📷 chapter f o r t y

1.1K 142 21
                                    

Jantung Alsa serasa berdebar kala ia menunggu kedatangan Risha--kakak kembar Radya yang beberapa jam lalu menghubunginya, lalu berkata bahwa sebaiknya ia memang harus menjemput Alsa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jantung Alsa serasa berdebar kala ia menunggu kedatangan Risha--kakak kembar Radya yang beberapa jam lalu menghubunginya, lalu berkata bahwa sebaiknya ia memang harus menjemput Alsa. Alsa menolak, tentu saja. Gadis itu belum pernah berjumpa dengan Risha, berkomunikasi saja baru terjadi tadi, itu pun hanya untuk mengabarkan ia soal Radya. Alsa sungguh merasa tidak enak sebab secepat itu ia mendapatkan perlakuan baik dari saudara kandung pacarnya sendiri. Namun, karena Risha memaksa, Alsa pun tak punya pilihan selain menghargainya.

Kini Alsa tengah menunggu di depan minimarket--tempat di mana Radya menunggu saat kencan pertama mereka. Alsa sengaja meminta Risha menjemputnya di sana karena ia belum memberi tahu Mama perihal keadaan Radya saat ini. Andai kata Mama sempat melihat Risha dan tahu bahwa Risha adalah keluarga Radya, Mama pasti takkan melewatkan kesempatan untuk melemparkan banyak tanya. Nanti saja, pikir Alsa. Untuk saat ini ia hanya ingin bertemu Radya, memastikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa laki-laki itu, semoga saja, dalam keadaan yang diharapkan.

Alsa menendang kerikil kecil yang berserakan di dekat kakinya, berusaha mengusir rasa gundah hatinya. Ia sedikit gugup karena akan bertemu Risha, pun tidak tenang pula sebab ia tak tahu bagaimana situasi yang sesungguhnya. Risha memang tidak mengatakannya secara jelas. Dan, jantung Alsa kian berdetak kencang kala CR-V hitam berhenti tepat di hadapannya.

Sesaat Alsa mematung. Itu mobil Radya.

Tentu Alsa sempat mengira bahwa si pengemudi adalah Radya. Setidaknya sampai kaca mobil diturunkan dan Alsa melihat sosok gadis berambut panjang bergelombang dengan setelan serba hitam berada di dalam sana. Hatinya mencelus. Ia tak suka apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Alsa, ayo masuk," ujar si gadis yang Alsa yakini ialah Risha. Sudut-sudut bibirnya tertarik ramah, kian memperindah rupa cantiknya. Dan, setelah diperhatikan dengan lebih jelas, gadis itu betul-betul tampak seperti Radya dalam versi perempuan.

Alsa mengerjap, sebelum ragu-ragu membuka pintu depan mobil dan masuk. Usai duduk di joknya, Alsa tak tahu harus mengatakan apa selain menyapa, "H-halo, Kak." Canggung, gadis itu pun akhirnya memakai seat belt dengan gerakan kaku sebab Risha tak henti-henti menatapnya seraya mengulum senyum. Setelahnya Alsa hanya memainkan lengan sweater yang panjangnya sampai menutupi setengah telapak tangannya. Perlahan Alsa kembali menoleh dan mendapati Risha masih melakukan hal serupa. "Um ... kenapa ya, Kak?" tanya Alsa dengan hati-hati.

Senyumnya masih tampak tertahan, tetapi Risha hanya menggeleng singkat. Gadis itu kemudian menutup kaca di samping Alsa dan mulai mengemudikan mobil. Sesaat Alsa tampak takjub sebab baru kali ini ia melihat secara langsung seorang gadis yang dapat menyetir dengan lihai. "Sori ya, kalau gue bikin nggak nyaman," Risha akhirnya kembali membuka suara. "Gue cuma masih nggak nyangka Radya bisa nemu adik manis yang lucu ini, udah gitu sampe dijadiin pacarnya pula."

Seketika Alsa pun tertegun. "M-makasih, Kak ...," Alsa tak tahu mengapa ia berterima kasih. Namun, bukankah itu merupakan kalimat pujian? Kedua pipi Alsa bahkan tampak bersemu merah sekarang. Rasanya sama persis seperti saat Radya menyebutnya cantik.

Through the Lens [END]Where stories live. Discover now