68. Ending

4.9K 357 127
                                    

Happy reading
•••


"MINGGIR..! Ada pasien gawat darurat yang harus segera di tangani." Suara teriakan di sepanjang lorong rumah sakit terdengar memenuhi gendang telinga siapa saja yang mendengarnya. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tetapi rumah sakit masih ramai pengunjung dengan berbagai keluhan masing-masing.

"Awas, beri jalan sialan!!" Herson berteriak dengan kesal karena orang-orang itu bergerak sangat lambat. Apakah mereka tidak melihat putranya sedang kritis dan membutuhkan pertolongan sekarang?

Di tengah gemuruh suara-suara panik dan langkah-langkah tergesa, Herson merasakan dunianya berputar. Di tangannya, brankar yang membawa tubuh pucat putranya terasa begitu berat, seakan-akan membebani seluruh beban hidupnya. Dalam benaknya, kilatan memori memenuhi ruang kosong antara tiap denyut detak jantungnya.

Mereka sudah melewati detik yang tak terhitung jumlahnya, mencari Vano di antara lorong-lorong kegelapan kota yang tak pernah tidur. Tetapi, kini, Vano terbaring di hadapannya, tak berdaya seperti kapal yang terdampar di tengah badai. Bagaimana bisa semuanya berakhir begini? Herson merenung dalam kesedihan yang mendalam, membiarkan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban menghantui langkah-langkahnya.

Sesampainya di unit gawat darurat Vano langsung mendapatkan perawatan secara intensif. Sementara itu, di balik pintu UGD yang tertutup rapat, Herson, Jack, Zean, dan Gema duduk bersama dalam keheningan yang terasa menyiksa. Mata mereka terpaku pada pintu yang terkunci, menanti kabar dari balik sana. Setiap detik terasa seperti abad yang berlalu, dan ketidakpastian menggelayut di antara mereka seperti kabut malam yang menyelimuti kegelapan.

Gema mengepalkan tangannya dengan perasaan kacau. "Tuhan, tolong selamatkan adikku. Aku menyesal sudah tidak mempercayainya hari itu, aku bahkan mengucapkan kalimat-kalimat jahat padanya, beri aku kesempatan untuk meminta maaf pada Vano."

Kemudian, suara langkah kaki yang tergesa-gesa memecah keheningan. Devon yang baru saja tiba dari kamar Kelvin menghampiri dengan wajah cemas. "Bagaimana keadaan Vano, ayah?" tanyanya kepada Herson yang ada di depannya.

Herson memandangnya dengan wajah muram. "Kita doakan saja yang terbaik. Semoga Vano kita bisa bertahan. Ayah yakin Vano anak yang kuat."

Mendengar itu Devon mengangguk mengerti, ia duduk disamping Gema yang saat ini memejamkan matanya sembari bersandar di kursi tunggu.

"Vano, kakak percaya kamu bisa melewati ini semua. Kamu harus bertahan, setelah kamu sadar nanti kakak akan mengabulkan semua permintaan mu. Jadi, aku mohon, bertahanlah."

Di tengah keheningan, pintu UGD terbuka perlahan, dan dokter beserta perawat di belakangnya dengan wajah serius melangkah keluar. Mereka semua menghampiri dokter itu dengan raut wajah penasaran yang tak terbendung.

Gema langsung bertanya dengan nada mendesak. "Bagaimana keadaan adikku, Dok?"

Tatapan mereka berlima langsung tertuju pada dokter itu, menunggu kata-kata yang akan mengubah segalanya. Tetapi, apa yang mereka dengar adalah kabar pahit yang tak terlupakan.

"Pasien mengalami benturan hebat di kepalanya yang menyebabkan dia kehilangan banyak darah, selain itu karena menelan air secara paksa dalam jumlah yang sangat banyak menyebabkan paru-paru atau pernafasan pasien tersumbat." Dokter itu memandang lurus dan menambahkan dengan suara melemah. "Kami sudah berusaha untuk menyelamatkan pasien semaksimal mungkin, tapi.. takdir berkata lain. Revano Alldarick menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Sabtu, 23 September 2023, pukul 19.40 malam hari."

Dalam sekejap, dunia mereka runtuh. Air mata tak terbendung lagi mengalir deras dari mata mereka yang terpaku, dan rasa kehilangan yang mendalam memenuhi ruang di hati mereka.

REVANO || Transmigrasi Where stories live. Discover now