"

"Kenapa kamu gak mau buka mata, Zura? Kamu lupa aku disini nungguin kamu?" Bumi membawa tangan Fazura menyentuh pipi hangat nya yang semakin tirus. Selama 3 hari Fazura tidak membuka mata, Bumi terlihat seperti tak terurus. Walau Mami Kiara selalu mengurusnya, Bumi tetap terlihat kacau.

"Kamu marah sama aku, ya?"

"Kalo marah sama aku, marahin aku. Jangan siksa aku kayak gini, aku gak kuat." mata Bumi tidak lepas menatap wajah cantik Fazura yang pucat.

Di sela diamnya, Bumi merasakan gerakan ringan di pipi nya. Bumi yang terkejut langsung menjauhkan tangan Fazura dari pipinya.
Dan dirinya benar benar melihat jari lentik indah Fazura bergerak.

"Zura?" Bumi bangkit menangkup wajah Fazura. Dilihatnya mata itu terbuka perlahan.

"Bumi.." lirih tak jelas dari bibir Fazura didengar Bumi.

Mata Bumi berkaca kaca melihatnya.

"Iya, ini Bumi. Aku disini, sayang." bibir Fazura terlihat tersenyum tipis. Bumi mengecup kening Fazura dengan perasaan bahagia yang membuncah.

"Air.." kata kedua yang keluar dari bibir Fazura. Bumi mengangguk, sebelum mengambil minum ia lebih dulu menekan bel pasien memanggil perawat untuk kembali memeriksa Fazura.

Bumi kembali dengan cepat, ia mengarahkan ujung sedotan pada bibir Fazura dan Fazura menyedotnya.

Bertepatan saat Fazura melepas sedotan dari bibirnya, dua orang perawat perempuan masuk kedalam ruangannya. Bumi pun menyingkir dari sana.

"Ada keluhan, Kak?" tanya satu perawat sembari memeriksa detak jantung Fazura.

Tangan Fazura terlihat terangkat lemah menyentuh perut nya, "Bayi aku.."

Mendengar itu jantung Bumi berpacu cepat, nafas nya terhenti dengan tatapan khawatir pada Fazura. Ketika sang perawat yang tadi bertanya menoleh padanya, Bumi menggeleng singkat dan dimengerti perawat tersebut.

"Jam tujuh malam nanti dokter akan periksa ya, Kak. Permisi," kedua perawat tadi melangkah keluar menyisakan tanda tanya untuk Fazura.

Bumi mendekat, mendudukkan diri di kursi samping brankar Fazura dan menggenggam tangan Fazura yang terasa hangat.

"Bumi, anak aku kemana?" Fazura menatap Bumi yang juga menatapnya, Bumi tak langsung menjawab. Lelaki itu mengecup tangan Fazura yang digenggamnya dan ia tempelkan pada pipi nya.

"Allah lebih sayang dia," raut Fazura langsung terlihat berubah, Bumi yang melihat itu langsung mengusap tangan Fazura.

"Dia lebih suka di surga, sayang." Fazura menatap Bumi tak percaya. Otak nya memutar kembali mimpi saat ia tak sadarkan diri.

"Jadi.. Itu bukan mimpi?" Bumi menaikkan alisnya bingung.

Fazura melepas genggaman Bumi untuk menyentuh perutnya yang kembali rata.

"Aku liat bayi di gendong perempuan cantik, bayi itu juga lagi ketawa tawa. Itu ternyata bayi aku, ya?" Air mata turun dari sudut mata Fazura. Bumi langsung menghapus air mata itu, ia tidak suka melihat Fazura nya menangis.

Bumi mengambil tangan Fazura kembali dan ia genggam erat, "Bayi kita bahagia di surga dirawat bidadari disana. Sebagai orang tua, kita gak boleh nangisin dia lagi karena dia udah bahagia bebas disana. Kalo kamu nangis nanti bayi kita ikut nangis, kasian 'kan?"

Fazura menatap Bumi dengan sedih.
Ia merasa gagal.
Ia gagal menjaga amanah Tuhan.
Ia gagal menjadi seorang ibu yang baik.
Ia gagal di dunia ini.

Kepala Fazura mengangguk mengiyakan perkataan Bumi, tangannya balik menggenggam Bumi. "Dia udah bahagia di sana, kan? Orang tua nya juga harus bahagia, termasuk kamu, Bumi."

Firasat Bumi mendeteksi keburukan saat Fazura berbicara. Ia mengernyit menatap Fazura yang belum melanjutkan ucapannya.

"Alasan kamu buat bertanggung jawab udah gak ada, Bumi. Kamu bisa bebas lagi sekarang, aku siap kamu lepas dan aku siap melepas kamu."

Benar yang dikatakan firasat nya.
Tak pernah meleset, selalu tepat sasaran.

Bumi melepas genggamannya lalu berdiri dari duduknya.

"Kita ngobrol lagi kalo kamu udah dibolehin pulang. Aku mau ngabarin Mami." ujar Bumi datar sebelum melangkah keluar ruangan meninggalkan Fazura yang kembali menangis merasakan sesak di dadanya.

=^•^=

Zura plis deh kamu tuh baru sadar😾
and.. Vote nya yaaa, terimakasih banyak!

BUMI [Terbit]Where stories live. Discover now