Tajuk 14: Berbeda Cara

1 1 0
                                    

Da-Reum kesal. Dia sedikit kesulitan untuk menemukan ponsel yang disimpan sembarang di dalam tas. Saat tangan hendak mengangkat telepon itu sudah terputus. Aish! Ada apa dengannya?

Gadis yang mengenakan syal merah sedang memperhatikan teman-teman di kelasnya yang berjumlah dua puluh empat orang. Menoleh pada bangku Suhee yang kosong, melirik bangku yang dipenuhi gadis-gadis seusianya dengan membicarakan cara bermake-up yang baik dan benar. Tentang semua yang ada di alam semesta ini sangat menarik diulik oleh mereka.

Satu per satu teman menyapa Da-Reum dengan pernyataan serupa. Pasti sakit banget kalau dikhianati teman sendiri. Ah, Da-Reum! Seharusnya kamu menghindari orang dari kelas menengah ke bawah yang tidak berpendidikan kayak dia, daripada ditusuk dari belakang. Telinganya sudah berubah warna kalau saja suhu hari ini tidak rendah.

Musim dingin memang tidak banyak disukai orang karena risiko yang diterima tubuh. Namun, ada hal yang patut dibanggakan pada musim dingin karena beberapa hal yang mengalami reaksi kimia dengan cepat akan melambat. Misalnya pembusukan. Kebusukan orang-orang di sekitar Da-Reum yang tidak langsung terlihat karena musim dingin memperlambatnya. Beruntung, kan?

Hal tersebut tidak lebih kejam dari kata-kata busuk dengan tajuk motivasi yang mereka berikan. Padahal, bisa saja mereka yang akan turut senang dan bahagia kalau kejadian itu benar-benar menimpa Da-Reum. Kejadian dulu tidak pernah Da-Reum lupakan. Buku harian yang menuliskan kejadian buruk itu pun masih tertulis dengan jelas. Semua teman, tanpa terkecuali mengusik hidupnya, bukan, tetapi cukup untuk menghancurkan hidup dan kehidupan remajanya. Mengingat hal itu membuat Da-Reum marah.

Tidak ada panggilan lagi. Apa sesuatu terjadi pada Juee dan kakaknya? Da-Reum bangkit bertepatan Juee yang berdiri kaget di dekat pintu karena susu cokelat mengenai seragamnya, anak-anak dekat papan tulis berulah. Gadis itu menunduk dan buru-buru duduk di depan Da-Reum. Orang-orang yang bahkan tidak tahu titik ceritanya ikut mencemooh Juee lantas memberi gadis itu pengajaran. Spidol putih yang digunakan untuk mengisi jam presensi terlempar mengenai papan tulisan.

Empat laki-laki itu kaget lantaran suaranya terdengar keras sekali. Da-Reum bangkit lalu berjalan pelan ke depan, memungut spidol itu untuk mengembalikannya ke tempat semula. Laksana mengusir empat laki-laki yang terdiam. Mematung.

"Apa yang kalian dapat dari melakukan ini?" Da-Reum mengeluarkan suara dengan pelan sambil menghampiri laki-laki yang tingginya hampir sama. "Cara kalian ini murahan!"

Entah karena takut atau segan, keempat laki-laki bubar. Menyisakan susu cokelat yang tergelatak di mimbar tempat guru biasanya menyimpan barang mereka ketika menjelaskan atau melakukan presentasi. Da-Reum memungut susu kotak itu lalu melangkah keluar untuk memasukan sampah ke tempatnya.

Da-Reum berharap Juee mau kembali menjadi sahabatnya dan menceritakan tentang segalanya. Dari awal. Harap pada manusia biasanya berakhir sia-sia, tidak mendapatkan apa pun. Lebih sering terjadi dan sangat mutlak. Juee tetap menahan pandangan dengan menelungkup wajah di atas meja. Usaha Da-Reum menjadi tidak terarah.

Ahn Ji-Hoon dan Ahn Ji-Han melangkah lewat pintu yang dekat dengan loker. Ji-Hoon lebih dulu mengatur isi loker dan menukar buku-bukunya lantas duduk di meja kedua kolom kedua. Dia menggenggam buku paket yang begitu tebal di tangan kirinya.

Mengikuti kehendak hati, Da-Reum lalu melemparkan perhatian pada adiknya, Ji-Han. Hee-Sun dekat dengan Ji-Han. Jadi, mungkinkah mereka juga berbagi rahasia? Da-Reum menggaruk tengkuknya yang gatal. Ketika menyentuh bagian itu, dia selalu teringat rasa sakit.

Di saki mantelnya terdapat pemanas tangan, Da-Reum menyentuhnya berkali-kali. Tatapannya teralihkan pada Ahn-Jeong yang baru saja tiba. Tangan kekar yang berurat dimasukkan ke saku celana. Sweater abu-abu sangat kontras dengan seragam biru dongker yang dikenakannya bikin Da-Reum gagal fokus. Laki-laki itu menyapa teman laki-lakinya sambil tersenyum, sudut yang seimbang untuk memperhatikan kesempurnaan dari ciptaan Tuhan.

Guru matematika, Jang Shi-Mon seonsaengnim, memasuki ruangan sebelum bel kelas masuk menyala. Isi kelas yang sesaat memanas kembali tenang. Rupanya, seorang pria tinggi dengan gaya kasual berada tepat di belakang Pak Jang. Para siswa patuh untuk diam di posisi masing-masing.

Polisi Wang? Sedang apa dia di sini? Da-Reum melihat Hee-Sun dengan matanya yang berbinar seperti malam itu. Pandangan yang dilakukan gadis itu pada pamannya tidak pernah dilontarkan pada orang lain. Rupanya mereka memang dekat. Da-Reum gelisah karena pikiran mengerikan lebih mendominasi isi kepalanya. Tidak mungkin.

Ponsel Da-Reum berdering bersamaan dengan perkenalan polisi Wang. Dia bingung harus mengambil langkah apa dan bagaimana? Bukankah memercayai Woo-Soo lebih aman daripada harus menjelaskan panjang lebar pada orang yang belum tentu mengerti. Da-Reum memegang ponsel di balik saku celana. Meneguhkan hati untuk mengangkat panggilan tersebut sebelum dirinya memikirkan hal aneh yang lain.

"Kedatangan saya ke sini untuk menyelidiki kasus yang sedang tim saya kerjakan. Mohon partisipasi kalian agar dapat bekerja sama dan ...," jelas Polisi Wang sambil menarik napas panjang, "terlepas dari itu, kalian punya hak untuk menolak memberikan kesaksian."

"Oy, kita tolak aja!" sergah Tae-Seo, anak penindas yang maunya menang sendiri.

"Nee, kalau begitu." Polisi Wang tampak santai menanggapi hal tersebut.

Wang Kyung-Ho pun memutar yang terpasang di pergelangan kiri seraya mendekat lalu mencondongkan wajah ke arah Tae-Seo. Kedua tangan memegang ujung meja untuk menahan tubuhnya. Hidung dan mulut bergerak naik turun karena cuaca dan suhu yang kering.

"Yak, Hong Tae-Seo!" sapa Kyung-Ho pelan. "Mau dirimu memberi kesaksian atau tidak, berperilaku baik atau menjadi penindas, kau masih anak remaja yang tidak bisa mengendalikan emosi dan mengendalikan amunisi. Ck. Jaebal ... jadilah anak penurut sekali ini saja."

Da-Reum fokus pada layar ponsel karena melihat nama yang tertera adalah Suhee. Ck. Aku kira Ahjussi. Apa anak ini kehilangan penyokong setelah membuangku dan hampir memfitnahku? Da-Reum enggan untuk berurusan lagi dengan anak itu. Kepercayaan, rasa sayang, dan prihatin tidak lagi bergerak seimbang.

"Jadi ...," ucap Kyung-Ho menggantung. Laki-laki itu menoleh pada Da-Reum yang sedang menunduk. Gadis itu pun perlahan mengangkat kepalanya dan mereka beradu tatap.

"Kapan terakhir kali kalian ketemu Suhee?"

Suhee? Ponsel Da-Reum kembali bergetar karena pemanggil yang sama. Telinganya fokus mendengarkan penuturan Polisi Wang yang tatapannya tetap pada Da-Reum.

"Teman kalian. Sudah menghilang selama empat malam."

Da-Reum mengangkat tangan lantas berdiri karena terkejut. Dia mengangkat telepon itu dan arah pandangnya menjadi kabur.

God's Gift: 100 DaysWhere stories live. Discover now