📷 chapter e l e v e n

1.6K 189 19
                                    

"Gila lo, Sa, lo beneran langsung nuduh tuh cowok penguntit?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gila lo, Sa, lo beneran langsung nuduh tuh cowok penguntit?"

Kania benar-benar tak habis pikir saat ia mendengarkan cerita Alsa perihal pertemuannya kemarin dengan seorang laki-laki di kafe yang ternyata memiliki foto Alsa dalam ponselnya. Masalahnya, karena sudah terlanjur merasa parno akibat kejadian-kejadian yang sudah ada, alih-alih bertanya secara baik-baik, Alsa langsung saja sembarangan menuduhnya seperti itu.

Dan, tampaknya, setelah Alsa menggunakan waktu yang ia punya untuk berpikir dengan jernih, barulah ia menyesal karena sudah bertindak kelewat batas. Namun, ia tetap saja memberikan pembelaan terhadap dirinya sendiri.

"Ya gimana gue nggak langsung mikir kayak gitu, Kan? Baru dua hari lalu banget loh, gue denger kejadian nggak enak yang dialami sama si Mia," tukas Alsa, kemudian ia menghirup napasnya sejenak. "Udah gitu, giliran gue nyampe depan komplek pas pulang malem itu, gue malah ngeliat sekumpulan cowok semacam geng motor gitu di deket gerbang komplek. Mereka sempet ngeliatin gue gitu, Kan, gimana gue nggak tambah panik? Untung aja si Ravin cepet nyampenya buat jemput gue."

"Terus, menurut lo, cowok yang lo temuin kemaren itu adalah salah satu anggota geng motor yang lo maksud itu, gitu?"

"Ya mana gue tau, Kan. Gue nggak tau dia siapa, tapi apa menurut lo gue bakalan bisa tenang setelah liat dengan mata kepala gue sendiri kalau dia punya foto gue di HP-nya?"

Yah, sesungguhnya memang wajar saja bila Alsa langsung bepikiran yang macam-macam usai mengetahui fakta tersebut. Namun, menuduh tanpa tahu kebenarannya secara jelas pun termasuk dalam perbuatan yang salah. Alsa sudah terlanjur dikuasai oleh berbagai pikiran negatif sehingga ia tak bisa mengontrol dirinya sendiri dalam mengambil tindakan.

Jadi, mau tak mau di sini Kania harus bersikap senetral mungkin. Sebab jika dirinya berada di posisi laki-laki itu, ia pasti takkan bisa menerimanya begitu saja.

"Di sini gue nggak mau belain siapa-siapa ya, Sa," mulai Kania dengan berusaha terdengar santai agar Alsa tak merasa tersudutkan. "Cuma gini deh, logikanya, kalau emang dia stalker lo, kayaknya dia nggak akan terang-terangan ngeluarin HP sambil ngeliatin foto lo kayak gitu. Justru dia cenderung bakal sembunyi-sembunyi dan pura-pura nggak tau soal lo sama sekali."

Alsa tergeming sejenak. Namun, ia masih berusaha untuk menyanggahnya. "Tapi, tapi, kenapa dia bisa punya foto gue, Kaaan?"

"Emang fotonya yang kayak gimana sih, Sa? Keliatan banget kalau diambil secara diem-diem? Atau gimana?"

"Gue nggak yakin, sih ...." Kemudian, Alsa berusaha mengingat kembali foto yang sempat dilihatnya dalam ponsel milik laki-laki yang entah siapa namanya. "Yang jelas di sana ada Baswara, Kan, dan gue ada di barisan penonton paling depan. Berhubung gue baru pertama kali nonton Baswara secara langsung, jadi udah pasti itu pas acara Festival Musik FEB waktu itu, Kan."

Through the Lens [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang