[7] - The Falling?

32.3K 2.3K 29
                                    

Jika Nara diminta untuk menggambarkan bagaimana Dimas sebenarnya, dia akan menjawab pria itu baik. Sangat baik. Pria itu tidak banyak bicara, sikap pedulinya lebih sering dia tunjukkan lewat tindakan.

Tiap pagi pria itu selalu menunggunya bangun terlebih dahulu sebelum ke kantor, untuk menanyakan apakah kondisinya baik-baik saja. Pria yang hampir tiap jam menanyakan apakah bayinya sedang menginginkan sesuatu. Terkadang, perhatian Dimas yang berlebihan terhadapnya membuat Nara merasa tidak enak.

Seperti saat ini, Dimas menawarkan untuk menjemputnya meskipun pria itu kelelahan sehabis pulang kantor. Padahal pria itu bisa saja memintanya naik kendaraan umum dibanding harus putar balik.

Dari jendela kosan, Nara melihat mobil range rover Dimas sudah terparkir di depan kosan Nadia. Pria itu berdiri di samping mobil, mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Nad, gue pulang dulu," ucap Nara.

"Dimas udah sampai?" tanya Nadia mengalihkan pandangan dari laptopnya.

Nara mengangguk. "Udah, di depan."

"Okay. Take care, Ra."

Nara mengangguk dan berlalu menuju mobil Dimas.

"Hai," ucap Nara membuat Dimas mengalihkan pandangan dari ponselnya. Pria itu masih mengenakan baju yang sama seperti saat berangkat kantor. Jas kantornya sudah dilepas meninggalkan kemeja putih klasik yang lengannya digulung hingga siku. Rambutnya tidak serapi saat berangkat, namun Nara mengakui kalau pria itu masih sangat terlihat tampan.

"Hai, saya baru mau nelpon kamu. Sorry, saya sampainya agak lama. Tadi di jalan macet banget." Dimas menghela nafas. Jarak Sudirman ke Petamburan bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam. Dimas sudah berusaha mengemudikan mobilnya secepat mungkin. Namun, karena terjebak macet dia baru sampai dua jam kemudian.

Nara menggeleng. "It's okay. Saya juga nunggu gak terlalu lama. Nadia juga belum tidur."

Dimas mengangguk. "Mau pulang sekarang?"

"Yuk," ucap Nara kepada Dimas kemudian berlalu menuju ke mobil.

Dimas mengemudi dalam diam. Mencoba berkonsentrasi penuh walaupun sesekali matanya melirik pada kursi penumpang di sebelahnya, sedangkan sang penumpang terlihat serius menatap ke arah luar jendela. Seolah pemandangan Kota Jakarta di malam hari sangat menarik baginya.

"Apa yang wanita itu selalu pikirkan?Apakah dia bahagia dengan pernikahan ini?Apakah Dimas cukup baik untuknya?Apakah dia menyesal telah menikah dengan Dimas?"

Berbagai pertanyaan itu selalu berkecamuk di dalam benak Dimas. Namun, dibanding mengungkapkannya dimas memilih untuk menyimpannya sendiri. Entahlah, hubungan mereka sudah terlalu rumit untuk dibicarakan.

"Jadi ke dokter besok?" tanya Dimas, membuka percakapan setelah mereka sudah sepuluh menit perjalanan. Tadi, mama sudah mengingatkannya berkali-kali untuk mengantar Nara check up ke dokter kandungan. Kandungan Nara sudah berusia empat bulan dan ini akan menjadi pengalaman pertama Dimas mengantar Nara check up setelah mereka menikah.

Nara menoleh, sedikit tersentak karena seseorang menginterupsi lamunannya. "Jadi. Udah daftar buat jam satu siang. Kata mama dokternya kenalan kamu."

Dimas mengangkat sebelah alisnya "Teman saya? Siapa?" Dimas mempunyai beberapa kenalan dokter. Baik dokter umum maupun spesialis. Namun, untuk dokter kandungan Dimas tidak mengingat siapa kenalannya itu.

"Dokter Giselle. Kamu kenal?"

Dimas mengangguk. "Oh... Giselle, kenal," Giselle adalah sahabat Keyra, mereka pernah bertemu beberapa kali dulu saat Dimas dan Keyra menjalin hubungan. "Di Grand Hospital?"

Married by AccidentWhere stories live. Discover now