14. Pertengkaran

68.9K 5.7K 567
                                    

Baru saja Galen dan semua anggota memarkirkan motor di depan restoran yang biasa mereka kunjungi, hujan turun dengan deras membasahi jalanan kota

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Baru saja Galen dan semua anggota memarkirkan motor di depan restoran yang biasa mereka kunjungi, hujan turun dengan deras membasahi jalanan kota. Para pengguna jalan berbondong memilih berteduh. Jalan yang akan mereka lewati tidak terlihat lagi, begitu kelam seakan dipenuhi kabut hitam. Hanya mobil dan truk besar yang terus melanjutkan perjalanan.

Acia turun dari motor. Tatapan matanya tertuju pada bangunan mewah yang ada di depannya. Acia benar-benar takjub melihat lampu kelap kelip menyala di bagian pintu dan jendela kaca. Dari sana ia bisa melihat kursi dan meja tersusun rapih. Beberapa pelayan terlihat sibuk mondar mandir di dalam sana.

Mengenai restoran yang mewah. Pasti harga makanan atau menu yang disediakan pelayan sangatlah mahal. Hal itu membuat Acia mendadak gugup dan malu. Di dalam kantong baju monyet yang ia kenakan, hanya terselip uang lima puluh ribuan. Acia tidak menyangka ia pergi dari rumah sejauh ini. Padahal mengatakan pada Sagara, hanya jalan-jalan tidak jauh dari rumah. Jika sudah begini, apa yang harus ia katakan? Meminta pada Galen untuk mengantarnya pulang? Itu tidak mungkin.

"Ayo masuk." Galen bersuara membuat Acia mendongak. Ia mengangguk samar, semakin gelisah. Bagaimana caranya Acia membayar makanan nanti? Pasti harganya sangat mahal. Acia tidak ingin mempermalukan diri di sini.

Kak Sagara, tolongin Acia. Acia membatin. Kakinya terus melangkah bersama dengan Galen menuju tempat duduk. Sementara beberapa anggota yang lain berjalan cepat menuju pelayan laki-laki yang tengah berdiri, seorang kasir.

"Makin jaya aja lo. Masih muda udah jadi CEO perusahaan. Punya restoran lagi. Nggak nyesel gue punya temen kayak lo." Leano yang menurut Acia yang wajahnya super dingin bersuara sangat kencang. Menyambut seorang anak laki-laki, seumuran dengannya yang berjalan dari arah dapur.

"Bisa aja lo. Gue nerusin perusahaan bokap. Gue anak pertama, jadi gue yang nyandang status semuanya. Adek gue masih kecil, cewek lagi. Mana mau dia kerja beginian." Pemilik restoran yang bernama Langit Revano itu menjawab sambil terkekeh.

Leano manggut-manggut mengerti. Langit adalah teman sebangkunya saat sekolah menengah pertama, tiga tahun berturut. Sementara saat melanjutkan pendidikan selanjutnya, Leano dan Langit berbeda sekolah. Namun hal itu tidak membuat pertemanannya dengan laki-laki pemilik restoran ini renggang.

Langit berjalan ke arah meja yang telah ditempati oleh Galen dan semua anggota. Sengaja meja mereka berderet dan memanjang seperti itu agar duduk mereka tidak terpisah. Pelayan restoran dengan mudah meletakkan menu yang mereka pesan secara banyak.

"Wow amazing! Kemaren Galen masih jomblo sekarang udah bawa cewek. Sebagai pj nggak nih makan kali ini?" Langit menepuk pundak Galen yang duduk di samping Acia.

"Temen gue ini. Katanya lo mau ngenalin adek lo ke gue. Mana?" Galen menyunggingkan senyum.

"Nggak jadi. Lo udah tua bangka, adek gue masih kecil. Nggak sudi punya adek ipar orang setua lo."

TOUCH YOUR HEART (TERBIT)Where stories live. Discover now