Tajuk 16: Harusnya Begini

2 1 0
                                    

Da-Reum terus menghangatkan tangan yang kedinginan. Meremas pemanas yang diberikan guru kesehatan sekolah, mengontrol napas, dan pikirannya tetap dipenuhi dengan insiden Suhee.

Kenapa? Ada apa dengan semua ini Tuhan? Tangan kanan terus memukul pelan dadanya, berharap rasa sakit itu berkurang. Berharap dia bangun dari mimpi yang berkepanjangan ini dan dia yang berada di ambulans saat ini. Kembali ke hari Da-Reum saat jatuh di atap, dia berada di ambulans dengan banyak kabel terpasang di tubuh.

Tangis yang tertahan kembali keluar. Membuat guru kesehatan itu menghampiri dan kembali menenangkan. Da-Reum terus mengeluarkan kekesalan, penyesalan, dan keegoisannya dalam satu kejadian. Hatinya hancur. Pikirannya melanglang buana dengan segala tanda tanya dan pengandaian.  

“Sudahlah, Da-Reum. Suhee akan selamat, Saem yakin.”

Pelukan yang diberikan sang guru tidak turut menenangkan, Da-Reum malah semakin merasa bersalah. Seandainya Da-Reum menjadi saksi di hadapan Komite Kedisiplinan dan bukan orang lain, Suhee pasti sedang mengobrol tentang aktor favoritnya yang tidak berhenti bermain drama dengan Juee. Kalau saja dia mengetahui tempat Suhee bersembunyi di sekolah lebih cepat, dia pasti menghentikannya.

Da-Reum menepuk lembut lengan gurunya sebagai balasan. Dia menunduk untuk bersembunyi di balik bahu, menyembunyikan sesuatu dalam angannya karena rasa takut. Mungkin, seharusnya Tuhan tidak membiarkan dirinya melawan arus. Takdir mengembalikan dirinya ke seratus hari sebelumnya. Apa mungkin?

Pelukan Da-Reum lerai begitu saja. Sedikit kasar. Dia lari keluar ruangan melupakan syal dan mantelnya, berlari sekuat tenaga. Melintasi kerumunan orang-orang yang memandangnya aneh, iba, dan empati. Sesekali, gadis itu menabrak siswa yang berjalan ke jalur yang berbeda.

“Di mana Da-Reum?”

Kyung-Ho dan Woo-Soo mengunjungi unit kesehatan sekolah, tetapi tidak melihat Da-Reum. Mereka melihat guru kesehatan hanya berdiri cemas memperhatikan ranjang rumah sakit.

“Anak itu berlari ke kelasnya. Entahlah. Sepertinya kejadian tadi membuat ... psikisnya terluka,” terang wanita berambut bow.

Woo-Soo mendekat seraya menatap mata wanita itu dan langsung bertanya, “Benaran ke kelas?”

Kyung-Ho menarik pundak juniornya dan memberi kode dengan kepala untuk keluar. Dia menegur, “Sudahlah. Jangan terlalu mengintimidasi orang-orang. Kita cari dia ke kelasnya.

“Ah, apaan anak itu!” Siswa yang mengenakan jepit rambut untuk menahan poni itu melewati ruangan.

“Dia naik ke lantai tiga.”

Dua polisi yang penasaran itu pun menghentikan dua siswa tadi. Dua gadis itu mengangguk memberi hormat, tetapi ekspresinya sangat enggan untuk diganggu. Kyung-Ho berinisiatif untuk mempersilakan keduanya sebelum Woo-Soo lepas kendali.

“Pergilah ke lantai tiga, aku akan masuk ke kelas XII.”

Woo-Soo menuruti Kyung-Ho. Berlari dengan menenteng mantel dan syal Da-Reum sesuai permintaan guru kesehatan. Dia mencari di setiap lantai, memikirkan banyak hal agar gadis itu tidak melakukan hal bodoh. Apa lagi kalau sampai naik ke atap dan menjatuhkan diri agar kembali ke seratus hari sebelumnya seperti hari itu.

Apa gadis itu memikirkan hal itu? Aish. Woo-Soo mengubah rute untuk mengambil tangga yang paling dekat. Sepatu hitam yang memiliki dua kancing di sisi dalam sebagai hiasan tanggal ketika menaiki tangga dengan kekuatan ekstra. Woo-Soo tidak peduli. Bagaimana jika dirinya ikut kembali melintasi nasib dan mengubah yang sudah baik menjadi lebih buruk.

Da-Reum sudah menjejakkan kakinya di kursi dekat pagar pembatas yang pernah dipakainya untuk dua hal. Bunuh diri dan tempat Juee sebelum mati. Kini, dia kembali ke atas kursi itu untuk mengembalikan kehidupannya yang sudah hancur.

Salju tidak lagi turun, matahari di langit membantu es-es itu mencair. Namun, suhu yang merasuk ke tulang tidak ada bedanya. Da-Reum terkekeh karena beberapa kali memuji dan merasa senang karena musim dingi. Kini dia sadar, bukan musim yang membuat harinya indah, tetapi pelaku itu sendiri.

Tangan di tembok pembatas berdenyut. Da-Reum ragu untuk mengambil tindakan itu dan otaknya kembali memikirkan hal yang mungkin terjadi. Bagaimana kalau dia malah mati dan menderita sebelum menemukan pelaku sebenarnya karena perputaran waktu itu berhenti.

Tuhan memberikan kesempatan memperbaiki diri itu berlimpah. Apakah takdirnya bisa diubah juga? Sekarang? Tolong bawa dirinya ke kehidupan sebelumnya, Da-Reum memohon. Bulir air sudah melintasi bibir dan mengenang di rahang.

“Wang Da-Reum!” teriak Kyung-Soo. Napas laki-laki itu tersengal-sengal. Mantel dan syalnya berada di pundak kanan, tangan kiri terangkat untuk menghentikan aksi Da-Reum.

“Apa yang kau lakukan, hah?”

Kyung-Soo melangkah sedikit demi sedikit sambil fokusnya pada Da-Reum tidak teralihkan. Kelima jari Kyung-Soo terbuka bergerak naik turun untuk mengatur emosi. Begitu pikirnya.

Apakah bertemu Ahjussi benar-benar membantu? Da-Reum enggan untuk berbalik dan hanya memandang langit kebiruan berawan yang tidak memiliki ujung. Aku takut. Dia berdiri tegak, melepaskan pegangan pada tembok dan menutup mata. Kakinya melangkah ke atas pembatas lalu disusul kaki satunya yang tadi menopang.

Woo-Soo berlari cepat, memeluk paha Da-Reum dari belakang sampai mereka terjungkal. Rok gadis itu tertiup angin kalau saja Woo-Soo tidak berinisiatif memakai mantel untuk menutupinya. Laki-laki itu mengeluarkan napas lega karena tidak ada yang terjadi.

“Apa kau bodoh?” bentak Woo-Soo seraya bangkit.

Da-Reum terjatuh dengan posisi tengkurap, kedua tangan menahan tubuh dan kepala. Dia masih mengeluarkan isak tangis. Kepalanya menjadi kosong. Dia ingin sekali mengiakan pertanyaan Woo-Soo kalau suara tidak menghentikannya.

“Apa yang terjadi?” Kyung-Ho berada di belakang mereka. Anak remaja yang bersamanya langsung mendekati Da-Reum.

Ahn-Jeong memasangkan syal di leher Da-Reum seperti yang sering dilakukan gadis itu padanya. Dulu. Mantel yang besar dan panjang itu dia naikkan sampai ke bahu Da-Reum yang masih menelungkup.

“Bangunlah, Da-Reum. Kau baik-baik saja?” tanya Ahn-Jeong.

Tidak.ku tidak baik-baik saja, Ahn. Bagaimana harus aku jelaskan semua kejadian aneh ini padamu? Da-Reum mengangkat tubuh bagian atasnya perlahan, meski tangan melemah dia berusaha bangkit. Tentu saja dengan bantuan Ahn-Jeong.

Kyung-Ho menatap tingkah laku aneh dari tatapan Ahn-Jeong yang membawa pergi Da-Reum dari hadapannya. Cinta? Laki-laki itu menggeleng lalu mendekati Woo-Soo yang masih mengatur napas. Dia pun melihat lagi ke sekeliling untuk memastikan tidak ada scene yang terlewat oleh matanya. Meskipun dia sangat terganggu dengan posisi kursi yang berada di dekat tembok.

"Mau ke mana?" tanya Woo-Soo, "jangan bilang kau ingin bunuh diri juga, Hyeong?"

"Anak tadi ingin bunuh diri?"

Kyung-Ho berbalik untuk melihat jawaban Woo-Soo. Tentu saja hal itu aneh dan juniornya tidak menemukan kejanggalan sama sekali. Terbukti, laki-laki memiliki leher yang pendek itu pergi setelah mengangguk.

God's Gift: 100 DaysWhere stories live. Discover now