29. Teman dan Sahabat

3.9K 362 66
                                    

Happy reading
•••

Saat ini Vano tengah berdiri di parkiran untuk menunggu Kelvin. Bukan hanya Vano, kedua sahabatnya juga ikut menunggu kali ini. Mereka hanya ingin memastikan apakah Vano akan aman jika pulang bersama Kelvin. Bagaimanapun saat ini Alex sedang tidak bersama Vano, Bryan dan Farrel takut jika nanti Kelvin dan lainnya akan membuat ulah.

Bryan berdiri sambil berkacak pinggang, matanya melirik ke kiri dan kanan dengan tidak sabar. Banyak siswa yang sudah keluar dari kelas masing-masing, tetapi batang hidung Kelvin sama sekali tidak terlihat, hal itu membuatnya kesal setengah mati. Anak itu mencibir sambil menatap Vano, "Apakah kakakmu itu lupa jika kau pulang dengannya? Jangan - jangan dia meninggalkanmu seperti terakhir kali."

Farrel yang berdiri disamping Vano memelototi Bryan. Ia beralih menatap Vano yang saat ini tengah membuat wajah kesal juga. Tangannya bergerak mengelus pundak Vano dan berkata dengan nada menghibur. "Kamu pulang denganku saja. Aku akan menyuruh supirku untuk mengantarmu sampai ke mansion Alldarick dengan selamat."

Vano menggeleng, "Aku sudah janji kepada ayah untuk pulang bersama kak Kelvin.." Ia memandang Farrel dan Bryan bergantian, lalu berkata dengan tulus, "Kalian tidak perlu repot-repot menunggu ku seperti ini, aku bisa menunggu kak Kelvin sendiri, kok."

"Tidak merepotkan sama sekali! Kamu berkata seolah-olah kita masih orang asing...." Bryan berkata dengan nada pilu.

"Benar.., apakah kau tidak senang kami mengekori mu seperti ini? Apakah kau tidak menganggap kami-"

Mendengar itu, ekspresi Vano sedikit berubah, ia dengan segera menggeleng. "Tidak... Kalian adalah sahabat ku."

"Nah.. maka dari itu, tidak perlu sungkan kepada kami. Mengerti?"

Vano mengangguk mengerti. Melihat Vano mengangguk, Bryan dan Farrel tersenyum serentak.

"Eh.. kita belum punya nama geng, tau!"

"Emangnya geng harus ada namanya ya?" Vano menyahuti ucapan Bryan dengan cepat.

Bryan langsung mengangguk, "Tentu saja... Nama itu yang akan menjadi ciri khas di dalam sebuah geng, lho."

"Jadi nama geng kita apa?"

"Aku akan mencari tau nanti. Yang pasti namanya harus unik dan cocok dengan kepribadian kita," ujar Farrel dengan mantap. Bryan menepuk pundaknya dengan bangga, "Nah, kami akan menyerahkan tugas ini kepadamu, bro."

Vano mengangguk mengiyakan. Saat ingin mengatakan kalimatnya lagi, ia berhenti saat melihat Lena dan Alex berjalan berdampingan. Bryan dan Farrel yang juga menyadari itu, berhenti mengobrol.

Lena, sepanjang perjalanan gadis itu selalu menunduk, sehingga tidak menyadari banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka. Sementara Alex, ia berjalan dengan tak acuh, kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong celana yang ia kenakan. Dengan langkah yang stabil ia terus memandang lurus kedepan.

"Eh guys, liat deh... Itu bukannya Alex ya? Sejak kapan dia dekat sama si miskin Lena?"

"OMG ... Kenapa bisa?"

"Dasar cewe murahan. Kemarin aja dia goda kak Cakra, sekarang dia masih berani goda Alex, dong ..."

"Bener... Gatau diri banget, sumpah!"

"Kalian berisik sekali. Kalo iri bilang, jangan ngomongin orang yang ga bener. Dosa tahu!"

Berbagai bisikan memasuki telinga Vano yang kebetulan berdiri di dekat mereka. Ia memandang Bryan yang baru saja mengatakan kalimat yang membuat para siswa itu bungkam. Mengangkat sudut bibirnya Vano berkata dengan setengah berbisik, "Ternyata kamu bisa mengatakan sesuatu seperti itu juga..."

REVANO || Transmigrasi Where stories live. Discover now