Tajuk 25: Malam Itu

2 0 0
                                    

Gadis yang memakai seragam putih lengan panjang dan celana olahraga hitam berpelat putih berjalan sendirian. Ketika merasa bosan dia berdiri pada kursi untuk memandangi hamparan awan hitam di langit gelap dan lapang sekolah yang sangat luas. Gedung berbentuk jajar genjang itu dibuat melengkung. Sehingga dari atas sana dapat terlihat ruang kelas yang sepi dan hampa.

Dengan lampu gantung yang bersinar di tingga tepat di tengah-tengah bangunan luas itu, Juee merasa sangat gugup. Dia melihat ponselnya berkali-kali lantas melihat ke bawah. Belum ada siapa pun. Dia sudah menghubungi Ji-Han dan Hee-Sun. Mereka bertemu hari ini karena ingin menyusun rencana. Setelah apa yang dilakukan Ahn-Jeong, mencampakkannya, hal yang terjadi pada Suhee sangat menghantui.

Hari itu ketika Ji-Han menghampiri mereka. Suhee memberi pernyataan tegas kalau dia tidak akan melakukan hal bodoh yang merugikan dirinya sendiri, Ji-Hoon, dan Juee. Mereka tidak akan lagi terlibat apa pun ketika rencana yang dibuat dua laki-laki itu tidak berjalan sesuai rencana.

Da-Reum akan selalu ada di puncak kalau kalian tidak berbuat sesuatu. Kalimat itu yang akhirnya memberikan keberanian untuk Juee dan Suhee akan menjebak sahabat mereka. Ahn-Jeong pun berpesan agar tidak gagal dan mereka akan sama-sama merangkak ke atap. Akan tetapi, Da-Reum seolah-olah mengetahui semuanya dan rencana gagal. Kembali bersama bukan solusi, Ahn-Jeong dan Ji-Hoon enggan untuk terlibat, dan hubungan mereka berakhir.

Namun sayangnya, Suhee tidak bisa merelakan apa yang sudah mereka lalui. Kebersamaan dengan Ji-Hoon membuainya dengan segala macam tindakan amoral. Bahkan, membuat video amatir tentang Kakak Juee dan Da-Reum yang terlibat makan bersama. Tidak memikirkan tindakan selanjutnya, Suhee lagi-lagi terempas ke dasar jurang yang tidak bisa lagi ditolong. Dia difitnah berduaan dengan pamannya sendiri. Ketika Da-Reum membelanya, dia tidak hanya marah, dirinya malu. Ingin menuntaskan semuanya dan membuat keputusan menyerang.

Da-Reum merasakan hal itu. Serangan Suhee lemah di awal, tetapi semakin kuat di akhir dan sahabatnya itu meneteskan air mata. Air mata penyesalan. Dia tidak ingin membuat Suhee masuk ke ruang tindak disiplin dan melakukan berbagai cara, tetapi teman yang lain tidak bisa berbohong.

Juee melihat dua gadis yang akan ditemuinya datang. "Hee-Sun, Ji-Han!"

"Ah, jantungku hampir copot waktu lewat pos penjagaan tadi." Hee-Sun membenarkan rambutnya yang terbawa angin. Dia juga menyisir rambut keriting itu dengan jemarinya dan berjalan mendekati Juee.

Ji-Han langsung duduk di tempat biasa mereka mendiskusikan sesuatu. Kursi-kursi yang ditumpuk dan ditutup terpal biru diangkat lalu disejajarkan. Juee ikut duduk di sampingnya, disusul Hee-Sun. Aroma musim semi sudah terasa, menempa wajah. Membelai lembut menumbuhkan kedamaian.

"Kau yakin tidak apa-apa untuk memberi tahu Da-Reum sekarang?" tanya Hee-Sun.

"Aku siap!" Juee meluruskan kaki lalu menarik napas perlahan dan membuangnya. "Aku sudah terlalu lama menyimpan rahasia ini, Hee-Sun. Tidak lagi. Aku harus berani bertanggung jawab."

"Jadi? Apa rahasia yang kalian bicarakan?" Seseorang tiba-tiba muncul dalam kegelapan. Semua orang kehilangan ketegarannya dan mematung, hanya mampu saling bertukar napas di kedinginan yang menyapa. Ketiga gadis itu serempak berdiri sambil menghadap ke arah suara.

Laki-laki itu memainkan ponsel di jari-jarinya yang besar dan panjang. Tubuh tinggi itu berjalan selangkah demi selangkah mendekat ke arah kerumunan, memecah bayangan tiga orang dengan bayangannya, laki-laki itu mengeluarkan suara retakan yang membuat ketiga gadis itu merasa semakin ngeri.

Juee menggigil. Dinginnya suhu yang berada di ruangan terbuka membelai kulitnya. Tidak sehangat tadi. Walaupun pakaian yang dikenakannya panjang, temperatur di sana terasa menusuk. Bukan. Kehadiran laki-laki yang dicintainya itu seakan-akan memberi tahu Shin untuk menghantui ketiganya. Juee melirik Hee-Sun yang sedikit demi sedikit bergeser dengan menggerakkan tumit. Dia juga melirik Ji-Han yang menahan amarah kepada Ahn-Jeong tetapi tidak bisa mengungkapkannya.

"A!" Ji-Han dan Juee terkesiap saat telapak tangan Ahn-Jeong mengarah pada Hee-Sun yang jatuh tersungkur ke tanah. Ji-Han yang refleks menghalangi Ahn-Jeong untuk memukul kembali temannya mendapat pukulan di wajah, membuat sudut bibirnya berdarah.

Juee mulai menghalangi dan berdiri di hadapan Ahn-Jeong berharap bisa menghadang laki-laki itu. "Apa yang kau lakukan? Apa kesalahan kami padanya?"

"Apa?" bentaknya sembari menarik rambut Juee yang diikat menyerupai buntut kuda. "Kau bertanya seolah-olah tidak tahu! Apa kau tidak pernah merasakan apa pun saat kita bersama?"

Juee memejamkan mata tidak berani menatap mata laki-laki yang terus menarik rambutnya hingga kulit kepalanya seperti tertarik. Dia menutup mulut rapat-rapat takut akan kekasaran yang akan menimpanya mengenai bibirnya yang sedang sakit. Deru napas pendek dan cepat berbalas dengan napas teratur yang menimpa pipinya. Menyeramkan.

"A–apa sebenarnya ... kesalahan kami?" Ji-Han memberanikan diri.

Akhirnya tamparan itu mendarat di pipi kiri. Ahn-Jeong mengeluarkan semua yang selama ini dipendamnya. "Karena kalian sama-sama bodoh!" balasnya.

Ji-Han yang menahan bokong Juee agar tidak terjerembap. Mereka langsung duduk saling merapat mendengarkan apa yang akan disampaikan laki-laki itu. Setelah melecehkan dan menghinanya, apa lagi yang diinginkan laki-laki itu untuk dirinya lakukan.

"Aku memiliki dendam pada keluarga Da-Reum. Tentu saja kalian tidak ada dalam agenda awalnya. Namun, ketika mengetahui identitas keluarga kalian. Wang Kyung-Ho yang ternyata adalah pamanmu. Bae Woo-Soo yang ternyata adalah kakakmu, Juee!"

Mereka mendengarkan. Ahn-Jeong melanjutkan, "Saat aku membutuhkan bantuan mereka. Mereka pergi begitu saja karena tidak mau mencoreng reputasi keluargaku. Mereka tidak tahu apa pun tentang perlakuan dua manusia yang kita sebut orang tua. Melihat kalian bahagia bersama, tanpa bisa memberi bantuan, aku harus apa?"

"Mereka hanya bisa menonton pertunjukan bahkan saat aku sudah dewasa. Kalian terlalu memuakkan. Namun, seharusnya kalian berterima kasih pada Da-Reum! Kalau bukan karena dia, jauh-jauh hari aku sudah membalas dan mendepak kalian dari dunia ini!"

"Kami?" teriak Ji-Han. "Apa kesalahan kami?"

"Kamu dan Ji-Hoon. Tidak ada!" sahutnya santai. Dia mendekati ketiga perlahan. "Aku sudah bilang kalau kalian bodoh! Kebodohan kalian yang mempercayaiku sampai akhir!"

"Siala!" teriak Ji-Hoon dari balik tumpukan kursi-kursi. Rencana Ji-Han membuat kakaknya sadar berjalan sesuai rencana, kini tinggal menunggu restu Tuhan agar rencana lainnya tercapai.

Ji-Han dan Juee terus berusaha membangunkan Hee-Sun yang setengah sadar. Ahn-Jeong dan Ji-Hoon terlibat baku hantam yang tidak lagi bisa terhindarkan. Sumpah serapah keluar sampai suara Da-Reum terdengar.

God's Gift: 100 DaysWhere stories live. Discover now