⊳⊰ DUA PULUH SATU ⊱⊲

94.3K 8.7K 187
                                    

*Ada beberapa foto dipart ini, harap aktifkan internet kalian, trimss

°°°

Pukul 3 siang Fazura dan Bumi baru sampai rumah setelah selesai berbelanja perlengkapan memasak di apartemen selama sebulan.

Fazura langsung disuruh mandi oleh Bumi karena Bumi bilang banyak kuman yang sudah menempel, sedangkan lelaki yang sebentar lagi lulus SMA itu sibuk dengan ponselnya sebelum mengetuk pintu kamar mandi.

"Zura, aku tinggal sebentar, ya?"

Suara keran dimatikan terdengar. "Mau kemana?"

Bumi membuka ponselnya sebentar lalu menjawab, "Di ajak main sama Leo, diem di apart aja jangan kemana mana ya, sayang."

"Jangan kemaleman pulangnya, yaa!"

"Iyaa!" setelah itu Bumi mengambil jaket kulit hitam nya dan melangkah pergi.

•••

Bumi melirik ke sekitarnya sebelum memasuki sebuah bangunan tua yang dulu nya adalah sebuah tempat ibadah.

Sampai didalam bangunan, Bumi kembali melihat kesana kemari kemudian mengangguk singkat.

"Lelet, bocil!" bariton asing terdengar tiba tiba. Bumi menoleh kearah suara yang berasal dari seorang lelaki yang terlihat lebih tinggi dari nya hendak menghampirinya.

Karena Bumi adalah manusia yang sopan, ia ikut menghampiri lelaki itu agar lelaki yang lebih tua darinya itu tidak lelah berjalan menghampirinya.

"Oi, bro!" sapa Bumi menyunggingkan senyum miringnya dengan tangan kanan terangkat menyapa.

"Banyak bacot. Serahin Fazura dan hidup lo aman, gitu aja." Mikael melipat tangannya didepan dada sembari menatap malas siswa SMA yang sedang berhadapan dengannya.

Bumi mendengus tengil, "Damai banget hidup lo setelah ngebunuh anak gue." ungkit Bumi yang memang harus diselesaikan sekarang.

Mikael memutar bola matanya malas.
"Mau gue kasih tau rahasia?" tanya Mikael mendekat kearah Bumi. Mikael mendekatkan wajahnya ke depan wajah Bumi lalu berbicara. "Sebenernya rencana gue bukan itu. Seharusnya Zua itu mati bukan cuma anak nya aja, tapi ternyata selamat, ya? Dan itu artinya gue masih punya kesempatan buat milikin Zua."

Rahang Bumi mengetat, tangannya mengepal kuat hingga buku buku jarinya memutih. Ia harus tahan, rencananya bukan meninju lawan bicaranya ini.

"Sayang banget rencana lo gak ada yang berhasil. Buktinya Azura masih sama gue, Haha." tawa remeh nya mengakhiri kalimat ringan yang dibawanya.

Mikael terkekeh singkat, "Gue belum gerak buat rencana selanjutnya yang lebih wow lagi. Mau nungguin?"

"Males, gak suka nunggu juga. Mau rencana lo se-perfect apapun kalo Zura gak mau ya sama aja, lo gagal. Singkatnya, rencana lo payah semua." Bumi mengangkat ibu jarinya ke bawah meremehkan Mikael dengan ditambahkan senyum yang biasanya ia pamerkan saat akan melakukan tawuran dulu.

Terlihat lawannya emosi, Bumi kembali memancing. Ia mendekatkan langkahnya pada Mikael dan bicara. "Mundur aja, Fazura lebih milih bocah SMA daripada banci bangkotan."

Krek.

Suara tarikan pistol siap tembak diacungkan Mikael. Bibir pistol tipe Revolver berada tepat di kening Bumi. Bumi tersenyum lebar mengetahui rencana buatannya lancar.

"Lo harus mati dulu, baru Fazura jadi milik gue seutuhnya." ucap Mikael penuh percaya diri.

"Sebelum gue mati lo harus membusuk dulu dipenjara."

BUMI [Terbit]Where stories live. Discover now