Tajuk 24: Tidak Terelakkan

1 0 0
                                    

Pernah sewaktu-waktu aku tanya, kenapa kau terlihat berbeda dari tahun lalu? Ahn-Jeong hanya menjawab aku terlalu takut dan sepertinya, kalau ketakutannya benar, dia akan melewatkan banyak hal. Da-Reum terus membaca buku hariannya dari awal hingga akhir tanpa melompati bagian apa pun. Da-Reum sangat yakin, ketika semua teman-teman terdekatnya menjauh, buku hariannya adalah yang paling dekat.

Semua tertulis dengan jelas alur cerita dari hari ke hari. Waktu yang tidak terlalu penting hanya sebuah catatan kecil. Aku makan sendirian. Tidak ada yang terjadi ketika dirinya makan sendirian di tanggal sembilan belas Februari karena saat itu semua orang fokus pada ujian masuk dan tes-tes untuk masuk perguruan tinggi.

Salut rasanya ketika di jam-jam tersebut Da-Reum bisa makan dengan tenang tanpa gangguan orang-orang yang mengganggunya. Satu-satunya yang mau berteman hanya Hee-Sun, tetapi gadis itu menghilang ketika dirinya ingin belajar agar tes CPNS-nya berhasil.

Namun, segala upaya yang dia lakukan, polisi pun sudah mencari berhari-hari dia dinyatakan menghilang dan penyelidikan dihentikan. Catatan di buku diari cokelat krem itu menunjukkan tanggal hari ini. Di tengah malam yang sunyi berpikiran untuk bunuh diri yang pertama. Malam sekarang, dia sedang berpikir bagaimana mengungkapkan Ahn-Jeong atau Ji-Hoon dan alasan mereka melakukan hal tersebut.

Ahn-Jeong melakukan panggilan suara, membuat Da-Reum bergidik ngeri karena jawaban hari kemarin. Kata-kata itu melekat juga dalam kepalanya bahwa kemungkinan terbesar laki-laki itu melakukan hal yang sama seperti Bae Woo-Soo. Suara notifikasi panggilan tidak terjawab memenuhi kotak masuk. Itu panggilan kedelapan.

"Yee?" sapa Da-Reum.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Ahn-Jeong, "setelah bertemu paman Suhee kau menghindariku. Kau tahu?"

"Aku mendengarkan cerita yang memilukan tentang temanmu, Ahn. Apa kau tahu Ji-Hoon mendekati Suhee dan alasannya?" jelas Da-Reum. "Aku benar-benar tidak mengerti kenapa Ji-Hoon mendekati Suhee kalau hanya ingin menyakitinya."

Suara napas terdengar pendek. Ahn-Jeong mendesah sekaligus mendengkus sebelum menjawab, "Mungkin ... dia enggak sadar sama perlakuannya, Da-Reum. Dia juga suka sama Suhee, tetapi tidak bisa mengungkapkannya karena dia teman yang kaku!"

"Karena dia teman yang kaku jadi kau bisa memanfaatkannya, begitu?" tanya Da-Reum mengejutkan.

"Ha? Apa maksudmu?" Ahn-Jeong menggigit bibir bawahnya dan terus menyunggingkan senyum.

Tolong. Tolong jangan berpura-pura lagi. Kejadian hari itu terjadi bukan sekarang. Da-Reum seperti mengingatnya, kalau percakapan yang dirinya tanyakan pada Ahn-Jeong bukan kejadian masa ini. "Kau ... kau tahu yang sebenarnya terjadi!"

"Yang sebenarnya?" Nada sindir Ahn-Jeong seolah-olah menohok dan menyadarkan. Kejadian beruntun yang terjadi sekarang karena dirinya, Ahn-Jeong ikut kembali ke seratus hari.

"Apa ada yang akan percaya kalau kita melintasi waktu?" tanya Ahn-Jeong, "bagaimana kalau waktu kematian Juee dipercepat?"

"Benar. Bukan hanya aku yang melintasi waktu, tetapi kau juga! Apa sebenarnya kesalahanku sampai kau tega mencelakai teman-temanku? Kenapa harus Juee? Kalau aku yang salah padamu kenapa tidak mencelakai aku saja?"

Telepon terputus. Rasa putus asa menyerbu relung hatinya. Jemari tangan Da-Reum bergetar ketika dia mencoba menghubungi Woo-Soo. Suaranya seakan-akan menghilang bersama kegelapan.

Jika Ji-Han tidak bersedia memberitahu cerita mereka dan membantu Da-Reum menyadarkan, dia yakin kalau hari ini perasaan terkutuknya akan menghalangi terungkapnya kebenaran.

[Datanglah ke atap sekarang!]

Pesan dengan isi serupa yang pernah dikirim oleh ponsel Juee pada Da-Reum. Perbedaannya pesan itu dikirim dari ponsel Ahn-Jeong yang baru saja menyudahi telepon.

"Ahjussi? Apa Juee ada?" seloroh Da-Reum ketika telepon diangkat.

Malam sudah larut, suara di seberang terdengar enggan. "Tentu saja. Ini sudah hampir tengah malam. Ahjussi—"

"Andwe, Ahjussi! Juee tidak menjawab teleponnya. Tolong cek, Paman!" potong Da-Reum sambil berlari keluar rumah setelah berhasil mengendap-endap. Dia berlari sekuat tenaga dan terus menghubungi nomor ponsel Juee.

Tetap tidak ada balasan. Juee tidak menjawab teleponnya. Namun, sebuah pesan berisi foto tampak belakang dari seorang gadis mencuri perhatian Da-Reum. Juee sudah ada di atap sekolah dan bertemu dengan Ahn-Jeong. Tidak. Pikirkan dengan baik segalanya, Da-Reum. Dia ingin menghancurkanmu dan dia ingin menunjukkan hal itu padamu. Pikirkan bagian kenangan masa lalu yang menyakitkan bagi Ahn-Jeong. Apa kau pernah menyinggungnya dan menyakiti hatinya? Dia Ahn-Jeong, Da-Reum. Laki-laki yang kau sukai karena kepribadian baiknya dan kesabarannya menghadapi segala kesulitan. Da-Reum menjatuhkan sepatunya yang terpasang asal.

Da-Reum hampir kehilangan keseimbangan saat kakinya menginjak bebatuan yang menjadi bagian dari daerah belakang sekolah. Dia menyusup lalu menaiki banyak tangga untuk sampai ke puncak. Jadi, kursi itu memang dijadikan tempat untuk mereka setiap mereka bertemu di atap. Akhir-akhir ini Da-Reum kehilangan momen keindahan itu karena dua sahabatnya selalu memiliki alasan lain.

Maafkan aku, Suhee. Sahabat yang gagal aku selamatkan karena terpengaruh oleh buaian Ahn-Jeong dan keraguan pada Hee-Sun dan Ji-Han. Da-Reum tiba, tidak hanya Juee yang berada di sana melainkan tiga orang lain yang amat dikenalnya. Mereka ... babak belur. Ahn-Jeong menahan kerah Ji-Hoon.

"Aish! Kalian benar-benar sesuatu!" umpat Ahn-Jeong.

"Ji-Hoon!" Da-Reum terhenyak. Lalu dilihat lagi Hee-Sun sudah tergelatak di pangkuan Ji-Han, Juee sedang membantu menyadarkan gadis itu.

"A–apa yang kau ... lakukan?" Da-Reum kembali menangis. Dia mendekat selangkah demi selangkah agar Ahn-Jeong menghentikan aksinya. Pandangan Da-Reum mengedar ke segala penjuru, pipi Ji-Han yang berdarah, kening Hee-Sun, dan Juee menekan kapas di lubang hidungnya.

Ji-Hoon mengaduh. "Semua di sini? Kenapa kalian merasa terperdaya karena keberadaanku?" Ahn-Jeong melepaskan kerah Ji-Hoon sampai laki-laki itu terjerembab.

Laki-laki itu menghampiri Juee. Da-Reum mengikutinya dan tidak ingin salah bertindak sampai harus menyakiti salah satu dari mereka. Ahn-Jeong menarik lengan Juee untuk berdiri, tidak bisa menolak, dia melakukan kekerasan sampai gadis itu terpekik.

"Juee!" teriak Ji-Han dan Da-Reum bersamaan. Mereka menghentikan kegiatan sejenak karena sebuah suara ikut menengahi.

Woo-Soo mengeluarkan pistolnya dan mengangkat tangan ke arah Ahn-Jeong. "Lepaskan dia!"

Ahn-Jeong membawa Juee untuk menaiki kursi, sedangkan Woo-Soo berjalan mendekat. Akan tetapi, sebelum Ahn-Jeong sempat mendorong Juee, Da-Reum lebih dulu berlari dan menarik gadis itu untuk turun dari kursi, sedangkan dirinya terjatuh dan melayang. Sekali ini, dia menutup mata untuk melihat bagaimana keterkejutan Ahn-Jeong.

God's Gift: 100 DaysWhere stories live. Discover now