Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Selamat datang! Oh, kecapi sucinya! Kalian berhasil mendapatkannya kembali!"-Venti.
Venti meraba permukaan kayu kecapi itu dengan jari-jari lentiknya.
"Ukiran angin bertiup di atas kayu rosewood, dan senarnya juga masih dingin oleh sentuhannya juga! Oh, aku jadi ingat masa lalu..."-Venti.
"Bagaimana menurutmu, Venti? Kau bisa memanggil Dvalin?"-Jean.
"Hmm, meskipun kecapi ini asli aku tak yakin akan bekerja. Bisa kau lihat, kecapi suci sudah berumur ribuan tahun. Kekuatan Anemo di dalamnya sudah hampir memudar. Bahkan ini tidak bisa dimainkan di barnya tuan Diluc."-Venti.
"Hey, para penyair saling berebut panggung di barku. Jangan mengada-ngada!"-Diluc.
Ucap Diluc tidak terima.
"Apa itu penting sekarang, tuan Diluc?"-Paimon.
Paimon berkacak pinggang ke arah Venti.
"Dan kau! Apa kau benar-benar meminjam kecapi suci untuk dimainkan kepada orang-orang mabuk?"-Paimon.
Venti cuma nyengir.
"Ehe."-Venti.
"EHE TTE NANDAYO!"-Paimon.
Venti beralih ke kecapi di genggamannya lagi.
"Jadi ya, kita tidak bisa memainkannya kepada Dvalin. Kecapinya baik-baik saja, namun senarnya..."-Venti.
Ia lalu melihat Aether.
"Kau yang lakukan, pengelana!"-Venti.
"Apa kau membicarakanku?"-Aether.
"Tenang saja, ini tidak rusak. Hanya saja besar kekuatan Anemo di dalamnya sangat berkurang. Apa kau masih menyimpan permata air mata Dvalin?"-Venti.
Aether mengangguk.
"Bagus, sekarang coba gunakan pada kecapi sucinya!"-Venti.
"Biar kucoba."-Aether.
Permata dan kecapi suci saling disatukan, keenam senar tersebut menjadi bercahaya dan kecapinya berubah warna emas.
