Tajuk 12: Tidak Berpijak

4 1 0
                                    

Yeonghwa School sangat sepi. Penjaga sekolah telah selesai melakukan pemeriksaan rutin siang hari. Kamera pengawas pun sudah dipastikan bekerja dengan baik. Gedung setinggi lima belas meter didominasi krem kekuningan dan biru pada tembok yang dibuat menonjol. Memiliki enam lantai yang setiap bagiannya mempunyai bentuk serupa. Kaca-kaca yang terpasang berjejer rapi menghias bagian luar bangunan.

Salju memenuhi atap, pepohonan, jalan-jalan. Hampir di semua tempat gundukan putih itu belum mencair. Gerbang hitam dipenuhi buliran air yang telah mengeras tertutup rapat. Dedaunan di sekitar gerbang berubah menjadi putih, rerumputan pun ikut terbenam bersamanya. Temperatur yang sangat rendah sampai pada puncaknya.

Gadis berambut sebahu menggelung tinggi rambutnya menggunakan ikatan tebal ungu. Bentuk kepala lonjongnya membuat garis wajah sang gadis tampak lenjang. Celana panjang dan jaket tebal membungkus tubuh kurus itu. Syalnya bergerak mengikuti embusan angin dingin ketika dia memanjat tembok untuk menerobos masuk sekolah.

"Kau gila?"

Suhee yang sedang fokus mengatur posisi agar tubuhnya menghadap ke arah sekolah terkejut dan mengalihkan pandangan pada gadis yang mengenakan bando. Juee mendongak menatap Suhee kemudian menggeleng.

"Untuk apa kau ke mari?" tanya Suhee sembari membuang wajah, aktivitas tangan yang terhenti kembali menempatkan posisi.

"Menurutmu?" Juee melipat tangan di dada. Kepala menunduk, kedua kaki yang mengenakan sepatu pantofel hitam bergerak membuat gerakan melingkar sampai menimbulkan suara.

Kedua gadis itu sama-sama diam sebelum Suhee mengeluarkan suara. "Aku harus minta maaf. Padamu. Ya, hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini."

"Bukan. Bukan itu yang aku inginkan Suhee–ya! Na ...," ungkap Juee yang kehilangan suara beratnya.

Juee melepas kedua tangan ke samping badan dan meremas gaun yang dikenakan. Kepala mendongak lalu melanjutkan, "Aku ... aku ingin kita kembali seperti dulu!"

"Apa menurutmu itu mungkin, Bae Juee?" sanggah Suhee yang kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh.

Tangan Juee menangkap pergelangan tangan Suhee. Tembok setinggi dua meter itu membuat Juee harus berjinjit lantas berujar, "Apa alasan yang membuat itu tidak mungkin? Kita tidak melakukan kesalahan fatal yang membuat Wang dipermalukan. Kita bisa menjelaskan padanya."

"Kejelasan tentang apa?"

Juee dan Suhee refleks menoleh ke sumber suara yang berwajah datar.

Rambut panjang sepunggung dengan poni yang menutupi mata sebelah kiri ditarik ke belakang dengan jepit hitam polos. Mempertontonkan bulu mata lentik yang menghias mata bulat ketika terkejut. Da-Reum membekap mulut sendiri dan berpura-pura menggaruk bibir atas.

"Suhee pergi ke arah sekolah?" tanyanya terkejut. Pasalnya, keberadaan dirinya dengan sang adik di 'kampung sebelah' ini untuk mencari gadis itu. Menggali informasi penting yang akan membawa petunjuk.

Ahn-Jeong mengangguk sambil tersenyum. Kedua tangannya tidak berhenti, tangan kanan mengambil satu tusuk Odeng dan menyuapnya, sedangkan yang lain mengetuk-ngetuk kursi.

Geu-Ram yang hanya fokus pada layar ponsel dan santapannya duduk berseberangan dengan sang kakak. Sekali-sekali melirik lalu tersenyum manis. Melihat Da-Reum tersenyum sampai bibirnya membentuk bulat sabit. Dia bahagia? Ck. Geu-Ram memesan teokbeokki dan sundae.

Hal itu membuat Da-Reum geram. Dia memelototi sang adik untuk mengatur porsi jajannya karena uang yang dirinya bawa tidak akan memadai. Hari belum berjalan setengahnya, tetapi sang adik sudah menggunakan dua per tiga dari seharusnya.

"Jangan khawatir. Biar aku yang bayar."

"Jinjja?" Geu-Ram sangat bersemangat sambil menerima pesanan. Gigi taringnya yang tanggal itu menghias wajah polosnya. "Gomawo-yo ... Hyeong!"

"Jangan sungkan!" balas Ahn-Jeong. Dia melirik raut kekesalan pada gadis di sebelah kirinya.

Anak tertua Wang itu mendengkus sambil mengeratkan gigi. Lalu, bola matanya pergi ke sudut hanya untuk memastikan Ahn-Jeong tidak sedang menertawakan kelakuan dia dan sang adik. Ah, apa yang harus aku lakukan? Aku harus segera bertemu dengan Suhee. Haruskah? Da-Reum langsung membalik badan, menghadap.

Garis rahang tegas bergerak mengikuti mulut yang sedang mengunyah. Senyum bergelombang karena ruang rongga mulutnya telah penuh, bola mata keabuan yang memandang ke depan. Da-Reum terbuai. Sejak mereka di ruangan yang sama hingga hari ini, di sekolah yang sama. Sejak menjadi teman yang tidak bisa apa-apa dan takut untuk mencoba, sampai berani mencoba segalanya.

"Ada yang salah? Ada kotoran sisa 'kue ikan' di mulut?" selidik Ahn-Jeong.

"Enggak." Da-Reum cepat mengambil keputusan. Dia berdiri dan berbalik ke arah adiknya.

"Tahu jalan pulang, kan?" tanya Da-Reum, "Noona sama Ahn-Jeong Hyeong ada keperluan sebentar."

"Nee, Noona!" balas adiknya semangat. Dia meneruskan bermain game daringnya tanpa memedulikan lagi sejoli yang beranjak pergi.

Da-Reum menceritakannya pada Ahn-Jeong tentang hubungan dirinya dengan dua sahabat. Membuat laki-laki itu termenung memikirkan. Sesekali Da-Reum menarik napas kuat dan membuangnya dengan lemah, dia pun mengatur emosi yang ada di dalam diri untuk tidak terbawa suasana dan menyampaikan maksud perjalanannya hari ini pada Ahn-Jeong. Dia tidak tahu harus melakukan apa agar bisa kembali bersama dua sahabatnya.

Ahn-Jeong sesekali meraih punggung Da-Reum dan menepuk pelan. Sebuah upaya untuk menenangkan, walau terlihat canggung. Meski kesedihan Da-Reum tidak hilang hanya dengan perlakuan tersebut. Ahn-Jeong pun sangat memperhatikan gadis di sebelah kirinya, dia merenggangkan lengannya saat orang yang tidak fokus hampir mengenai pundak Da-Reum.

Langkah kaki mereka berhenti di luar tembok sekolah. Tembok yang bersih tanpa ada coreta apa pun, catnya terlihat selalu baru. Da-Reum menyusuri tembok dengan jemarinya sambil berjalan menuju jalan besar. Selain letak sekolah yang strategis, Yeonghwa School pun merupakan sekolah menengah umum yang semua materi pembelajarannya disampaikan. Terbagi menjadi tiga cabang.

Ahn-Jeong merenggangkan tangan untuk menghalangi Da-Reum, dia menjelaskan, "Ada Suhee?"

"Terus, kenapa Ahn-Jeong menghalangi jalanku?" Da-Reum mendongak, menyelidik sorot mata laki-laki itu.

Laki-laki yang mengenakan kaus polos dua warna itu mengedarkan pandangan. Dia tidak mengerti jalan pikirannya sendiri. Tangan kanan perlahan turun, tubuhnya berbalik mengikuti gerakan tangan Da-Reum yang menyingkap penghalang. Ahn-Jeong memutuskan untuk tetap berdiri di sampingnya dan menjadi pengamat saja.

Gadis itu kemudian menoleh ke samping kanan, tepat Ahn-Jeong sedang mematung dengan pandangan yang tidak karuan. Da-Reum menyalak, "Eopseo!"

Ahn-Jeong mengikuti arah pandangan Da-Reum. Tidak ada siapa pun di sana kecuali boneka salju yang sudah rusak sebagian. Da-Reum berjalan lebih dulu untuk melihat apakah ada jejak atau mungkin Suhee bersembunyi setelah Ahn-Jeong melihatnya. Akan tetapi, dia tidak menemukan apa pun kecuali kepala Olaf yang rusak setengahnya dan retakan di tubuh.

Di kanan atau pun kiri jalan, tidak ada siapa pun. Lingkungan di dalam sekolah yang sangat sepi, berdampak pada damainya lingkungan sekitar. Tidak ada siapa pun.

God's Gift: 100 DaysOnde as histórias ganham vida. Descobre agora