Tajuk 10: Gagal

5 4 0
                                    

Keluarga Wang pernah bekerja di rumah Tuan Yang. Keluarga pengacara terbesar di firma hukum NT Grup. Walau keseharian pasangan itu berhubungan dengan hukum, tidak ada pengecualian untuk melakukan pelanggaran.

Ahn-Jeong meminta Da-Reum untuk duduk di sebelahnya. Meminta gadis itu untuk menemaninya menonton kembang api dan kebahagiaan yang terpancar dari orang-orang di luar sana. Kaca transparan dari toko kue pun memperlihatkan banyak sekali hal yang menjadi perbincangan.

"Mi–mi ...."

"Pohon yang nyata di sana," ungkap Ahn-Jeong sambil menunjuk pohon kecil yang berada di sisi jalan, dengan tembok abu tua yang membatasinya. "Kalah dengan pohon natal buatan yang bahkan tidak tumbuh dengan seharusnya."

Mendengar itu Da-Reum menunduk. Dia melupakan teman yang ditunggu lantas hanyut dalam cerita-cerita pahit anak mantan majikannya. Gadis itu menarik napas pelan sekali, takut kalau desah yang keluar membuat Ahn-Jeong lebih sensitif.

"Aku ingin tahu ...." Ahn-Jeong memutar kursinya menghadap ke kanan, lalu menarik tempat duduknya lebih dekat.

"Apa?" tanya Da-Reum ikut penasaran, dia menghindari tatapannya.

"Apa alasan ayahmu berhenti bekerja?" tanya Ahn-Jeong dengan suara teramat pelan.

Da-Reum mundur lalu beranjak. Dalam keadaan seperti itu dia harus mengatur pacu jantung yang tidak karuan. Gadis itu menoleh ke kiri, empat orang yang sedang berdiskusi setelah toko ditutup ikut melihatnya. Da-Reum merapikan helaian rambut yang mengganggu.

Da-Reum perlahan menjelaskan, "Keluarga Wang dan Tuan Yang punya perjanjian, Ahn. Kami di kontrak tiga tahun. Setelah mendapat cukup modal, Ayah sudah membeli toko dan sewa rumah di tahun sebelumnya. Jadi, itu alasan kami berhenti."

Ahn-Jeong tersenyum lalu ikut berdiri dan berbalik menghadap orang tuanya.

"Jibsa-nim, boleh ajak Da-Reum keluar sebentar?"

Da-Reum mendongak untuk melihat ekspresi laki-laki itu. Lengkung alis yang tegas juga tebal menghiasi tatapan teduh laki-laki di sampingnya. Di depan sana Tuan Yang dan ayahnya Da-Reum sama-sama mengangguk.

Hanya butuh waktu dua hari sekolah kembali ramai. Bukan karena tekunnya murid-murid tahun terakhir, tetapi sebuah masalah mencuat membawa nama sekolah menjadi buruk.

[Siswi Yeonghwa High School Ketahuan Mengencani Pria Tua Setelah Menyebarkan Rumor Teman Sekelasnya]

Judul artikel, foto yang terpampang, juga nama inisial dari berita itu membuat para guru turun tangan langsung dan memanggil seluruh siswa kelas XII. Bu Choi sebagai wali kelas Suhee, siswi yang namanya masuk ke situs online dan surat kabar tersebut bertindak tegas.

Hee-Sun berangkat bersama Ji-Han karena daerah tempat tinggal mereka berdekatan. Keduanya memutar jalan untuk bisa berpapasan dengan Da-Reum karena Hee-Sun sudah membuat janji untuk bertemu sebelum sampai ke sekolah.

Gadis yang hari ini gaya rambutnya berubah, mengikatnya separuh. Ji-Han tetap membiarkan separuh rambut yang dikeriting itu turun menutupi bahunya juga berfungsi menghalau semilir angin yang menerpa rahangnya. Kupluk rajut krem ikut menghiasi kepala.

Berbeda dengan Hee-Sun yang tetap sama, rambut diikat dengan poni Dora yang panjangnya sampai ke alis. Syal biru dongker yang melilit di leher senada dengan mantel dan rok pendek di atas lutut. Kaus kaki putih berbalut sepatu biru tua-putih. Penampilan sederhana.

"Oh, benar. Apa hubunganmu dengan Da-Reum?" tanya Ji-Han ketika mereka hampir sampai di gang yang mempertemukan jalan besar menuju sekolah. "Kayaknya kalian makin deket akhir-akhir ini."

"Molla." Hee-Sun menggeleng sampai terus berjalan, lalu balik bertanya, "Apa orang, hm, perempuan yang ditinggal sahabatnya suka bertingkah aneh?"

"Menurutku iya." Ji-Han menarik sudut alis ke atas. "Entah kalau orang lain. Tapi aku pernah mengalaminya."

"Ani ... bukankah, seharusnya dia lebih mementingkan Suhee dan masalahnya sekarang dari pada mementingkan aku yang bukan siapa-siapa?"

"Dia? Siapa?" tanya Ji-Han, "Da-Reum?"

"Ho, dia malah lebih memperhatikan aku akhir-akhir ini. Waktu kutanya pun, dia sepertinya enggan membahas Juee dan Suhee!"

Ji-Han bersandar pada tembok sambil menyelidik ekspresi Hee-Sun. Bukannya tidak mengerti kenapa teman yang mereka bicarakan melakukan itu. Akan tetapi, Ji-Han yang cukup memahami situasi memilih menjawab pertanyaan Hee-Sun di hati.

Keduanya melihat Da-Reum di belokan jalan yang tidak jauh. Hee-Sun melambai, diikuti kepala Ji-Han yang bergerak turun. Mereka tidak membahas hal lain selain berita-berita yang membuat mereka harus merelakan hari liburnya dan datang ke sekolah.

Tidak seramai biasanya, tetapi Lantai tiga dipenuhi dengan banyaknya manusia. Kelas XII-2 dan XII-3 lebih padat karena masalah bersumber di sana. Terlihat Suhee sudah menjadi bagian dari adonan tepung yang akan diuleni. Rupanya dia sudah dinyatakan bersalah dan tidak ada yang akan membantunya.

Da-Reum menjadi hati-hati. Seseorang mengambil tempatnya. Tidak ada yang tahu kejadian apa yang akan berubah dan takdir malah menukar posisi. Bola mata cokelat Da-Reum menatap Hee-Sun yang membekap mulut. Lantas berpaling pada Ji-Han yang mendekat ke arah mejanya.

"Apa yang kalian lakukan?" teriak Ji-Han sambil menatap Suhee lalu pandangannya jatuh pada punggung Juee yang ada di depannya.

"Apa lagi? Bu Choi sudah memverifikasi kalau Suhee yang memang memfitnah Da-Reum, anak ini juga yang ternyata berkencan berdua dengan ahjussi hidung belang!" ungkap salah satu teman laki-laki dengan logat Ulsan. Aksennya yang naik turun kala menekankan intonasi vokal.

"Bukan!" Da-Reum angkat bicara, "Ahjussi itu, pamannya Suhee!"

Mendengar itu Suhee yang menahan tangis lalu mengepalkan tangan. Mengetahui kalau sahabatnya itu terlalu banyak tahu tentangnya dan berpura-pura baik membela membuatnya tidak tahan. Tangan kanan yang bergetar mengambil pensil yang dia gunakan untuk menggambar. Digenggamnya kuat.

"Waw, Da-Reum ... jangan terlalu baik hati. Nanti kalau dimanfaatkan lagi. Baru tahu rasa!" celoteh teman yang lain.

Juee menggebrak meja sambil berdiri, dia beranjak dari kursi seraya menggesernya keras. Dia melirik sekilas pada Da-Reum yang masih berdiri melihat Suhee. Gadis yang menggelung rambutnya itu mendelik kesal sebelum pergi.

"Aish! Menyebalkan sekali!" umpat Suhee membuat semua orang menghentikan kegiatan semua orang. Tubuh kurusnya berdiri, pensil yang sejak tadi digenggam semakin mengetat. Dia menelisik setiap wajah teman-teman sekelasnya.

Da-Reum dan Hee-Sun terdiam di dekat loker, Juee berdiri berseberangan, dan Ji-Han memperhatikan gelagat Suhee yang duduk tepat di samping mejanya.

"Yak!" seru Ji-Han ketika Suhee mendekati Da-Reum dengan pensil di tangan.

Sebelum bergegas bangkit, Suhee sudah lebih dulu menyerang Da-Reum sampai gadis itu membentur bangku paling ujung lalu menempel pada tembok. Ujung pensil sudah ada di ujung rahangnya. Da-Reum sekuat tenaga menahan tangan Suhee dan rasa sakit. Darah menetes.

Tangan lain mengambil alih lengan Suhee dan mendorongnya sampai tubuh kurusnya terpental. Da-Reum terduduk ke lantai. Semua orang terperangah. Namun, seseorang tampak tersenyum puas.

God's Gift: 100 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang