[57] - The Confession Of True Feeling?

27.7K 1.8K 73
                                    

Minggu depan kamu ada waktu? Saya mau ngajak kamu—"

"Tujuan kamu apa sih, Dim?" Tanya Nara tiba-tiba, memotong ucapan Dimas.

Mereka masih berada di dalam mobil Dimas yang terparkir di depan kosan Nara. Langit sudah mulai gelap ketika mereka sampai. Jarak yang lumayan jauh serta kemacetan yang tiba-tiba menjebak mereka hingga berjam-jam membuat waktu yang mereka habiskan di mobil terasa lebih lama dibanding di makam tadi. 

Pertanyaan tentang kertas yang tanpa sengaja Nara temukan, sejak tadi memenuhi otaknya. Dimas pasti memiliki alasan mengapa dia menyembunyikan semua ini. Dan Nara harus tahu apa alasan pria itu.

"Hmmm?" Dimas mengernyitkan dahi, merasa bingung. "Kamu gak bisa? Ya udah , kita cari waktu lain saja kalau gitu.

"Bukan soal itu." Nara mendengus kesal. 

"Lalu?"

Nara mengeluarkan kertas yang sejak tadi disembunyikannya di kantung celananya. Seketika, Nara melihat mata Dimas sontak membulat, membuat Nara yakin pria itu tidak menduga hal ini akan terjadi.

"Kamu dapat dari mana?" 

"Jaket kamu." Nara menghela nafas. "Saya gak sengaja liat saat handphone kamu bunyi." Nara menghindar menyebut nama Keyra. "Kenapa selama ini kamu sembunyiin hal ini dari saya, Dim?"

"Lihat reaksi kamu saat ini." Dimas tersenyum getir. "Jika kamu tahu sejak awal, apa kamu akan mengizinkan saya melakukannya? Melihat saya saja di pertemuan pertama kita kamu seperti melihat setan."

Nara terdiam. Namun, dia mengiyakan ucapan Dimas. Setelah mereka cerai, Nara memang mencoba menghapus sedikit demi sedikit jejak Dimas di kehidupannya. Meskipun tidak bisa sepenuhnya karena dia masih berhubungan baik dengan keluarga pria itu. Itu juga alasan mengapa Nara memilih menetap di Bandung bukan di Jakarta demi menghindari pria itu. Dan tentu saja, jika Nara mengetahui hal ini sejak awal, dia tidak akan mengizinkan Dimas melakukannya.

"But you acted like you had never met me before, Dim?" tanya Nara, bingung.

"Saya minta maaf soal itu." Dimas tersenyum malu. "Saya tidak punya nyali untuk bilang kalau selama ini saya masih mencari tahu semua hal tentang kamu. Tapi, soal donasi rutin yang saya lakukan ke Graha Harsa saya benar-benar tulus melakukannya. Saya bahkan berniat menyembunyikannya selama mungkin dan berharap kamu tidak akan mengetahuinya."

"You're such a liar!" Ucap Nara sedikit kesal.  Nara menoleh, menatap Dimas kesal. "Kamu ingat apa yang kamu ucapkan di pertemuan terakhir kita? Kamu akan melepaskan saya. Tapi, perbuataan kamu selama ini malah menunjukkan sebaliknya."

Dimas mengangguk-angguk. "Saya tahu. Tapi, kamu juga harus tahu. Berpisah dengan kamu adalah fase terberat dalam hidup saya, Nara. Saya tidak pernah menyesali apapun keputusan apapun yang pernah saya ambil dan hal itu berubah setelah saya melepaskan kamu. Mengetahui bahwa kamu terlihat lebih bahagia saat ini dibanding pada tahun pernikahan kita, entah mengapa membuat saya semakin terluka."

"Tapi … kamu tidak pernah mencintai saya...." Jika Dimas mencintainya, pria itu tidak mungkin tetap menjalin hubungan dengan wanita yang membuat rumah tangga mereka hancur beberapa tahun silam.

Dimas mengernyit, sebelum kemudian pria itu menggelengkan kepalanya. Merasa tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.

"Serius, Nara? Setelah apa yang saya lakukan untuk kamu, kamu masih berpikir begitu?"

Nara tahu, harusnya dia mengontrol mulutnya saat itu juga. Namun, dia benar-benar tidak bisa menahan rasa penasarannya. "How about Keyra?" tanya Nara, akhirnya.

"Keyra?"

Nara mengangguk. 

Nara tentu saja tidak kaget saat mengetahui Dimas kembali menjalin hubungan dengan Keyra. Sejak dulu, Keyra akan selalu menjadi wanita pertama di hidup pria itu. Bahkan setelah mereka menikah, kehidupan pernikahannya pun tidak pernah lepas dari bayang-bayang Keyra. Dan Nara tidak ingin mengalami hal itu untuk kedua kalinya.

Dimas mengernyit, bingung. "Why are we bringing Keyra into this conversation?"

Nara mengedikkan bahu. "Because you two are dating."

"Apa?" Tanya Dimas, terkejut. Namun, beberapa detik kemudian tawa pria itu pecah. Membuat suara tawanya memenuhi seisi mobil. "Kamu cemburu ya?" lanjutnya dengan senyum jahil membuat Nara semakin kesal.

"Ini gak lucu, Dim!"

"Kamu sendiri sih ngomongnya asal. Lagian atas dasar apa kamu mikir saya dan Keyra pacaran?" tanya Dimas lagi, masih setengah tertawa.

Nara mendengus. "Saya gak sengaja liat ponsel kamu saat dia nelpon kamu. Gak cuman sekali, tapi berulang kali." Nara menghela nafas dalam. "Udahlah, Dim. Melihat bagaimana dekatnya kalian. Saya gak heran kamu dan Keyra kembali bersama setelah kita berpisah—"

"Tunggu dulu," Dimas mengangkat tangannya di udara, memberi tanda agar Nara berhenti berbicara. "Sebelum pembicaraan kamu merembet kemana-mana. Saya akan jelasin satu-satu. Yes, Keyra is dating, but not with me, Nara. Dia nelpon saya buat ngajak ketemuan untuk ngasih undangan nikah. Hanya itu. Gak lebih."

Nara terdiam sesaat. Mencoba mencerna ulang perkataan Dimas yang nyatanya hanya sekedar lewat di telinganya. Keyra sedang berpicaran dengan seseorang dan pria itu bukan Dimas? Bukan hanya itu, wanita itu juga akan menikah? Benarkah?

"Keyra mau nikah?" tanya Nara akhirnya saat kesadarannya sudah pulih sepenuhnya. 

"Yup, but not with me. Lagian, setelah kita berpisah, saya tidak pernah sedikitpun berpikir untuk balikan dengan Keyra." Dimas kemudian menatap Nara dengan lekat. "It's just always you, Nara. Just you."

Nara tahu, mau sekuat apapun dia menyangkal perasaannya akan berkata sebaliknya. Hatinya tidak akan pernah bisa berbohong. Perutnya yang terasa menggelitik seolah ada kupu-kupu yang beterbangan di sana tidak mungkin bereaksi seperti ini jika Nara tidak mencintai pria itu. Bahkan, setelah 5 tahun berlalu, Dimas masih memegang kunci utama pada perasaannya.

"Saya gak bisa ngasih jawaban sekarang." Nara mengalihkan pandangannya dari Dimas. "Banyak hal yang harus saya pertimbangkan. Saya gak ingin mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Dan menerima kamu kembali, berarti membawa peluang kesalahan itu terulang kembali."

Meskipun Dimas sudah meyakinkan Nara tentang Keyra yang tidak akan mengganggu hubungan mereka kali ini. Namun, tetap saja perasaan ragu Nara tidak akan bisa hilang. Sakit yang dirasakannya karena penghianatan sebelumnya masih terasa hingga saat ini.

Melihat reaksi Nara, Dimas mengangguk-angguk. Pria itu bisa mengerti alasan Nara belum bisa menerimanya kembali. Dan dia juga tidak mungkin memaksa Nara untuk memberinya jawaban saat ini. Bisa berada dekat dengan wanita itu sudah cukup bagi Dimas untuk saat ini.

"Saya gak akan maksa kamu buat ngasih jawaban sekarang. Take your time, sebanyak apapun kamu mau. Tapi, selama itu juga, tolong kasih saya kesempatan untuk membuktikan bahwa tidak ada salahnya "membaca buku yang sama untuk kedua kalinya."

***

Part 57 udah update ya guys, mendekat ending kita spill tipis-tipis endingnya bakal gimana😂❤️

Btw buat yg udah baca, jempolnya jangan lupa olahraga sejenak buat like dan komen😂 Bye love peace and gawl❤️❤️❤️

Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang