Tajuk 4: Pemilik Liontin

7 2 0
                                    

Cahaya dari matahari mengenai bandul merah muda di leher Hee-Sun hingga berubah warna. Da-Reum yakin kalung itu yang ditunjukkan polisi Wang padanya. Liontin yang berada di lokasi kejadian. Akan tetapi, Da-Reum meragukan sesuatu tentang gadis di sebelahnya, ada hal yang sangat familier tentang temannya tersebut.

Pelajaran Bu Choi berlalu begitu saja. Pertama kali dalam hati Da-Reum, dia kehilangan minat pada penyampaian wali kelasnya. Mungkin, sejak hari itu Da-Reum menjadi salah satu dari empat orang yang menunduk patuh. Tertidur.

Da-Reum mengangkat wajah ketika mejanya diketuk seseorang. Meskipun lembut, gadis itu tidak menunjukkan minat sama sekali.

"Ke kantin?" ajak Suhee yang sedang digandeng Juee.

Gadis itu menggelung setengah rambutnya di atas dan membiarkan setengahnya tergerai indah. Pandangan mata yang tidak fokus melihat atap-atap langit. Kebiasaan Juee jika merasa bersalah.

"Pelajaran belum selesai," balas Da-Reum ketus.

"Yak, Wang!" teriak Suhee. Juee menariknya karena guru yang lain sudah berdiri di ambang pintu dan berkacak pinggang.

Da-Reum keluar dari pintu satunya agar tidak berpapasan dengan Suhee dan Juee yang menungguinya dengan bingung di dekat pintu. Gadis itu berlari dan menggenggam pergelangan tangan kirinya, ke mana larinya ikatan persahabatan kami?

Da-Reum berbelok menuju tangga, dan mendengar percakapan antara Suhee dan Juee yang berada tidak jauh di belakangnya. Pun, sosok siluet yang diam-diam bersembunyi di koridor menuju toilet dekat pintu keluar.

"Aneh banget, sih, kalau menurut aku." Suhee memberikan gagasan dalam pikirannya. "Selain kita berdua, siapa juga yang bakal ngasih tahu Da-Reum soal kertas ujian? Enggak ada. Enggak mungkin juga si Chagi yang ngasih tahu."

"Terus lagi ...," gantung Juee, "kayaknya dia dapat wangsit dari mimpi kalau kita udah nyusun rencana jahat buat dia?"

Kedua gadis itu menuruni tangga sambil membicarakan kegagalan dari hal jahat yang gagal mereka lakukan tanpa rasa bersalah.

Da-Reum membekap mulut. Arti persahabatan itu terlalu dangkal bagi keduanya. Dia membiarkan mereka untuk berjalan melewatinya dan mengistirahatkan kepalanya sejenak. Da-Reum membenarkan ikatan rambutnya sampai setiap helai yang keluar menyatu kembali.

Sosok tadi.

Da-Reum buru-buru keluar, berlari ke tempat siluet tadi dilihatnya. Dia membuka setiap pintu kamar mandi kosong yang ditutup, dia sangat terkejut karena seseorang itu yang mengganggu pikirannya.

“Hee-Sun?” tanya Da-Reum dengan nada datar.

Da-Reum tidak melepaskan pandangan pada Hee-Sun yang berdiri mematung. Ekspresi waswas dari wajahnya yang tirus, kedua tangan saling meremas, dan mulut yang mengatup.

"Maaf, Da-Reum ...," katanya mengeluarkan suara parau.

"Ehm, eng—"

"Aku cuma penasaran aja kenapa kalian bertiga saling menghindar satu sama lain hari ini." Hee-Sun menjelaskan.

Benarkah? Hati Da-Reum tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Ah ... apa yang dilakukan Hee-Sun dulu sampai aku enggak sadar kalau dia ada di sekitarku? Da-Reum tersenyum lembut sambil menarik tangan Hee-Sun dan mengajaknya keluar sekolah bersama.

Kedua gadis itu hanya diam sepanjang perjalanan. Langkah mereka terhenti karena Hee-Sun. Gadis itu memandang ke depan dengan mata berbinar. Da-Reum mengikuti pandangan itu dan melihat dua sosok yang amat dikenalnya baru-baru ini. Melihat Hee-Sun yang tersenyum lebar membuat Da-Reum semakin penasaran.

“Ah, lepas! Yak!” Seorang polisi yang menjadi penanggung jawab kasusnya sedang melepaskan diri dari kakak Juee. Kyung-Ho meminta Woo-Soo berhenti berulah ketika pandangannya lurus ke depan.

“Hee-Sun-ah!” panggil Kyung-Ho.

Hee-Sun menarik Da-Reum lalu berjalan mendekat ke arah dua laki-laki yang tampak normal. Pria itu memang memiliki senyuman hangat yang mematikan.

“Pamanku!” ujar Hee-Sun memberitahu temannya.

Jadi, Polisi Wang kenal si pemilik—

Pemikiran Da-Reum berhenti ketika laki-laki yang dikenalkan mengulurkan tangan.

“Polisi Wang?” tanya Da-Reum. Ketiga orang yang ada di sana terkejut karena Da-Reum mengetahui namanya. Namun, Da-Reum semakin merasa bodoh dengan kejutan-kejutan tidak terduga.

“Oh, kenal saya?” tanya Kyung-Ho bersama senyum hangatnya pada Da-Reum. Hee-Sun ikut terkejut dan memperhatikan Da-Reum dari sisi sebelah kanan.

“Paman?” Da-Reum balik bertanya. Da-Reum menatap Kyung-Ho dan Woo-Soo bergantian. Matanya tidak bisa berbohong untuk tidak melekatkan pandangan pada Hee-Sun.

Semua ini terhubung, batin Da-Reum sambil tersenyum datar.

“Namanya Da-Reum, Paman!” Hee-Sun memecahkan suasana dengan memperkenalkan temannya itu. Kyung-Ho langsung menoleh pada Woo-Soo, melemparkan tatapan yang membingungkan seraya menaikkan sebelah alis.

“Wang Da-Reum,” ucap Da-Reum seraya menunduk pada Kyung-Ho.

“Oh, marga kita sama, ya?” balas Kyung-Ho sambil melirik sekilas kemudian kembali menatap pada Woo-Soo.

Da-Reum membiarkan ekspresi tidak terbaca. Di lubuk hatinya dia marah pada laki-laki yang memperhatikan dengan saksama dari ujung rambut sampai kaki, di sisi lain dia memiliki perhitungan untuk mendekati Kyung-Ho yang mungkin bisa dia percaya seperti hari itu.

Jika semua yang dialaminya bukan mimpi. Da-Reum ragu ketika Woo-Soo mengembuskan napas dan berjalan ke arahnya. Haruskah dia memberi tahu tentang Juee? Apa laki-laki itu akan percaya bahwa Juee akan mati dan dia akan membunuhku di atap sekolah? Da-Reum membatin.

Hee-Sun dirangkul oleh pamannya, Da-Reum bergerak ke samping dan tersenyum bahagia. Dia tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran terlalu lama. Namun, Hee-Sun lebih dulu beralih pada Woo-Soo yang sudah bergerak di samping temannya itu.

“Bae Woo-Soo!” sapa Woo-Soo.

Hee-Sun mengangguk lantas menanggapi dengan semangat, “Aku udah tahu. Dua hari lalu Woo-Soo Oppa ketemu sama Juee, kan?”

Semua orang hanya diam. Lagi-lagi Hee-Sun memecahkan suasana dengan memperkenalkan Da-Reum yang notabene sahabat dari adiknya. Kyung-Ho mengajak ketiganya untuk makan bersama di warung makan terdekat. Da-Reum masih menyelidik tentang apa yang terjadi, dia tidak bisa melepaskan perasaan gelisah dan memandangi ketiganya satu per satu.

Kakak Juee bertemu adiknya di dekat sekolah, mungkinkah yang pernah diceritakan Juee pada? Da-Reum menggeleng yang menimbulkan perhatian dari orang lain. Baru kali ini Da-Reum menyadari bahwa kecerdasan otak yang selama ini dibanggakannya dalam belajar belum tentu bisa menyelesaikan masalah kehidupan.

Mereka duduk di warung makan. Menyantap makan malam dalam diam. Wang Kyung-Ho diam-diam melirik Woo-Soo dan Da-Reum bergantian. Laki-laki berusia kepala tiga itu terkejut ketika gadis yang dipandangnya sedang melihatnya. Kyung-Ho beralih mengusap kepala Hee-Sun lembut sambil tersenyum.

Aku perlu mengingat satu hal tentang Hee-Sun, terutama dalam tiga bulan ini. Enggak mungkin, kan, dia ....

Da-Reum hampir saja menabrak ibu penjual teokbeokki yang sedang menyajikan pesanan mereka karena mendadak berdiri dengan cepat.

God's Gift: 100 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang