[W] 31. Dilemma

46 11 2
                                    

"Demikian presentasi dari kelompok kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Demikian presentasi dari kelompok kami. Kurang lebihnya, kami ucapkan terima kasih."

Pak Suhono yang duduk di kursi siswa paling belakang tampak menuliskan sesuatu di bukunya, kemudian meminta seluruh siswa untuk bertanya. Biasanya kalau ada yang mengajukan pertanyaan, akan mendapatkan poin tambahan.

Beberapa siswa mengangkat tangan. Ralat. Bukan beberapa, tapi hanya dua. Ini sudah cukup siang dan sebagian besar siswa sudah tidak fokus mendengarkan. Jadi, meskipun mendapat poin, tidak banyak yang bertanya.

Syukurlah, Bunga tadi izin ke kamar mandi, jadi saat sesi tanya jawab kelompokku, dia tidak ada. Gadis itu cukup menyebalkan. Kalau ada sesi tanya jawab langsung angkat tangan dan mengajukan pertanyaan yang susah.

Kalau siswa lain bertanya hanya untuk mendapat poin, lain halnya dengan Bunga, yang bertanya karena memang ingin tahu. Atau kadang, terkesan ingin menjatuhkan. Jadi pertanyaannya susah-susah.

Pernah dia kuancam, pokoknya kalau aku maju, dia tidak boleh bertanya. Tapi tetap saja dia mengangkat tangan. Kemudian kalau aku marah, dia langsung mengadu pada Jeje. Padahal juga tidak ada pengaruhnya.

Selesai Jeje mencatat pertanyaan dari siswa ke PPT yang ditampilkan juga di layar, aku kemudian menjawabnya. Jeje juga ingin menjawab. Jadi kami bagi dua.

Teeeet... Teeeet...Teeeet...

Berakhirnya sesi tanya jawab bersamaan dengan bel pulang berbunyi. Kamipun kembali ke tempat duduk dan mengemasi barang-barang.

Bukannya berkemas, Jeje tampak menghela napas sambil menatap ponselnya.

"Kenapa, Je?"

Aku mendekat dan sekilas mengintip layarnya, dia sedang menatap pesan dari Telkomsel.

"Lina ngajakin pergi lagi."

Telkomsel: Gimana jejekuuu????

Telkomsel: Tes

"Terus masalahnya dimana?"

Jeje memasukkan laptop ke dalam tas, lalu menutup zipper-nya. "Aku harus bohong sama Mommy lagi kalau pulang telat."

"Namanya juga backstreet."

Jeje kembali merenung lama di tempat duduknya sambil memutar-mutar ponsel seperti fidget spinner.

"Gak enak tau, bohong terus-menerus sama Mommy."

Dengan ucapan Jeje barusan, aku merasa tertampar mengingat kebohongan-kebohonganku ke Bunda yang lebih parah dari kebohongan Jeje ke mommy-nya.

"Gak enak tau, Wil." katanya lagi.

"Yaudah, jujur aja ke Lina kalau hari ini gak bisa pergi."

"Hari ini." Bocah culun itu bertopang dagu. "Terus kalau besok-besok dia ngajakin lagi?"

8th Grade [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang