64. Sebuah insiden

2.3K 218 24
                                    

Happy reading
•••


Vano tertegun melihat seseorang yang berdiri tegak di hadapannya, saat ia baru saja membuka pintu kamarnya. Orang itu adalah Kelvin, entah apa yang kakak keempatnya pikirkan karena ia hanya berdiri diam saja di depan kamarnya tanpa mengetuk pintu atau memanggilnya. Untung saja Vano berencana hendak keluar untuk mencari angin, jika tidak mungkin Kelvin berdiri disini sepanjang malam.

"Ada apa kak?" Vano bertanya sambil berusaha tersenyum ramah.

"A-aku..."

Vano mengerutkan keningnya saat melihat kegugupan yang tidak bisa disembunyikan oleh Kelvin. Ia berujar saat Kelvin tidak melanjutkan ucapannya, "Mau bicara di dalam aja, kak?"

Kelvin menggeleng cepat. "Aku.. hanya ingin bertanya kabarmu."

Pemuda itu menggigit pipi bagian dalamnya kesal. Kelvin memaki dirinya sendiri di dalam hati. "Aku hanya ingin minta maaf. Kenapa susah sekali?!"

Vano sedikit terpana mendengar penuturan lembut dan malu-malu yang terucap dari mulut Kelvin. Ia menahan senyumnya saat matanya menatap netra kakaknya itu.

Sedangkan Kelvin sudah membuang muka seolah menghindari tatapan Vano.

"Kabar Vano baik. Kalo kakak gimana? Maafin Vano ya karena gara-gara Vano kakak tidak sekolah selama seminggu."

Kelvin berkedip dan menyahut perkataan Vano tanpa menoleh, "Baik.. Tidak masalah."

Vano menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Kalau begitu aku akan pergi." Kelvin akhirnya menoleh ke arah Vano.

"Baiklah.. sampai jumpa lagi, kak."

Kelvin berbalik tanpa menjawab perkataan Vano. Sementara Vano memandang kepergian Kelvin dengan senyum kecil. Setelah punggung Kelvin menghilang di koridor, Vano memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

"Vano siapa orang yang menemui mu barusan?""

Vano menoleh dan menghampiri Raden yang sedang duduk di meja belajarnya. "Aku pikir kamu sudah tidur."

Raden menggeleng kecil. "Aku tidak bisa tidur.. Kamu belum menjawab pertanyaan ku Vano." Teman sekamarnya itu berujar dengan pipi menggembung karena pertanyaannya sebelumnya belum dijawab. Ia menatap Vano dengan raut kepo.

Vano terlihat berpikir sejenak. Setelah merasa yakin, ia akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Raden, ia percaya jika Raden orang yang baik dan bisa menjaga rahasianya.

"Dia adalah kak Kelvin."

Raden memutar kepalanya untuk memikirkan nama yang baru saja disebutkan oleh Vano.

"Kelvin kakak kelas? Penerima beasiswa juga sama seperti aku, bukan?"

Vano mengangguk. "Kamu mengenalnya."

"Lalu kenapa kak Kelvin menemui mu?"

Vano terlihat menghela nafas sebelum berbicara. "Kak Kelvin sebenarnya kakak kandungku. Dan barusan dia menemui ku untuk sekedar bertanya kabar."

Raden menatap Vano dengan kening mengerut. "Kakak kandung? Kenapa kak Kelvin tidak memakai marga yang sama denganmu? Eh maaf-- jika kamu tidak ingin menjawabnya tidak apa-apa."

"Ceritanya panjang.. jadi kak Kelvin menghilangkan nama belakangnya dan mendaftar di sekolah ini lewat jalur beasiswa, aku tidak mengetahui alasan kak Kelvin melakukan itu. Mungkin saja kak Kelvin bosan dan ingin hidup sebagai siswa biasa."

Vano menambahkan. "Juga, Kak Kelvin tidak ingin orang lain mengetahui bahwa kami adalah saudara. Jadi, aku harap kamu tidak membeberkan kepada orang lain. Aku mengatakan ini kepadamu karena aku percaya kamu Aden."

REVANO || Transmigrasi Where stories live. Discover now