06. Mau dengar cerita?

15.6K 1.1K 26
                                    

Happy reading
.
.
.
[^⁠_⁠^]

Untuk sementara keadaan di ruangan itu hening. Bahkan Vano yang sedang sarapan tidak sengaja menjatuhkan sendok-nya setelah mendengar ucapan Devon.

"J-jadi kakak ketiga sudah merencanakan ini, semua?" Vano berkata dengan gugup, tidak berani memandang saudara ketiga nya itu.

"..."

Devon tidak mengatakan apa-apa. Anak remaja itu hanya memandang Vano dengan tatapan datar.

Merasa tidak ada jawaban, Vano mengangkat kepalanya. Memandang Devon takut-takut.

"T-tapi, kenapa? Kenapa kakak ketiga melakukan itu?" Gumannya terbata.

'Duh ni anak kapan perginya sihh. Aku lelah berpura-pura seperti ini.' batin Vano kesal.

Devon akhirnya bereaksi, ia tersenyum kecut. Sambil berjalan mengelilingi Vano, ia menjawab. "Alasannya.. kamu tidak perlu tahu! Yang jelas itu menyenangkan bagiku."

Dari sudut matanya, Vano bisa melihat ekspresi Devon yang tidak biasa. Seperti ada kesedihan dan kemarahan yang ditunjukkan secara bersamaan.

"B-baiklah.. bagaimanapun, aku sangat berterimakasih kepada kakak ketiga. Kalau kakak dan ayah tidak datang tepat waktu, bisa saja Sarah sudah membunuhku."

Devon berhenti melangkah tepat di depan Vano. "Tapi aku tidak menginginkan ucapan terimakasih mu."

"Lantas. Apa yang diinginkan kakak ketiga?" Diakhir kalimat nya, Vano tersenyum tulus.

Devon tersenyum kemenangan. "Aku ingin kau menuruti semua perintahku, apapun itu. Tanpa penolakan."

'Kok perasaan ku tidak enak ya' ucap Vano dalam hati.

"B-baiklah. Aku akan menuruti semua perintah kakak ketiga," pasrahnya.

Devon mengangguk puas seraya berjalan menuju sofa yang ada di dalam kamar Vano. Anak remaja itu duduk sambil menyilangkan kedua kakinya. Dan disusul oleh Vano.

"Besok selama sebulan ayah akan bepergian ke luar negeri." Devon menjeda sejenak untuk melihat ekspresi Vano.

'Pergi lagi?. Jika Herson selalu bepergian, bagaimana caranya aku meluluhkan hatinya. Huh menyebalkan'. Vano mendesah dalam hati.

"-dan ayah akan membawa salah satu putranya. Sebenarnya ayah memilihku untuk ikut dengan nya. Tapi aku ada kegiatan lain."

'Apa yang kupikirkan. Tentu saja Herson tidak akan memilih anak kecil untuk ikut dengannya kan?' batin Vano lagi.

"-Jadi, Aku merekomendasikan kamu ke ayah!"

'What the fuck! Anak ini sadar tidak sih, bisa-bisanya ia memilih anak kecil untuk menemani ayahnya berbisnis?' Vano hanya bisa memaki di dalam hati.

Menatap Devon dengan tatapan polos, ia bergumam "A-aku? Mengapa kakak ketiga memilihku? Bukannya aku akan menyusahkan ayah jika ikut dengannya?"

"Tidak ada penolakan! Bukan kah kau akan menuruti semua perintahku?"

Vano menundukkan kepalanya dalam-dalam. Di dalam hatinya ia sudah memaki-maki Devon dengan segala makian yang ada.

REVANO || Transmigrasi Where stories live. Discover now