📷 chapter t w o

3.9K 326 10
                                    

Radya tak tahu sudah berapa lama dirinya terlelap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Radya tak tahu sudah berapa lama dirinya terlelap. Yang jelas, ketika ia membuka mata dan mengecek sekitar, hampir seluruh rekan-rekannya sudah berkumpul di salah satu ruangan di FEB yang memang sengaja dipinjam untuk kebutuhan panitia. Kendati demikian, evaluasi akhir belum juga dimulai. Radya bahkan tak bisa menemukan keberadaan sang ketua pelaksana di sana.

Alhasil, Radya pun berniat untuk kembali melanjutkan mimpinya. Namun, beberapa detik berselang setelah matanya terpejam, tiba-tiba saja sebuah jaket melayang tepat ke arah tubuh bagian atasnya--termasuk wajah. Radya sontak terperanjat dan buru-buru bangun. Tatapan sayunya tertuju pada benda yang baru saja menimpanya itu, kemudian segera saja ia cari siapa dalang di baliknya.

"Jaket siapa ini, woy?" ujar Radya dengan vokal yang sengaja dikeraskan. Tangannya mengangkat tinggi-tinggi jaket tersebut agar siapa pun dapat melihatnya.

Mulanya banyak yang menjawab tidak tahu, sampai seorang laki-laki berjalan mendekat dan membulatkan mata setelah melihat Radya serta jaket di tangannya. Ia adalah Fauzan, teman sekelas Radya yang akrab disapa Ojan.

Ojan kemudian berkata, "Eh, sori, sori, Rad! Gue kira nggak ada orang tadi, makanya gue asal lempar aja."

"Sialan, lo kira gue lagi cosplay jadi tas apa?"

Radya memang sengaja memilih pojok ruangan sebagai tempatnya tidur dan menjadikan beberapa tas milik rekannya sebagai sandaran sekaligus menutupi sedikit tubuhnya. Yah, kalau dipikir-pikir, memang tidak salah jika Ojan mengira Radya tidak berada di sama. Tapi kan, bukan berarti ia bisa melempar barangnya seenak jidat! Masih untung hanya sebuah jaket. Kalau barang dengan bobot yang lebih berat, bagaimana nasib Radya nantinya, coba?

Ojan yang berada semakin dekat dengan Radya akhirnya menerima balasan dari laki-laki itu yang terpaksa ia terima dengan lapang dada. Setelahnya Ojan bahkan memilih untuk duduk di samping Radya--yang sudah sepenuhnya terjaga--usai menggeser beberapa tas.

"Lagian lo kenapa bisa tidur di sini, dah?" tanya Ojan kemudian. "Perasaan yang lain dari tadi sibuk ngurusin ini itu, lah elo malah masih sempet-sempetnya nyuri waktu begini."

"Kerjaan gue udah beres, ya apa lagi yang mau gue kerjain?" Radya menjawab dengan santainya. "Anak pubdok yang lain aja ada yang udah balik duluan. Masih bagus gue milih buat tetep stay di sini demi kebersamaan."

"Pake sok sokan ngomongin kebersamaan segala. Kalau lo menjunjung tinggi yang namanya kebersamaan, harusnya lo ikut bantuin anak logistik atau divisi lain, bukannya malah enak-enakan tidur."

"Itu beda cerita. Semua orang punya jobdesk-nya masing-masing, Jan."

"Halah, bilang aja kalau lo males, Rad."

Radya hanya mendengkus, tidak mengiyakan dan tidak juga menyanggah.

Setelahnya Radya berniat untuk kembali tidur sambil mencari posisi yang nyaman. Namun, ketika Radya mengecek waktu pada arloji yang melingkari lengan kirinya, sepasang netranya seketika membola. "Anjrit, udah jam satu?" Laki-laki itu baru menyadari bahwa tadi ia telah tertidur selama hampir satu jam. "Ini mau jam berapa evalnya? Ke mana sih, si Ersa?"

Ojan menggeleng singkat. "Nggak tau gue juga, Rad, dari tadi nggak keliatan orangnya. Ini kalau entar nggak ada kelas pagi, gue sih nggak masalah mau eval jam berapa juga. Mana ada kuis lagi, ya jadi nggak bisa kalau mau bolos juga."

"Demi apa ada kuis?"

"Demi Lovato, Rad."

Radya tak memberi reaksi apa pun terhadap jawaban Ojan yang diselipkan candaan tersebut. Yang ada dalam otaknya sekarang adalah fakta bahwa besok--ah, lebih tepatnya nanti, Radya masih harus tetap kuliah, masuk kelas pagi, serta akan diadakan kuis. Sementara evaluasi belum juga dimulai, dan Radya tak tahu kapan ia bisa meninggalkan kampus. Masalahnya, Radya tidak tinggal di kos dan jarak rumahnya dengan kampus tidak bisa disebut dekat.

Masa sih, Radya harus tidur di kampus? Ia bahkan tidak mempersiapkan keperluan apa pun untuk menginap. Rata-rata teman dekatnya juga memiliki keadaan yang sama sepertinya. Tidak mungkin juga 'kan, kalau ia menumpang di kos seseorang yang tidak begitu akrab dengan dirinya?

Radya juga teringat bahwa tadi ketua divisi publikasi dan dokumentasi sudah berpesan padanya agar ia segera mengumpulkan dokumentasi dari anggota yang lain, memilah-milahnya sekaligus melakukan proses editing. Dan jika Radya punya wktu lebih, ia juga bisa membantu salah satu rekannya yang khusus bertugas sebagai videografer untuk mengedit rekaman video.

Itulah alasan mengapa Radya sempat enggan untuk bergabung dalam jajaran panitia penyelenggara. Selain harus merelakan waktunya, tugasnya selain tugas kuliah akan menumpuk. Belum lagi ia mempunyai pekerjaan sampingan dalam bidang yang serupa.

Ah, omong-omong soal dokumentasi, Radya mendadak kembali merasa sebal karena ia tak berhasil menemukan sosok gadis dalam potret yang ia ambil saat acara tadi.

Tepat setelah Helmi kembali, sebagian penonton mulai meninggalkan area karena sudah waktunya untuk break. Dan ketika acara dimulai kembali, Radya juga tetap tak menemukannya di barisan depan. Radya pun tak mungkin mencari di bagian lain karena selain sulit, ia masih harus menjalankan tugas utamanya. Hingga berakhirnya festival, gadis itu tak juga tampak di mata Radya sampai membuatnya terheran-heran.

Bagaimana mungkin sosoknya bisa hilang dalam sekejap? Sungguh mustahil. Kecuali jika ia adalah makhluk tak kasat mata yang kebetulan saja dapat tertangkap oleh lensa kameranya.

Tapi ... tentunya itu merupakan sesuatu yang amat sangat tidak mungkin, 'kan?

📷

bandung, 8 agustus 2022

Through the Lens [END]Where stories live. Discover now