[19] - The Bitter Truth?

30.2K 1.9K 23
                                    

Bunyi alarm membangunkan Nara dari tidur pulasnya. Dengan mata yang masih terpejam, Nara mengulurkan tangan untuk mematikannya. Setelah apa yang terjadi semalam, Nara memuji dirinya karena wanita itu masih bisa tertidur pulas. Dia bahkan tidak menyadari kalau Dimas sudah tidak berada di sebelahnya entah sejak kapan.

Dimas memang memberitahunya kalau pria itu akan berada di Pangandaran selama tiga hari. Itu berarti selama tiga hari itu juga mereka tidak akan bertemu. Nara tidak tahu apakah dia harus senang atau sedih, namun sejak kejadian semalam hubungan keduanya menjadi canggung. Dimas meninggalkannya setelah apa yang terjadi semalam benar-benar membuat Nara kebingungan.

Apakah pria itu menyesal telah menciumnya?

Apakah pria itu membencinya karena Nara membalas ciumannya?

Berbagai pertanyaan itu bergelut di dalam benak Nara. Namun, hingga saat ini Nara belum juga menemukan jawabannya.

Nara menghela nafas. Dengan gontai, dia mencoba menegakkan tubuhnya. Matanya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 07.00. Dia sudah harus bersiap sekarang. Hari ini, dia dan Tante Ajeng berencana untuk pergi membeli pakaian untuk calon bayinya. Awalnya Tante Ajeng akan meminta Mbak Dina untuk mengurusnya lagi, tapi karena Nara bersikeras untuk ikut, Tante Ajeng mengizinkannya. Mbak Dina sudah terlalu direpotkan untuk sesuatu diluar tanggung jawabnya.

Nara baru saja bangkit dari tempat tidur saat matanya menangkap secarik kertas di atas nakas. Di sebelah kertas itu terdapat susu. Nara bisa menebak siapa yang melakukan ini. Bik Rum tidak mungkin masuk ke kamarnya dan membuatkannya susu ibu hamil. Sebenarnya bisa saja Bik Rum melakukannya, namun tidak saat Nara sedang tertidur lelap. Nara meraih kertas itu dan membacanya.

Sorry, saya gak sempat bangunin kamu. Kamu tidurnya pulas banget. Susu dan vitaminnya jangan lupa diminum! See you later!

- Dimas

Pria itu menyuruhnya untuk tidak jatuh cinta, namun berbanding terbalik dengan tindakan yang pria itu tunjukkan padanya. Nara tidak mengatakan kalau saat ini dia memang mencintai Dimas, namun tidak menutup kemungkinan apa yang dikatakan Nadia kepadanya benar. Bahwa Nara sebenarnya menaruh hati kepada Dimas, dia hanya enggan mengakuinya.

Nara menggeleng cepat. Ini lebih rumit dari tugas gambar yang sering dia kerjakan dulu. Dengan sigap, Nara bangkit dari tempat tidur dan mengambil handuk. Dia harus bersiap sekarang sebelum Pak Mul menjemputnya.

"Masih butuh yang lain?" tanya Tante Ajeng setelah mereka berkeliling di mall mencari baju untuk calon bayinya.

Mata Nara membulat menatap troli yang berisi penuh dengan baju bayi. Nara tidak tahu kalau belanjaan mereka akan sebanyak ini. Tadi, mereka hanya memasukkan asal belanjaan ke troli tanpa menghitung jumlahnya.

"Kayaknya ini udah cukup, Ma."

"Gak mau nambah lagi? Mumpung kita lagi di mall, jadi belinya sekalian," tawar Tante Ajeng lagi.

Nara menatap belanjaannya lagi. Ini lebih dari cukup. Bayinya juga tidak mungkin akan menggunakan semua baju ini sekaligus.

Nara menggeleng. "Nggak, Ma. Ini lebih dari cukup."

Tante Ajeng mengangguk. "Ya udah, kita bayar dulu kalau gitu. Abis ini, kita brunch dulu. Restoran itu kayaknya sepi, biar gak perlu antri lama," ucap Tante Ajeng menunjuk restoran Italia yang terlihat lebih sepi dibanding restoran di sekitarnya.

Nara mengangguk. "Iya, Ma."

"Dimas bilangnya berapa hari di Pangandaran?"

"Tiga hari, Ma."

Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang