15. Semuanya palsu!

9.8K 749 13
                                    

Happy reading

•••

Setelah selesai sarapan, Vano dan Kelvin langsung berangkat menuju sekolah. Hari ini mereka diantar oleh Bagas, karena motor Kelvin masih ada di bengkel. Herson sendiri ikut mengantarkan mereka karena ia juga akan sekalian pergi ke kantornya, yang kebetulan searah dengan sekolah mereka.

Diperjalanan mereka mengobrol kecil. Sesekali Vano bertanya tentang hal random dan dijawab antusias oleh Herson dan Kelvin. Vano juga baru mengetahui ternyata Bagas masih bekerja dengan mereka. Ingatkan ia nanti untuk bertanya kepada Bagas tentang situasi tujuh tahun lalu.

Setelah beberapa menit berkendara, Bagas menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang yang bertuliskan SMP Maripossa.

"Sudah sampai tuan muda."

"Nah- kalian belajarlah dengan baik. Kelvin tolong jaga adikmu ya, jangan biarkan siapapun menggertak dia." Vano tersentuh mendengar kalimat terakhir Herson. Sedangkan Kelvin mengangguk mengerti.

"Siap, ayah."

"Kita pergi."

Setelah mereka berdua turun, mobil melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan mereka di gerbang. Vano memandang mobil yang sudah menghilang dibalik tikungan dan mendesah tanpa sadar. Sedangkan Kelvin sudah berjalan jauh, masuk kedalam gedung sekolah, meninggalkan Vano tanpa rasa bersalah.

Vano berbalik dan tidak mendapati Kelvin disebelahnya. Ia mengernyit bingung seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak tahu apa yang ingin dikatakan.

Mengangkat kedua bahunya Vano berjalan masuk ke dalam gedung. Ia mengedarkan pandangannya melihat banyak ruangan kelas yang begitu mirip. "Aku lupa menanyakan kelasku dimana." gumamnya pada diri sendiri.

Jam pertama sepertinya sudah dimulai, terbukti dari tidak ada seorangpun siswa yang ditemui Vano di koridor. Dengan mengandalkan instingnya, Vano berjalan perlahan menuju kelas yang ada di ujung lorong.

Vano menatap ruang kelas dihadapannya dengan tidak pasti. Tangannya yang menggenggam kedua tali tas yang tergantung di punggungnya mengerat, dengan jantung sedikit berdebar.

Di dunia aslinya ia sudah pernah bersekolah di sekolah menengah pertama. Tentu saja ini bukan pengalaman baru baginya. Tapi tetap saja, hatinya berdebar tidak pasti. Ia seperti merasa dejavu saat ini.

Vano dikejutkan dengan tepukan ringan dibahunya. Ia berbalik dan mendapati seorang wanita muda yang menatapnya dengan ramah, "Vano.. Mengapa belum masuk?"

Sepertinya wanita muda itu adalah guru yang akan mengajar disini. Terbukti dari, setelah menyapanya ia membuka pintu dan masuk kedalam kelas. Vano mengikuti langkah wanita itu dengan sedikit ragu.

Saat ia melangkah masuk kedalam, ia merasakan banyak tatapan mata yang memandangnya.

Wanita muda itu sudah duduk di meja guru yang ada didepan kelas. Setelah melihat Vano masuk. Ia segera menyuruh Vano untuk duduk di kursinya.

Vano mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ada dua kursi kosong, dan keduanya ada di meja yang sama, paling belakang. Vano berjalan menuju meja kosong itu dengan sedikit menunduk. Sesampainya di mejanya ia menarik kursi dan duduk di samping jendela.

Saat ia duduk ia mendengar teman sekelasnya berbisik sehingga menimbulkan suara-suara yang mengganggu. Sehingga kelas yang tadinya hening berubah menjadi bising.

Amel-guru muda itu memukul penggaris kayu ke mejanya guna menghentikan keributan. Ia berdiri dan berjalan sedikit, "Dilarang ada kebisingan saat saya ada di kelas. Mengerti!"

REVANO || Transmigrasi Where stories live. Discover now