📷 chapter t w e n t y o n e

1.3K 186 29
                                    

Sewaktu Radya menawarkan diri untuk mengantarkan pulang, jujur saja Alsa sama sekali tak memikirkan keberadaan Mama di rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sewaktu Radya menawarkan diri untuk mengantarkan pulang, jujur saja Alsa sama sekali tak memikirkan keberadaan Mama di rumah. Sebab yang ada dalam benak Alsa hanyalah sebuah pemikiran bahwa ia tak boleh melewatkan kesempatan seperti itu. Oleh karena hal tersebut, rasanya Alsa betul-betul tak ingin turun dari mobil kala mendapati Mama berada di depan rumah tetangga yang persis berada di sebelah kediaman Alsa.

Pasalnya, yang ada di sana bukan hanya Mama, tetapi tiga orang ibu-ibu komplek lainnya. Dan ketika mobil Radya berhenti tepat di pekarangan rumah Alsa, mustahil sekali kalau tidak segera mencuri perhatian mereka, bukan?

Alsa pun mendadak panik saat melihat Mama mulai berjalan mendekat pada mobil dengan tampang penasaran yang begitu kentara.

"Nyokap lo?"

Pertanyaan itu datang dari mulut Radya. Laki-laki itu tampak jauh lebih santai, ia bahkan sudah lebih dulu melepas seat belt seolah siap untuk turun dan menemui Mama Alsa. Gadis itu pun benar-benar tak mengerti kenapa Radya bisa bersikap demikian.

"Iya, Bang, tapi lo nggak perlu turun, kok," sahut Alsa dengan cepat seraya turut membebaskan diri dari seat belt. "Makasih banyak ya, udah nganterin gue pulang walaupun rumah gue jauh. Lo hati-hati pulangnya."

Radya yang terheran dengan penuturan Alsa barusan pun lekas bertanya, "Kenapa lo buru-buru gitu, sih? Gue nggak boleh ketemu nyokap lo, emangnya?"

"Eh? B-bukan gitu, Bang ...."

"Terus?"

Alsa meringis pelan. Dengan sedikit menambahkan bumbu kebohongan, sang gadis pun menjelaskan, "Masalahnya, udah dari lama nyokap gue nunggu temen-temen kampus gue buat main ke rumah. Kalau nyokap ketemu lo, gue yakin lo nggak bakal bisa bebas dari kekepoannya, Bang. Jadi, mending lo langsung pulang aja deh, daripada harus ketahan lama di sini."

Seketika Radya pun tergeming, berpikir. Dalam situasi tersebut, Alsa berharap Radya akan mengambil keputusan tepat dengan cepat sebelum Mama benar-benar sampai ke mobil. Namun, tampaknya Radya justru sama sekali tak terpengaruh oleh kata-kata yang didengarnya. Laki-laki itu bahkan memberi balasan yang tak terdiga setelahnya.

"Tapi, gue kan bukan temen lo."

Alsa sontak diam.

"Lo anggep gue temen lo, emangnya?"

Sorot mata Radya terlihat serius kala mengatakannya, yang berarti ia memang tak sedang bercanda. Rasanya Alsa pun ingin jujur saat itu juga kalau dirinya menyimpan rasa pada Radya, sehingga mana bisa ia menganggap laki-laki itu sebagai salah seorang teman layaknya Kania dan Jeremy. Dan karena hal tersebut pula Alsa tak ingin Mama bertemu Radya. Sebab Mama selalu dapat langsung menebak dengan mudahnya bagaimana isi hati sang anak hanya melalui ekspresi serta tingkah lakunya.

"Kalau bukan temen, terus apa?" Alsa akhirnya bersuara terdengar begitu pelan. Ia tertunduk dan enggan untuk menatap lawan bicaranya.

Ada jeda sejenak sebelum Radya berkata, "Ya senior lo, lah."

Through the Lens [END]Where stories live. Discover now