[L] 19. Mine

74 17 3
                                    

Begitu bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung berlari keluar ke bagian koran dinding untuk menghadang Jeje

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Begitu bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung berlari keluar ke bagian koran dinding untuk menghadang Jeje.

Katanya dia mau mengambil flashdisk berisi film milikku untuk diberikan ke Wildan, tapi seharian ini dia tidak membalas pesanku akan bertemu kapan dan di mana. Tahu sendiri, kami tidak bisa sembarang bertemu karena bisa-bisa ketahuan anak 8B.

Akhirnya dia muncul.

Jeje berjalan bersama dengan anak 8B lain, mereka baru keluar dari kelas. Aku pura-pura membaca koran ketika mereka akan melewati koran dinding.

Aku melirik sekilas dan pada saat itu juga mata Jeje sedang melihat ke arahku sambil masih berjalan dengan teman-teman sekelasnya.

Dia seperti menangkap maksudku, tapi tetap lanjut berjalan keluar bersama teman-temannya.

Aku kembali mengiriminya pesan, sambil membuntutinya keluar dari sekolah, tapi Jeje tidak kunjung membalas. Cowok itu juga tidak terlihat mengecek ponsel.

Setelah menunggu selama 15 menit, akhirnya teman-temannya pergi. Dia langsung buru-buru kuhampiri.

"Jeje."

Aku merogoh flashdisk dari saku kemudian mengulungkannya.

"T--thanks Lina."

"Kamu langsung ke tempat Wildan?" tanyaku.

"I--iya."

"Sama siapa?"

"S--sendiri."

"Aku boleh ikut?"

Dia mengangguk.

Tiga detik berikutnya, aku berjalan membarenginya setelah berhasil menyeberang jalan dari sekolah ke rumah sakit.

Kaki kami melangkah beriringan ke arah lift. Kami masuk setelah pintunya terbuka dan orang yang di dalam keluar. Jeje lalu memencet tombol lantai 5. Setelah pintunya menutup, lift mulai naik ke atas.

"Aku tadi chat kamu Je, nanya kita ketemu dimana."

"O--oh? Aku lupa bawa hp, sorry."

Hening.

"Eum, Je. Soal yang semalem itu.... kamu serius kan?" tanyaku memastikan.

"Hum."

"Berarti... sekarang kita-"

"I--iya."

Aku tidak kuasa menahan senyum, bahkan rasanya ingin berteriak histeris sekencang mungkin, seperti yang telah kulakukan tadi malam sesaat setelah membaca pesan darinya.

Mataku kemudian tertuju ke arah pintu lift, yang mana di situ ada pantulan kami berdua sedang berdiri bersebelahan.

Rasanya masih tidak percaya makhluk tampan nan menggemaskan di pantulan kaca itu akhirnya menjadi milikku.

8th Grade [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang